LIPI “Kecolongan”

- Editor

Rabu, 4 April 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) “kecolongan”. Publikasi hasil kerja sama riset dengan peneliti asing di jurnal internasional tidak mencantumkan nama peneliti LIPI.

Publikasi hasil riset yang dimaksud adalah penemuan spesies sekaligus genus tawon baru Megalara garuda. Hasil penemuan dimuat di jurnal Zookeys, Jumat (23/3/2012).

Tawon baru tersebut dikoleksi lewat ekspedisi Mekongga di Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu. Tawon baru itu dijuluki raja tawon karena memiliki rahang besar yang melebihi panjang kaki depannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adapun nama peneliti serangga LIPI yang harusnya dimasukkan adalah Rosichon Ubaidillah. Ia dikenal sebagai peneliti serangga dengan spesialisasi serangga parasitoid.

Publikasi ilmiah di jurnal internasional hanya mencantumkan nama Lynn S Kimsey dari University of California, Davis, Amerika Serikat, dan Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde, Jerman.

Rosichon yang dihubungi Kompas.com, Selasa (3/4/2012), mengatakan, “Ini kita betul-betul kecolongan. Saya dan kita dari LIPI betul-betul kecewa dan marah juga.”

Pencantuman nama peneliti LIPI dalam kolaborasi sebenarnya adalah bagian dari memorandum of understanding (MOU) yang telah disusun bahwa kolaborasi yang dimaksud adalah penelitian dan publikasi.

“Dalam etika kolaborasi penelitian, hal seperti ini semestinya tidak boleh diabaikan oleh Kimsey. Tampaknya Kimsey mengabaikan hal ini,” imbuh Rosichon.

Rosichon menceritakan, sejak awal koleksi, dirinya sudah mengetahui bahwa tawon yang dimaksud merupakan spesies baru. Spesimen dibawa pulang dari ekspedisi untuk dipelajari lebih lanjut.

Namun, Kimsey meminta spesimen tersebut karena ingin mempelajarinya. Ia kemudian membawa spesimen ke universitasnya. LIPI memberi izin karena penelitian didasarkan atas asas kepercayaan.

Dalam sebuah kesempatan seminar, Rosichon datang menemui Kimsey di universitasnya. Ia menawarkan bantuan dalam identifikasi spesies sekaligus keterlibatan dalam prosesnya.

“Tapi Kimsey mengatakan tidak perlu. Saya pikir memang kita berlandaskan kepercayaan, jadi ya saya izinkan. Tapi malah justru kita kecolongan,” terang Rosichon.

Menurut Rosgichon, kecolongan publikasi khusus spesies ini sudah yang kedua kalinya. Pertama, saat tawon garuda ini dipublikasikan di media massa di Eropa dan Amerika. Kedua, saat publikasi resmi di jurnal ilmiah.

Rosichon menuturkan, “Ini pertama kali saya kecolongan. Sebelumnya, saya juga pernah bekerja sama dengan peneliti internasional, tapi tidak seperti ini.”

Kecolongan ini punya dua kerugian. Peneliti Indonesia kehilangan kesempatan untuk menunjukkan peran di mata internasional. Rosichon juga merugi karena sebenarnya dirinyalah yang memberi nama “garuda”.

Rosichon telah mengungkapkan kekecewaannya pada Kimsey. Ia juga melayangkan surat ke penanggung jawab kerja sama di University of California, Davis. Menurut Rosichon, Kimsey sudah meminta maaf.

Rosichon menuturkan, “Sekarang Kementerian Ristek juga harus mulai selektif dalam memilih counterpart kerja sama. Kalau perlu UC Davis ini di-blacklist.”

Menanggapi kekecewaan LIPI, Kimsey yang ditemui dalam diskusi di @America hari ini mengatakan bahwa tak adanya nama peneliti Indonesia dalam publikasi ialah karena tak adanya ahli yang sesuai.

“Saya seharusnya memasukkan satu nama dari LIPI dalam publikasi itu. Tapi masalahnya tak ada yang memiliki bidang yang sesuai. Indonesia tidak memiliki ahli di bidang stinging wasps,” jelas Kimsey.

“Ini masalah di komunitas ilmuwan bahwa ketika Anda muncul di paper ilmiah, orang berharap Anda adalah expert. Rosichon adalah orang yang paling sesuai, tapi dia tidak comfortable dengan itu,” tambahnya.

Rosichon sendiri mengungkapkan bahwa permasalahannya bukan soal spesialisasi. Pencantuman nama peneliti Indonesia adalah etika dalam kerja sama tersebut.

Peristiwa ini, kata Rosichon, adalah pelajaran bagi Indonesia. Ini menjadi pukulan bagi Indonesia sehingga pemerintah dan masyarakat harus lebih peduli pada keanekaragaman hayati dan penelitinya.

Yunanto Wiji Utomo | Kistyarini |

Sumber: Rabu, 4 April 2012 | 08:56 WIB

———-

Terkait Publikasi Tawon Raja, LIPI “Kecolongan”

Terkait publikasi spesies serangga baru, Megalara garuda.  Hasil kerjasama riset antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan University of California,  LIPI merasa kecolongan dalam publikai trsebut,  Davis itu tidak menyertakan nama peneliti serangga LIPI, Rosichon Ubaidillah yang sebenarnya terlibat penelitian.

Rosichon mengatakan, “Ini kita betul-betul kecolongan. Saya dan kita dari LIPI betul-betul kecewa dan marah juga.”

Atas peristiwa ini, Rosichon menilai bahwa Indonesia tidak boleh merugi lagi. “Sekarang yang paling penting, spesimen yang digunakan untuk identifikasi itu harus dikembalikan ke Indonesia. Sampai sekarang belum ada,” ungkap Rosichon. , Selasa (3/4),

Spesimen yang dipakai untuk identifikasi (holotype) harus menjadi salah satu koleksi yang menambah kekayaan koleksi di Museum Zoologi Bogor. Koleksi spesimen sangat berguna bagi penelitian taksonomi selanjutnya, sebagai bahan pembanding untuk menemukan spesies baru lainnya.

University of California Davis saat ini memiliki ratusan ribu spesies serangga. Lynn S Kimsey, peneliti yang terlibat dalam penemuan Megalara garuda sudah menemukan 300 spesies baru.

Sebagai perbandingan, Museum Zoologi Bogor masih belum mampu menjadi representasi keanekaragaman hayati Indonesia. Masih banyak spesies asal Indonesia yang disimpan di Eropa, bahkan Singapura.

Terkait permintaan Rosichon untuk mengembalikan holotype Megalara garuda ke Indonesia, Wakil Kepala LIPI, Endang Sukara, mengatakan hal itu harus dilakukan.

“Spesimen itu kan milik kita. Kalau kita minta ya mereka (UC Davis) harus manut,” kata Endang saat dihubungi, Rabu (4/4).

Endang mengatakan bahwa LIPI akan mempelajari kasus ini. Menurutnya, mengikutsertakan nama peneliti Indonesia, jika memang terlibat riset, adalah suatu keharusan dan bagian dari etika.

Jika terbukti melanggar etika, maka LIPI akan menyurati University of California, Davis, terkait hal ini. (kur)

Sumber: Kompas, 6 April 2012

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB