Anggaran Riset Variabel Utama Kemajuan Bangsa
Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia akan membawa rekomendasi Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional XI kepada Presiden. Hal itu dinilai perlu karena sejak kongres pertama hingga kini belum ada perhatian signifikan dari pemerintah terhadap setiap rekomendasi yang dihasilkan.
Kongres ilmuwan pertama digelar tahun 1958. Namun, hingga kini ilmu pengetahuan dan teknologi belum benar-benar dijadikan tulang punggung pembangunan bangsa. Dari sisi anggaran riset, masih di bawah ideal atau hanya 0,08 persen produk domestik bruto.
“Untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai basis kebijakan pemerintah, diperlukan kemauan politik kuat dari pemangku jabatan. Presiden Joko Widodo pada September 2014 mengatakan akan menambah dua kali lipat anggaran riset, tetapi sampai saat ini belum ada realisasi,” kata Ketua LIPI Iskandar Zulkarnain pada deklarasi hasil Kipnas XI di Jakarta, Jumat (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ajang empat tahunan itu dihadiri 600 peserta, baik peneliti, pengambil kebijakan, swasta, maupun perwakilan asing. Kipnas kali ini merumuskan landasan kebijakan pembangunan iptek dalam empat komisi: ilmu pengetahuan alam dan maritim, ilmu pengetahuan teknik, ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, serta kesehatan dan obat.
Iskandar menambahkan, audiensi para peneliti atau ilmuwan LIPI dengan presiden akan membahas pentingnya ilmu pengetahuan dalam menghadapi masalah bangsa. Audiensi sekaligus strategi komunikasi yang dibangun kepada presiden tentang posisi ilmu pengetahuan.
“Kami sudah ajukan audiensi itu, tinggal menunggu respons presiden. Kami akan terus berupaya bertemu presiden dan membicarakan rekomendasi para ilmuwan,” kata Iskandar.
Selain itu, audiensi itu juga akan membahas tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa ke depan, serta dampak-dampak negatif dari kebijakan-kebijakan yang ada. “Contohnya obat- obatan, 90 persen yang beredar adalah produk impor yang lalu diformulasi kembali di sini. Padahal, peneliti kita mampu membuat lebih baik,” kata Lukman Hakim, Ketua Kipnas XI.
Lukman menambahkan, kebakaran hutan yang terjadi dan tsunami Aceh pada tahun 2004 merupakan bencana yang sebelumnya sudah dibuat kajian-kajiannya para ilmuwan. “Banyak kejadian yang kami buat imbauan pada pemerintah, tetapi belum didengar,” katanya.
Sinergi
Sebelumnya, saat membuka Kipnas, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, diperlukan sinergi antarlembaga riset untuk menyiasati minimnya anggaran riset. Itu agar tetap menghasilkan produk riset yang bisa diterapkan dan menjadi bagian dari solusi.
Selain membawa beberapa permasalahan yang akan dihadapi bangsa ke depan, para ilmuwan juga membawa beberapa hasil penelitian yang bisa digunakan masyarakat dalam berbagai sektor, seperti pertanian, kelautan dan perikanan, dan perkebunan. “Kami sengaja membuat Kipnas dan ekspo bersamaan, jadi pemerintah bisa melihat inovasi yang dibuat anak bangsa,” kata Lukman.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati mengatakan, anggaran riset merupakan variabel utama kemajuan bangsa.
“Di Pakistan gaji seorang profesor lebih tinggi daripada menteri. Maksudnya, kita harus menempatkan ilmuwan pada tempatnya,” katanya.
Dimyati mengatakan, strategi jangka panjang pemerintah untuk taman teknologi harus direalisasikan berbasis pada temuan-temuan ilmuwan Indonesia. Banyak penemuan, baik dari ilmuwan nasional maupun internasional, yang harus dipakai.
Kipnas XI LIPI menghasilkan enam rumusan dan rekomendasi yang merupakan pemikiran para ilmuwan Indonesia, antara lain pengembangan ilmu pengetahuan, kolaborasi keilmuan, paradigma kemajuan ilmu pengetahuan, dan perubahan mindset, Masyarakat Indonesia yang berilmu pengetahuan membangun teknologi bersumber ilmu pengetahuan, serta kebijakan yang berpihak memajukan ilmu pengetahuan. (B09)
————————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Oktober 2015, di halaman 13 dengan judul “LIPI Berharap Respons Presiden”.