Siswa Tempuh Alternatif agar Tembus PTN Idaman
Meski ujian nasional tidak lagi menjadi penentu utama kelulusan, sejumlah siswa SMA tetap mengikuti program bimbingan belajar. Hal itu ditempuh karena pengajaran di ruang kelas dianggap tak memadai. Ada juga yang termotivasi untuk masuk perguruan tinggi favorit.
Rizki (16), siswa kelas X-IPA SMA Negeri 3 Bandung, Jawa Barat, mengikuti les privat dengan memanggil guru ke rumah sejak kelas VIII SMP. Ia meminta orangtuanya mencari jasa guru les privat karena saat duduk di bangku SMP dirinya merasa materi yang disampaikan guru di sekolah kurang memadai.
Karena lulus ujian nasional SMP dengan nilai memuaskan, ia melanjutkan proses pembelajaran menggunakan les privat. Selain itu, Rizki juga merasa masih membutuhkan adaptasi dengan ritme belajar di SMA sehingga kehadiran guru yang membimbingnya secara privat sangat membantu ia belajar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya berharap dapat nilai baik pada semester ini. Saya belum terbiasa dengan metode belajar di SMA. Di kelas, guru sedikit memberi materi, tetapi memberikan soal ulangan yang kompleks,” kata Rizki, Kamis (25/2).
Sementara Idam (17), siswa kelas XII-IPA SMA Negeri 78 Jakarta, mulai ikut bimbingan belajar sejak kelas XI SMA. Ia mengambil mata pelajaran Matematika wajib dan peminatan, Kimia, Fisika, serta Biologi. Ia mematok target lulus Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tertulis Departemen Arsitektur Universitas Indonesia. “Guru di bimbel banyak memberikan rumus praktis dalam mengerjakan soal, terutama untuk eksakta,” ujarnya.
Tsanny (17), siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Baleendah, Bandung, mengatakan, bimbel menjadi tempat belajar alternatif selain sekolah. Alasannya, penjelasan dari guru tak selalu dipahami secara utuh oleh siswa.
“Pemaparan guru di sekolah sering terbatas oleh waktu. Misalnya, jam pelajaran Matematika hanya 90-135 menit per hari. Sementara itu, materi dan latihan soal yang perlu disampaikan cukup banyak,” kata Tsanny.
Ia menuturkan, bimbel membantunya untuk meningkatkan prestasi akademis di sekolah. Sejak duduk di kelas X, ia berusaha memperoleh nilai yang baik agar lolos ke PTN tanpa tes, yakni hanya mengacu pada nilai rapor. Secara umum, jalur ini Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selain itu, menurut Tsanny, bimbel juga memberikan berbagai masukan dan informasi seputar perguruan tinggi. Ketika ada tugas atau ujian, dia selalu mengajukan tutorial di luar jadwal bimbel. Alhasil, nilai ujiannya pun selalu memuaskan, yakni rata-rata 90 per mata pelajaran.
Menurut Kharisma (18), siswa kelas XII IPA SMA Pasundan 1, Bandung, bimbel memiliki metode ajar tertentu yang disesuaikan dengan pola belajar siswa. Misalnya, mengubah materi menjadi permainan yang menarik. “Guru-guru di tempat les lebih kreatif dan humoris,” ujarnya.
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Bimbel Prosus Inten Jakornat Sinaga, di Jakarta, mengamati, selama ini sekolah hanya menyiapkan siswa untuk lulus SMA. Adapun bimbel menyiapkan siswa agar bisa diterima di perguruan tinggi idaman.
Ia menjabarkan, kini UN bukan akhir perjuangan siswa SMA. Perhatian siswa saat ini umumnya tertuju pada SBMPTN dan ujian mandiri PTN.
Mendalami materi
Direktur Utama PT Prima Edu Pendamping Belajar, perusahaan pemilik bimbel Primagama, Azhar Risyad Sunaryo, mengatakan, mayoritas siswa yang jadi kliennya berpendapat, pengajaran di sekolah kurang memuaskan.
“Jumlah siswa di dalam satu kelas 30-40 orang. Guru tak bisa intens secara individual sehingga pada akhir jam sekolah, siswa tersebut belum sepenuhnya memahami pelajaran,” ujarnya.
Adapun di bimbel, diterapkan pola kelas yang kecil, yakni hanya berisi 15 siswa, disertai metode belajar yang santai sehingga siswa tak sungkan bertanya.(C05/C06/DNE)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Februari 2016, di halaman 11 dengan judul “Les Jadi PelengkapPengajaran Kelas”.