Target 2019, 150 Industri Produk Inovatif
Pemerintah akan melibatkan lembaga riset nasional dalam rekayasa dan rancang bangun pembangunan infrastruktur. Namun, proses itu dikhawatirkan akan terkendala lantaran keterbatasan prasarana, terutama laboratorium dan peralatan. Untuk itu, perlu strategi untuk menggalang kerja sama dengan industri.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyampaikan hal itu kepada Kompas, Selasa (11/8) di Jakarta. Untuk menarik industri dalam kegiatan riset iptek, pemerintah dalam hal ini Menko Perekonomian menyiapkan peraturan pemerintah tentang keringanan pajak dan bea masuk bagi industri yang mengalokasikan anggarannya untuk riset.
“Dalam kerja sama dengan lembaga riset dan perguruan tinggi, industri diharapkan memberi bantuan alat riset,” ucapnya. Selain insentif, industri bisa memanfaatkan hasil riset untuk memberi nilai tambah produk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prasarana yang kurang memadai antara lain tampak pada sejumlah laboratorium uji milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, yang usang. Peremajaan dan revitalisasi peralatan dinilai penting karena produk yang diuji berteknologi maju dan berkualifikasi tinggi.
Minimnya alat pengujian dan riset juga dihadapi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Menurut Kepala Laboratorium Fisika Medis dan Biofisika Supriyanto A Pawiro, dari empat peralatan pengujian fisika, hanya satu yang berfungsi. Padahal, laboratorium di FMIPA UI pernah jadi perintis ilmu material.
Nasir menambahkan, kerja sama dengan industri bisa mengatasi keterbatasan sarana laboratorium. Hal itu antara lain dilakukan UI bekerja sama dengan Mochtar Riady untuk mengembangkan nanoteknologi.
Di tempat terpisah, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan, belanja modal dari anggaran pemerintah hanya 10 persen penyerapannya. Padahal, itu memiliki daya pengungkit perekonomian terbesar.
Dalam pembangunan infrastruktur, modal peralatan diperlukan dalam rancang bangun infrastruktur. Proses rancang bangun bernilai 5 persen dari nilai proyek, tetapi dampaknya 90 persen dari total proyek.
Produk riset
Nasir menargetkan, 150-200 industri pada 2019 memproduksi produk hasil inovasi riset. Dengan memanfaatkan riset, produk bernilai tambah sehingga meningkatkan daya saing bangsa. Strategi itu juga untuk mendorong makin banyak industri menerapkan hasil riset.
Tahun 2013 total belanja penelitian dan pengembangan nasional hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto Indonesia. Riset pun sulit berkembang karena lebih banyak bergantung pada uang negara. Sekitar 76 persen belanja litbang dibiayai pemerintah, sedangkan swasta hanya berkontribusi 24 persen.
“Ukuran daya saing bangsa adalah inovasi. Ukuran inovasi adalah seberapa banyak hasil riset jadi produk industri,” kata Nasir. Jadi, pihaknya berusaha memikat industri agar melaksanakan riset atau bekerja sama dengan lembaga riset untuk membuat produk baru berbasis inovasi.
Dari total target 150-200 industri yang membuat produk baru berbasis inovasi pada 2019, pihaknya menargetkan mendapatkan 28 industri tahun ini. Target 2015 terlampaui karena 35 industri sudah sepakat mengembangkan produk inovatif.
Produk inovatif itu diarahkan untuk turut mengatasi masalah negeri, termasuk untuk obat. Nasir menyebutkan, lebih dari 92 persen bahan baku obat adalah hasil impor. Padahal, Indonesia punya sumber daya hayati yang berpotensi jadi bahan baku. Contohnya, laboratorium PT Dexa Medica, Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences, mengembangkan riset obat berbahan sumber daya hayati Indonesia.
Kementerian Ristek dan Dikti juga mengupayakan insentif bagi industri yang melibatkan riset. Salah satunya, pengurangan pajak ganda bagi industri penghasil produk teknologi baru, seperti panel surya. Namun, itu menanti pengesahan lewat peraturan pemerintah. Aturan keringanan pajak dan perizinan itu ditargetkan rampung tahun ini. (YUN/JOG)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Lembaga Riset Minim Prasarana”.