Leluhur Hitu Sadar Tsunami

- Editor

Senin, 21 Januari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selama dua tahun terakhir, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) meneliti kawasan Hitu yang berada di bagian utara Provinsi Maluku. Yang menarik dari temuan-temuan mereka adalah, sisa-sisa pemukiman kuno justru banyak ditemukan di tempat-tempat ketinggian antara 100-200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara sisa-sisa pemukiman kuno tak ditemukan di pinggir-pinggir pantai bagian bawah.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Peneliti Puslit Arkenas melakukan ekskavasi di Situs Tomu, Leihitu, Maluku tengah, Maluku tanggal 18 September 2018 lalu

Berdasarkan hasil ekskavasi di Situs Tomu yang lokasinya beberapa ratus meter di atas Pelabuhan Hitu Lama, hunian di Tanah Hitu rupanya sudah mulai tampak sejak abad ke-7.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Pemilihan tempat hunian di daerah agak tinggi kemungkinan besar disebabkan karena pengalaman masyarakat setempat menghadapi gempa bumi dan tsunami berkali-kali. Sayangnya, setelah VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda) masuk ke Maluku abad ke-17, Belanda justru menyuruh masyarakat lokal tinggal di bawah agar mudah dikontrol,” kata arkeolog senior Puslit Arkenas, Bambang Budi Utomo yang biasa dipanggil Tomi, Jumat (18/1/2019) di Jakarta.

Kearifan lokal yang sudah berjalan turun-temurun itu dilanggar oleh kepentingan ekonomi perdagangan rempah di Maluku. Dan benar, seperti dicatat naturalis Georg Everhard Rumphius, gempa dahsyat disertai tsunami besar mengguncang Pulau Ambon dan Seram pada 17 Februari 1674.

Tsunami setinggi tiga meter menghantam pesisir Hitu yang penuh dengan pemukiman orang-orang Belanda. Dilaporkan 36 orang tewas. Korban jiwa akibat bencana tersebut di seluruh Pulau Ambon dan Seram total mencapai 2.322 jiwa. “Belanda tidak menyadari ancaman gempa bumi dan tsunami. Kearifan lokal yang sudah ada dilanggar dan korban jiwa pun berjatuhan,” kata Tomi.

Belanda tidak menyadari ancaman gempa bumi dan tsunami. Kearifan lokal yang sudah ada dilanggar dan korban jiwa pun berjatuhan.

Belajar dari kearifan lokal leluhur masyarakat Hitu “membaca” tanda-tanda alam, khususnya bencana tsunami, Tomi meyakini ada bahasa khusus dari masyarakat lokal di sana untuk menyebut apa itu tsunami. “Sampai sekarang saya mencari apa itu bahasa lokal tsunami bagi masyarakat di Hitu daerah lainnya di Indonesia. Seperti di Pulau Simeulue, Aceh, misalnya ada tradisi Smong memperingatkan masyarakat untuk berlari ke atas bukit, bukan ke laut saat terjadi gempa besar. Karena mengenali gejala alam, maka sebagian besar dari mereka selamat,” ujarnya.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Kawasan Jazirah Leihitu terlihat dari Situs Tomu yang berada di daerah lebih tinggi. Jika dulu masyarakat lokal Hitu sudah terbiasa tinggal di daerah tinggi, kini justru kebiasaan itu tidak ada lagi. Pemukiman pada penduduk justru menumpuk di sepanjang pinggir pantai yang rawan diterjang tsunami jika gempa bumi besar muncul

Pusat perdagangan rempah
Peneliti memperkirakan Kawasan Hitu dihuni jauh sebelum kedatangan empat perdana atau empat kelompok masyarakat yang pertama datang di Tanah Hitu (sekitar abad ke-15) karena jejak hunian di sana tampak sekitar abad ke-7 hingga 10. Saat itu, Hitu berkembang menjadi pelabuhan dan bandar utama di Maluku. Namun, memasuki abad ke-17 Hitu tak lagi menduduki posisi penting sebagai bandar utama yang mengoordinir bandar-bandar kecil. VOC mulai menguasai perdagangan rempah dan mematikan aktivitas ekonomi Hitu dengan membuat Pelabuhan baru di Ambon.

PUSLIT ARKENAS FOR KOMPAS–Temuan fragmen keramik China di Situs Tomu yang menunjukkan adanya praktik perdagangan lintas pulau, bahkan luar negeri sejak masa lampau di Hitu

Menurut Kepala Puslit Arkenas I Made Geria, penelitian Situs Tomu di Maluku Tengah merupakan satu dari 12 penelitian terbaik yang digelar Puslit Arkenas tahun 2018. Sepanjang 2018, Puslit Arkenas melakukan total 96 penelitian yang tersebar di seluruh Indonesia. Seluruh penelitian diwajibkan memberikan kontribusi riil bagi masyarakat.

Oleh ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 19 Januari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 49 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB