Latifah Nurahmi, Percaya Diri Peneliti Robot untuk Kemanusiaan

- Editor

Rabu, 18 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Latifah Nurahmi (34) sempat tidak percaya diri menekuni bidang mekanika teknik mesin yang didominasi laki-laki. Namun, perjalanan hidupnya membuktikan, dia tak hanya bisa beradaptasi tetapi juga meraih prestasi di sana.

ARSIP PRIBADI—Latifah Nurahmi, dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Jawa Timur, yang menekuni teknologi robot untuk membantu tindakan medis.

Menggeluti dunia mekanik jadi impian Latifah Nurahmi (34) sejak remaja. Kini, dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Jawa Timur, itu mendalami robotika yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung dunia medis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Awalnya, Latifah berpikir perempuan yang menggeluti bidang teknik cukup di bagian yang ”ringan-ringan” saja. Saat ini, riset Latifah bersama tim di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) terkait robot yang membantu dokter menjalankan operasi fraktur tulang membuat dirinya mendapat pengakuan gemilang.

Dia menjadi satu dari dua perempuan peneliti Indonesia yang menerima penghargaan bergengsi L’Oreal-UNESCO for Women in Science (FWIS) National Fellowship 2020 pada Rabu (25/11/2020) secara virtual. Penghargaan ini diberikan setiap tahun untuk mendukung perempuan peneliti atau ilmuwan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tujuannya terus berkontribusi dalam bidang riset yang semakin dibutuhkan dunia.

Pengakuan atas risetnya yang berdampak besar pada kehidupan manusia itu membuat dirinya terharu. Ingatannya pun melayang saat dia sedang mengerjakan proposal untuk ajang FWIS 2020 tentang robot operasi reduksi fraktur sebagai teknik bedah invasif minimal pada Oktober lalu.

Sebelumnya dia terharu menyaksikan tayangan dua ilmuwan perempuan Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A Doudna yang meraih Nobel Kimia 2020. ”Ketika saya melihat kemenangan perempuan yang meraih Hadiah Nobel Kimia, saya ikut terharu, seakan-akan saya yang dapat. Maksudnya, perempuan pun pencapaiannya bisa luar biasa. Hasil penelitian mereka akan membawa dampak luas. Itu jadi motivasi ketika saya submit proposal dan ternyata bisa jadi salah satu pemenang,” ujar Latifah yang dihubungi dari Surabaya, Jumat (11/12/2020).

Tahun 2015, Latifah memulai riset pemanfaatan robotika untuk medis saat pulang kembali ke kampus. Suatu ketika, kakinya terkilir sehingga sulit berjalan karena jatuh dan dia berkunjung ke dokter rehabilitasi. Di tengah situasi ini, suaminya, seorang polisi, Febri Rijal Syaifuddin, memberi ide pemanfaatan desain robot untuk membantu rehabilitasi.

”Suami dulu waktu kecilnya mau jadi ilmuwan, jadi kami suka diskusi. Ketika ide dari suami tercetus, saya sudah punya teori mendesain robot. Jadi, mulai terbuka untuk memanfaatkan di dunia medis, robot yang membantu rehabilitasi kaki terkilir. Ternyata robot bisa dipakai untuk membantu medis,” cerita Latifah.

Latifah yang berkutat di riset fundamental yang awalnya di teori desain, lalu mendesain robot. Kemudian berlanjut, menganalisa gerak tumit dan gerak robot, ternyata cocok. Hal ini sejalan dengan ilmu kinematika dan dinamika yang digelutinya saat menjalani program doktor robotika di Perancis.

”Robot untuk membantu rehabilitasi tumit sudah kami diskusikan dengan dokter rehabilitasi. Banyak input yang diberikan untuk perbaikan di bagian ini dan itu supaya berfungsi baik,” kata Latifah.

Setelah purwarupa robot untuk rehabiltasi bisa dihasilkan, ide menciptakan robot untuk medis terus berkembang. Tahun ini, Latifah dan tim mengembangkan robot yang dapat membantu operasi patah tulang. ”Persiapannya sudah setahun. Sekarang untuk analisis dan pengembangan. Kami berharap robot ini nanti sampai bisa diaplikasikan di rumah sakit,” kata Latifah.

ARSIP L’OREAL INDONESIA—Latifah Nurahmi penerima penghargaan L’Oreal-UNESCO for Women in Science (FWIS) National Fellowship 2020. Latifah yang dosen di ITS ini meneliti robot untuk operasi fraktur tulang.

Percakapan berkesan
Pencapaian Latifah dalam bidang robotika tak terbayangkan sebelumnya. Ia mengaku pernah tak percaya diri berkecimpung di bidang teknik mesin, yang didominasi laki-laki. Meskipun dirinya suka dengan bidang mekanik sejak SMA, dia beranggapan perempuan cukup berada di belakang layar dengan pekerjaan ringan. Dia pun berpikiran dirinya tak perlu sampai turun tangan pada kegiatan yang banyak praktik langsung.

Namun, sebuah percakapan sederhana mengubah total pandangannya. Tahun 2012, Latifah menjalani studi S2 di Perancis. Suatu ketika, dalam sebuah undangan, dia berbincang dengan salah satu direktur perusahaan Total yang memberinya beasiswa S-2 tersebut. Perbincangan yang cair dan singkat tentang pilihan sekolah di bidang teknik mesin yang ditujukan ke Latifah mengubah hidupnya.

”Saya keceplosan bilang, karena saya perempuan, saya memilih yang tidak ke arah yang berat-berat. Jawaban saya ini justru dapat teguran yang mengubah hidup saya,” kenang Latifah.

Hingga kini, dia masih ingat pesan sang direktur. ”No, no. Tidak seperti itu. Karena laki-laki dan perempuan itu sama. Kalau kamu secara sadar memasuki bidang teknik mesin yang kamu pilih, kenapa harus berpikir berbeda,” kata Latifah menirukan ucapan direktur.

Percakapan singkat itu membuat Latifah tak lagi menilai dirinya lebih rendah dibandingkan pria yang mendominasi bidang terkait teknik mesin. Dari peristiwa itu, dia sadar hambatan perempuan untuk maju lebih pada keraguan dan rasa tidak percaya diri. Sejak saat itu, Latifah semakin mantap melangkah meniti kariernya sebagai peneliti.

ARSIP PRIBADI—Latifah Nurahmi (tengah), dosen di teknik mesin ITS yang mendalami robotika, awalnya tak percaya diri masuk di dunia teknik mesin yang didominasi laki-laki.

Dunia robotika yang dipilih Latifah di studi doktornya menggambarkan dirinya tak ragu lagi. Selama studi, Latifah mendalami riset fundamental, untuk desain robot. Totalitasnya menggeluti karier peneliti membuahkan hasil. Saat kembali ke ITS, Latifah melihat peluang untuk membuat robot.

“Saya melihat ada celah bidang kinematika dan dinamika belum banyak. Keahlian ini penting seperti menganalisis jenis gerakan apakah berputar atau lurus saja. Terus, kalau gerak lurus butuh power, gaya hingga berapa. Pengaruhnya nanti ke bentuk desain. Benar, teori saya bisa teraplikasikan dan nyambung dengan partner di ITS yang spesialis kontrol,” jelas Latifah.

Sebagai ilmuwan dan akademisi, Latifah ingin supaya riset fundamental dan aplikasi robot bisa berjalan menjadi suatu siklus. Di awal, Latifah menggeluti pengembangan teori untuk desain robot. Sekarang, Latifah mulai fokus riset fundamental tentang dinamika. Misalkan robot ketika melakukan sebuah pekerjaan, tiba-tiba di suatu titik bisa begetar. Idealnya robot berjalan mulus, tidak boleh bergetar saat bergerak.

”Untuk fundamentalnya kita enggak mengutak-ngatik motornya, dipindahkan ke sana atau ke sini, sebagai upaya trial dan error. Tapi kita mengutak-atik properties robotnya dulu, kita lihat. Kalau bergetar, ada teori yang bisa untuk menyeberangi area itu tanpa ada bergetar. Itu yg sedang kami kerjakan dan tulis untuk kebutuhan dunia akademis di jurnal. Selanjutnya mau dipraktikkan di robot tulang ini,” jelas Latifah.

Fokus pengembangan robot untuk medis dipilih Latifah untuk mulai mengenalkan robot dalam pelayanan di rumah sakit. Keterlibatan robot di rumah sakit di Indonesia dirasa masih kurang. “Langkah pertama pasti ingin lebih mengenalkan robot untuk pelayanan medis. Lewat riset ini, kami berharap ada yang memakai. Kami bercita-cita supaya layanan kesehatan di rumah sakit mulai memanfaatkan teknologi dan dokter yang berdampingan,” ujar Latifah.

Latifah Nurahmi

Lahir : Solo, 16 November 1986

Pendidikan :
S-1 Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya (2005-2009)
S-2 Desain Sistem dan Produk, Ecole Centrale de Nantes, Perancis (2010-2012)
S-3 Robotik, Ecole Centrale de Nantes, Perancis (2012-2015)

Pekerjaan :
Kepala Laboratorium Rekayasa Kontrol dan Sistem, Departemen Teknik Mesin, ITS (2020-sekarang)
Kepala Riset Robotika Industri, Pusat Unggulan Mekatronik dan Industri Otomasi, ITS (2017-sekarang)
Asisten Profesor, Departemen Teknik Mesin, ITS (2015-sekarang)
Asisten Dosen, Departemen Teknik Mesin, Ecole Centrale de Nantes, Perancis (2012-2015)

Penghargaan, antara lain:
L’Oreal-UNESCO For Women In Science 2020 (Desember 2020)
Penelitian dan Penampil Terbaik oleh Toray Science Foundation (2018)
Juara 3 Penghargaan Paper Mahasiswa Terbaik, IFToMM Symposium on Mechanism Design for Robotics (2015)
Poster Interaktif Terbaik, IFToMM Asian Mechanism and Machine Science ke-5 (2018)

Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU

Editor: DAHONO FITRIANTO

Sumber: Kompas, 18 Desember 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Inspirasi dari Perempuan Peneliti: Jalan Terang Masa Depan
Supartono, Ahli Beton Pratekan
Prof. Somadikarta Dengan Waletnya
Hakim Modern: Statistik
Prof. Drs. Med. Radioputro: “Sarjana Tak Bermutu”
Yohanes Martono, Ketekunan Peneliti Pemanis Alami
Lusiawati Dewi, “Dosen Tempe” dari Salatiga
Musa Hubeis Setia Mengkaji Pengembangan UMKM
Berita ini 20 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 23 Agustus 2022 - 23:01 WIB

Inspirasi dari Perempuan Peneliti: Jalan Terang Masa Depan

Senin, 22 November 2021 - 20:18 WIB

Supartono, Ahli Beton Pratekan

Jumat, 24 September 2021 - 13:32 WIB

Prof. Somadikarta Dengan Waletnya

Selasa, 10 Agustus 2021 - 23:23 WIB

Hakim Modern: Statistik

Rabu, 21 Juli 2021 - 12:54 WIB

Prof. Drs. Med. Radioputro: “Sarjana Tak Bermutu”

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB