Lansekap Kota Besar, Cermin Kebutuhan Manusia akan Alam

- Editor

Rabu, 17 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SEBUAH permintaan datang ke meja kantor Fong, Preston, Jung Associates sekitar pertengahan tahun 1970-an. Mereka diminta membuat lansekap untuk atap ruang parkir bawah tanah sebuah gedung berlantai-12 di Wilshire Boulevard, Los Angeles(AS).

LINGKUNGAN di sekitar gedung itu terasa sesak. Banyak gedung tinggi di jalanan yang padat kendaraan itu. Sementara lahan yang bisa dikerjakan Allen Fong hanya sekitar 12 meter kali 18 meter. Kecil untuk ukuran ruang luar yang terjepit di antara gedung tinggi. Tapi apa daya, memang hanya itu ruang tersisa, yang dalam dunia arsitektur dikenal dengan istilah SLOAP (space left over after planning).

Di areal yang sempit itu, sang klien meminta agar Fong bisamembuatnya sebagai daerah umum. Artinya, orang yang berlalu-lalang bisa duduk, membaca, makan siang, bahkan kalau perlu istirahat sambil menikmati matahari. Namun tentu saja areal itu juga harus berhubungan dengan bagian belakang kantor sang klien dan mempunyai hubungan ke pintu daruat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pikir punya pikir, akhirnya Fong memutuskan untuk membuat lansekap yang menyatu dengan gedung. Karena jalan di pinggir gedung menggunakan batu bata, Fong juga memakai batu bata yang sama sebagai elemen keras dari rancangannya. Selain menjaga kontinuitas, ternyata yang menjadi dasar pertimbangan Fong juga soal ukuran batu bata yang terasa kontras dengan masifnya gedung di sisi yang lain. Pertimbangan lain adalah soal harganya yang relatif murah dan perawatannya yang mudah.

Sebagai tanda bagi penggunaa jalan bahwa ada ”sedikit taman” dekat gedung tinggi itu, Fong menenempatkan air mancur kecil dengan beberapa mata pancur di ujungnya. Sedangkan pada bidang tembok batu bata bercat putih, sebaris pohon ara ditanam. Hijaunya daun pohon tersebut terasa menyejukkan di dekat air mancur dan dalam kontras dengan tembok putih di belakangnya. Tak jauh di belakang air mancur itu dibuat tempat duduk-duduk dari batu bata yang sama, yang berbentuk lingkaran. Hasilnya, setiap hari puluhan pegawai dari kantor-kantor gedung tinggi di sekitar itu datang dan makan siang di lansekap garapan Fong. Kehangatan matahari, kesejukan air mancur dan hijau daun, terasa lebih menyehatkan ketimbang dinginnya penyejuk udara di dalam kantor.

Lain Allen Fong, lain pula George Hargreaves dari Hargreaves Associates. Menjelang akhir dasawarsa 1980-an, oleh balai kota San Jose, California, ia ditugasi menggarap lansekap daerah terbuka kota yang paling tua. Tempat itu merupakan pusat kota. Bentuknya seperti pulau di tengah-tengah lalu-lintas padat dan gedung-gedung penting, seperti museum seni, balai sidang, dan hotel-hotel besar.

Bentuk taman –yang dikenal dengan nama San Jose Plaza Park– itu hampir persegi empat dengan ujung-ujung yang agak bulat. Salah satu ujungnya malah merupakan pertigaan yang cukup ramai. Dari ujung barat ke timur, Hargreaves membuat jalur untuk pejalan kaki yang melintasi taman. Di jalur itu, ia menempatkan sejumlah kursi kayu dan lampu taman ganda bergaya Victoria.

Kira-kira separuh jalan dari ujung barat taman, sang perancang membuat jalan kecil setengah lingkaran yang di salah satu sisinya diberi tempat duduk kayu. Di situ para pengguna taman bisa duduk dan menikmati bunga merah yang melandai ke sisi lain. Sedangkan pada ujung barat ditanam sejumlah pohon buah-buahan.

Yang paling menarik dari karya Hargreaves ini adalah penempatan 22 air mancur jet dalam bentuk simetris. Setiap air mancur diletakkan di pertemuan garis batu bata. Air mancur itu diprogram sedemikian rupa, sehingga ia membentuk “semacam halimun di pagi hari, lantas menjadi pancuran kecil di siang hari, dan pancuran tinggi di malam hari.

Lebih dari itu, ke-22 air mancur itu berbeda dengan air mancur umumnya yang boleh dipandang tapi tak boleh dipegang. Air mancur karya Hargreaves ini boleh dinikmati sepuasnya oleh pengguna taman. Mereka boleh melintas di atasnya, duduk, tiduran, bahkan mandi kalau mau. Yang jelas, air dari air mancur ini ditanggung tidak akan membanjiri taman, karena Hargreaves sudah memperhitungkan dan melengkapinya dengan peralatan yang membuat areal sekitar air mancur bisa langsung kering sendiri. Tak heran bila taman yang satu ini begitu digemari penduduk San Jose. Di musim panas, air mancur inilah yang menjadi sahabat penduduk, penyejuk panasnya cuaca.

Apa sebenarnya gagasan Hargreaves tentang tamannya itu? Air mancur, misalnya, merupakan perwujudan dari sumur artesis yang dulu pernah dibuat di dekat San Jose Plaza Park pada awal tahun 1800-an. Demikian juga pohon buah-buahan yang ditanam melambangkan perkebunan buah yang berlokasi di sekitar San Jose. Lampu taman bergaya Victoria menunjukkan usia kota itu yang sekitar 300 tahunan. Dan, cahaya yang muncul di balik semburan air mancur di malam hari memperlihatkan betapa tinggi teknologi saat ini di Silicon Valley.

FONG maupun Hargreaves hanyalah segelintir perancang lansekap, yang ingin menerjemahkan alam dalam karyanya. Hal itu jugalah yang menjadi keprihatinan Ian McHarg, seorang profesor lansekap di University of Pennsylvania. Sepanjang tahun 1970-an, McHarg selalu bicara soal gagasan lansekap sebagai sebuah sistem ekologi. Di situlah, katanya, geologi, topografi, sifat aliran air, guna tanah, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan iklim menjadi elemen penting. Seperti dikemukakan Sutherland Lyall dalam bukunya Designing the New Landscape, pandangan Ian McHarg dilihat sebagai melintasi seluruh lapangan lasekap berskala besar serta perencanaan lingkungan. Ia McHarg juga dinilai membawa gagasan, lansekap lebih dari sekadar sekumpulan tanaman dan topografi yang disatukan secara artistik. Nafas yang dihembuskan McHarg adalah betapa pentingnya etika lingkungan. Dan etika itu tidak bertentangan dengan estetika.

Tetapi etika dan estetika memang tidak selamanya disatukan. Debat tentang apa yang dimaksud dengan etika lingkungan juga bisa berkepanjangan. Apakah menempatkan batu-batu besar dan keras dari gunung ke sebuah taman di kota besar berarti tidak menghormati etika lingkungan? Ataukah justru sebaliknya, memboyong alam ke dalam “keras”-nya kehidupan kota besar berarti membantu manusia dekat dengan alam?

Apa pun jawabannya, orang harus tahu bahwa keinginan bawah sadar manusia untuk berdekatan dengan alam selalu ada. Lantas bagaimana menyatukan kebutuhan tersebut tanpa merusak alam itu sendiri? (fit)

Sumber: Kompas, Jum’at, 28 Juli 1995

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB