Kuliah jarak jauh dengan memanfaatkan layanan belajar secara daring menjadi solusi bagi banyak orang yang terkendala kuliah secara konvensional. Kini, kuliah pun bisa dijalani tanpa hadir secara fisik di kampus. Pendidikan tinggi terbuka dan jarak jauh seperti yang ditawarkan Universitas Terbuka adalah contohnya.
Rencana baru hidup di Indonesia mulai berani dirancang Sani Nurhati (25), yang tujuh tahun ini menjadi pekerja rumah tangga di Singapura. Berbekal ijazah sarjana manajemen dari Universitas Terbuka (UT) yang diraihnya dengan ikut perkuliahan secara daring di Singapura, Sani menyiapkan diri mencari penghidupan di negeri sendiri.
Bagi Sani, mengikuti rangkaian wisuda sarjana lulusan Universitas Terbuka di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Senin (2/4/2018), menjadi momen start of my life untuk kembali ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Saya pergi bekerja ke Singapura karena ada rasa marah tidak bisa kuliah selepas lulus SMA di Cirebon. Orangtua saya yang petani tak percaya diri untuk menguliahkan saya. Padahal, di perguruan tinggi negeri, untuk mahasiswa tak mampu ada peluang dibiayai dengan beasiswa jika diterima,” kata Sani.
Sani memilih Singapura yang dekat dengan Indonesia karena juga tertarik untuk menguasai bahasa Inggris. ”Awalnya mau dua tahun saja kerja untuk ngumpulin uang kuliah. Pas dua tahun berlalu, mikir lagi, kalau sudah kuliah di Indonesia, pasti uang yang terkumpul tidak cukup. Akhirnya saya tetap lanjut kerja,” tutur Sani.
Dari informasi yang didapat ketika berkumpul dengan sesama TKI di Singapura di Paya Lebar, Sani mendapat informasi soal kuliah yang tidak harus hadir setiap hari, yang ditawarkan Universitas Terbuka. Layanan kuliah dilakukan di Sekolah Indonesia di Singapura, yang juga sering menjadi tempat kongkow para TKI untuk mendapatkan beragam pelatihan.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Sebanyak 2.500 lulusan mahasiswa Universitas terbuka mengikuti rangkaian acara wisuda di kampus UT di Tangerang Selatan. Salah seorang alumni UT yang juga Menkopolhukam Wiranto hadir dalam seminar di UT, Senin (2/4/2018).
”Saya bersemangat karena bisa kuliah tanpa meninggalkan kerja. Saya tinggal minta izin ke majikan bahwa saya mau kuliah lagi. Di rumah majikan, saya minta izin untuk memakai laptop saya dan mengakses wi-fi supaya bisa ikut tutor online,” kata Sani.
Bagi Yuli Astuti (25) yang bekerja di Singapura sejak 2010, meraih gelar sarjana manajemen juga merupakan mimpi besar yang berhasil diwujudkan. ”Tadinya gaji dari kerja di Singapura untuk biaya kuliah di Lampung. Tetapi, ada UT yang bisa kuliah tanpa harus berhenti kerja. Jadi, saya menunggu selesai kuliah dari UT dulu, baru kembali ke Lampung,” ujar Yuli.
Lain lagi dengan Maulisa Gemasih (24) asal Aceh dan Yunita Halaware (23) asal Ambon yang selepas SMA memilih UT karena bisa kuliah tanpa harus meninggalkan daerahnya. Mereka mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah.
”Saya beruntung direkomendasikan kepala sekolah untuk kuliah di UT dan bisa dapat beasiswa. Kalau kuliah di perguruan tinggi umum, pasti berat biayanya,” kata Yunita.
Menjadi tolok ukur
Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat mengatakan, UT menjadi tolok ukur (benchmark) dari model pendidikan tinggi yang menerapkan pembelajaran daring (online learning) di Indonesia. Universitas Terbuka terus bertransformasi dari perguruan tinggi jarak jauh yang tradisional ke modern.
”Penyelenggaraan pendidikan semakin memanfaatkan teknologi digital. Layanan utama dari online learning diterapkan mulai dari kegiatan registrasi secara online, bahan ajar digital, layanan bantuan belajar yang tidak lagi hanya tutorial tatap muka, tetapi secara online, hingga ujian,” kata Ojat.
Bahkan, Universitas Terbuka kini dijadikan rujukan untuk membantu perguruan tinggi konvensional yang hendak memperkuat online learning. Menurut Ojat, pembelajaran online ini dikembangkan dengan konsep, teori, dan model agar interaksi akademik yang terjadi di ruang kuliah dapat dipindahkan lewat layar (on screen).
”Meskipun belajar secara daring di dunia maya, mahasiswa harus tetap dapat merasakan punya komunitas akademik, mengalami interaksi dosen-mahasiswa untuk mengonsumsi pengetahuan. Jadi, mahasiswa tidak merasa sendirian dalam belajar. Mereka tetap dapat belajar bersama dengan cara online,” ujar Ojat.
Universitas Terbuka yang awalnya didominsi usia tua kini mulai bergeser diikuti anak muda. Mahasiswa dengan usia di bawah 25 tahun terus meningkat. Kini, jumlahnya lebih dari 33 persen dari total mahasiswa sebanyak 287.823 orang.
Pejabat pemerintah
Berkuliah di UT bukan hanya solusi bagi mereka yang terkendala secara finansial sehingga harus berkerja terlebih dahulu, bahkan hingga ke luar negeri. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang tampil sebagai pembicara di acara rangakian wisuda UT tahun ini juga merasakan terbantu dengan layanan kuliah secara daring.
Di zaman sekarang yang mengutamakam sumber daya manusia sebagai modal bangsa yang penting, terobosan pendidikan dengan pemnafaatan teknologi digital dirasakan semakin penting. Akses pendidikan yang berkualitas harus terbuka untuk semua orang, tanpa terhalang usia, kondisi ekonomi, ataupun geografis.
“Saya sudah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya, namun pada tahun 1993 merasa butuh kuliah. Saya ingin paham soal teori sosial politik sehingga mudah nyambung ketika berhubungan dengan banyak pihak. Saya sudah punya banyak bekal ilmu di pertahanan dan keamanan, namun minim pengetahuan soal sosial politik. Akhirnya, saya mendaftar di program administrasi publik UT di tengah kesibukan saya yang tinggi,” kata Wiranto.
Ketua Ikatan Alumni UT Linda Amelia Sari Gumelar mengatakan, ada sekitar 1,6 juta alumni UT. “Yang kuliah di UT dari istri presiden, pemimpin daerah, pengusaha, pekerja, hingga yang baru lulus SMA. Saya kuliah di program studi ilmu pemerintahan UT ketika jadi anggota DPR,” kata mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini.
UT yang awalnya didominsi usia tua, kini mulai bergeser diikuti anak-anak muda. Bahkan, lulusan SMA pun ada yang langsung memilih UT. Maulisa Gemasih (24) asal Aceh dan Yunita Halaware (23) asal Ambon, memilih UT karena bisa kuliah tanpa harus meninggalkan daerahnya. Mereka mendapatkan beasiswa Bidikmisi dari pemerintah sehingga kendala biaya bisa teratasi.
“Saya beruntung direkomendasikan kepala sekolah untuk kuliah di UT dan bisa dapat beasiswa. Kalau kuliah di PT yang umum, pasti berat biayanya. Saya juga tidak harus kos karena tidak tiap hari ke kampus,” kata Yunita yang untuk ke kampus di Ambon harus menempuh perjalanan sekitar dua jam dengan biaya transportasi sekitar Rp 30.000 pulang dan pergi.
Menjadi rujukan
Rektor UT Ojat Darojat mengatakan UT menjadi rujukan untuk model pendidikan tinggi yang menerapkan online learning di Indonesia. UT terus bertransformasi dari PT dari jarak jauh yang tradisional ke modern.
“Penyelenggaraan pendidikan semakin memanfaatkan teknologi digital. Layanan utama dari online learning diterapkan mulai dari kegiatan registrasi secara online, bahan ajar digital, layanan bantuan belajar yang tidak lagi hanya tutorial tatap muka tetapi secara online, hingga ujian,” kata Ojat.
Bahkan, UT kini dijadikan rujukan untuk membantu PT konvensional yang hendak memperkuat online learning. Menurut Ojat, pembelajaran online ini dikembangkan dengan konsep, teori, dan model agar interaksi akademik yang terjadi di ruang kuliah dapat dipindahkan lewat layar (on screen).
“Meskipun belajar secara daring di dunia maya, mahasiswa harus tetap dapat merasakan punya komunitas akademik, mengalami interaksi dosen-mahasiswa untuk mengkonsumsi pengetahuan. Jadi, mahasiswa tidak merasa sendirian dalam belajar, mereka tetap dapat belajar bersama dengan cara online,” kata Ojat.
Perkembangan digital membawa cara belajar digital yang semakin berkembang. Di UT, mahasiswa dengan usia di bawah 25 tahun terus meningkat. Jumlahnya mencapai lebih dari 33 persen dari total mahasiswa 287.823 orang.
“Generasi milenial akrab dengan komputer dan internet. Pembelajaran online akan semakin dibutuhkan,” kata Ojat.
Pembelajaran online, termasuk kuliah online, membuka peluang bagi siapa saja untuk kuliah. Banyak yang mampu mewujudkan mimpi untuk kuliah dengan mengalahkan berbagai hambatan berkat kuliah secara daring.
Sumber: Kompas, 11 April 2018