Dosen Banyak, tetapi Publikasi Karya Ilmiah Minim
Penambahan jumlah dosen dengan jabatan akademik guru besar atau profesor didorong Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Namun, penambahan kuantitas itu juga harus disertai komitmen penjaminan mutu para profesor.
Para dosen bergelar doktor yang berjumlah sekitar 23.000 orang setiap tahun akan bertambah karena yang menempuh pendidikan pascasarjana di dalam dan luar negeri saat ini berkisar 12.000 orang. Para dosen yang telah mencapai jabatan lektor kepala didorong untuk meningkatkan kariernya menjadi profesor. Setidaknya ditargetkan sekitar 23.000 profesor sesuai jumlah program studi yang ada. Saat ini, jumlah profesor berkisar 5.300 orang.
“Terobosan untuk menambah jumlah profesor harus dilakukan. Tetapi, bukan asal profesor, melainkan yang bermutu,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti. Hal itu dikatakannya dalam seminar nasional keprofesoran bertajuk “Menggagas Format Baru untuk Menghasilkan Profesor yang Lebih Berkualitas, Kreatif, dan Produktif” di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (18/12). Seminar dihadiri para doktor dari sejumlah perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak pertengahan tahun 2015, pengusulan profesor dilakukan secara daring. Ada kepastian batas waktu untuk memproses pengajuan ke Kemristek dan Dikti, yakni maksimal dua bulan pengajuan segera bisa diketahui diterima atau ditolak. Selain itu, ada juga masukan-masukan perbaikan sehingga calon profesor bisa segera mengusulkan kembali proses guru besarnya.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada, yang juga Tim Penilai Angka Kredit (PAK), Kemristek dan Dikti, Bambang Purwanto mengatakan, guru besar diharapkan menjadi pemimpin dalam pendidikan. Dalam penelitian, guru besar harus mampu berpikir besar dan integratif, melampaui sekat-sekat kampus, serta menghasilkan sesuatu bermanfaat. Sebagai ilmuwan, guru besar harus memberikan sumbangsih konkret sehingga mendapat pengakuan dari luar.
Dongkrak publikasi ilmiah
Menurut Bambang, peningkatan kuantitas dan kualitas profesor diharapkan salah satunya bisa mendongkrak publikasi karya ilmiah internasional dari Indonesia yang “tidur”, yang mengakibatkan Indonesia tertinggal dari Malaysia, Thailand, dan Singapura. Padahal, dari segi jumlah, Indonesia punya dosen yang paling banyak.
Akan tetapi, pengusulan jabatan akademik dosen untuk menjadi profesor menghadapi kendala dalam pemenuhan sejumlah syarat, utamanya dalam penelitian dam publikasi ilmiah. Persoalannya bukan hanya pada kualitas riset dan penulisan artikel ilmiah untuk publikasi internasional, melainkan juga minim pemahaman dalam memilih jurnal, terutama yang bereputasi internasional.
Ketua Tim PAK, yang juga Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung Yanuarsyah Haroen, mengatakan, pengusul calon profesor harus memenuhi syarat sedikitnya membuat satu publikasi internasional di jurnal ilmiah internasional bereputasi. Sebelumnya, syarat pengusulan minimal di jurnal nasional terakreditasi.
“Kita harus tantang agar pemikiran profesor bisa meningkat lagi hingga internasional supaya kita bisa melampaui negara-negara tetangga,” kata Yanuarsyah.
Untuk publikasi jurnal bereputasi internasional, Indonesia punya 16 jurnal. Adapun Malaysia punya 80 jurnal bereputasi internasional.
Para calon profesor, kata Yanuarsyah, masih membutuhkan peningkatan untuk melakukan riset bermutu sehingga menghasilkan publikasi internasional. Dalam realitasnya, ada dosen yang tidak layak mendapat jabatan akademik profesor.
“Ada kebodohan-kebodohan dalam proses pengajuan, terutama terkait syarat publikasi. Ada yang menjiplak karya orang lain,” ujar Yanuarsyah. (ELN)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Desember 2015, di halaman 11 dengan judul “Kualitas Profesor Diperkuat”.