Krisis Energi Bisa Direduksi dengan Bangunan Hijau

- Editor

Rabu, 25 Juli 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bahan bakar fosil di Indonesia diprediksi akan habis pada tahun 2025. Oleh sebab itu, upaya penghematan energi perlu mulai dilakukan, salah satunya dengan menerapkan konsep bangunan hijau atau green building.

Menurut data Green Building Council Indonesia, sektor bangunan dan konstruksi menghabiskan sebanyak 30 persen energi dan 12 persen air di seluruh dunia. Selain itu, sektor bangunan dan konstruksi juga menyumbang 35 persen gas rumah kaca atau GHG (greenhouse gas) untuk bumi. Angka ini sedikit banyak turut menyumbang emisi dan memperburuk isu pemanasan global serta perubahan iklim.

“Indonesia sudah meratifikasi Perjanjian Paris di tahun 2015. Dalam perjanjian itu, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 29 persen emisi gas karbon nasional. Tapi, 30 sampai 35 persen emisi dihasilkan oleh bangunan. Karena itu green building diperlukan untuk menghemat energi,” kata CEO Green Building Council Indonesia Surendro saat ditemui, Selasa (24/7/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS–Para pembicara seminar “Indonesia: Building A Greener and Healthier City” di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/7/2018).

Bangunan hijau merupakan bangunan yang mengutamakan efisiensi energi, salah satunya energi listrik. Efisiensi dilakukan sejak dari proses perencanaan, perancangan, pembangunan, hingga saat pengoperasian bangunan. Suatu bangunan bisa dikatakan hijau bila dapat memberi dampak positif ke lingkungan, contohnya mendukung reduksi polusi dan pemakaian air.

Suatu bangunan bisa dikatakan hijau bila dapat memberi dampak positif ke lingkungan, contohnya mendukung reduksi polusi dan pemakaian air.

Dari data yang dihimpun oleh Green Building Council Indonesia, bangunan hijau dapat mereduksi penggunaan air, energi, hingga pelepasan karbon dioksida. Menurut data, bangunan hijau dapat mereduksi 121.244 ton karbon dioksida per tahun.

“Ada rating tools untuk menilai apakah suatu bangunan termasuk hijau atau tidak, yaitu Greenship. Itu adalah sertifikasi bangunan hijau,” kata Surendro.

SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS–CEO Green Building Council Indonesia, Surendro, Selasa (24/7/2018).

Di Indonesia, khususnya di Jakarta, jumlah bangunan yang termasuk bangunan hijau ada 310 bangunan. Angka itu mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau. Namun menurut Surendro, bila mengacu pada Greenship, terdapat 11 bangunan hijau di Jakarta.

Direktur DP Architects Rida Sobana mengatakan, penerapan bangunan hijau adalah mengenai pola pikir, yaitu cara merancang bangunan. Konsep bangunan hijau seharusnya diterapkan dari saat perencanaan dan perancangan bangunan. Cara ini disebut dengan desain pasif.

Penerapan bangunan hijau adalah mengenai pola pikir, yaitu cara merancang bangunan. Konsep bangunan hijau seharusnya diterapkan dari saat perencanaan dan perancangan bangunan.

“Secara arsitektural, bangunan hijau bisa dirancang dengan beberapa cara. Misalnya, bangunan dirancang tidak menghadap ke arah barat supaya tidak panas. Lalu, letak jendela diperhatikan agar mendapat aliran udara. Kalau dirancang seperti ini, bangunan tidak perlu AC (air conditioner),” kata Rida.

Bangunan terbangun juga dapat ditingkatkan performanya menyerupai bangunan hijau. Fasad bangunan dapat diganti dengan kaca khusus yang dapat meneruskan cahaya matahari, namun tidak menghantarkan panas. Selain itu, peningkatan performa bangunan dapat dilakukan dengan pendekatan desain aktif.

“Salah satu cara paling efektif adalah dengan active design approach, contohnya dengan pakai AC hemat energi, fitur lampu automatic dimming, dan lainnya. Intinya, active design memanfaatkan teknologi pintar. Semakin pintar teknologinya, semakin efisien penggunaan energi di dalam bangunan,” kata Rida.

SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS–Direktur DP Architects, Rida Sobana, Selasa (24/7/2018).

Belum populer
Walaupun dapat mengurangi emisi, penerapan bangunan hijau masih belum lazim untuk masyarakat umum. Menurut Surendro, masih banyak masyarakat yang mengira bangunan hijau hanya sebatas memiliki banyak tanaman. Oleh karena itu, sosialisasi ke masyarakat terus dilakukan.

“Bangunan hijau digerakkan ke tiga arah. Pertama, ke pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Kedua, ke masyarakat yang terdiri dari para profesional dan orang awam. Ketiga, ke industri yang terdiri dari kontraktor, pengembang, dan konsultan,” kata Surendro.

Konsep bangunan hijau masih dianggap mahal karena sejumlah alasan, antara lain karena belum banyak ahli yang dapat merancang bangunan hijau dan karena harga teknologi pendukungnya masih tinggi. Namun, hal ini dianggap sebanding jika mempertimbangkan keuntungan yang akan diperoleh. Hingga kini, sosialisasi masih terus dilakukan.

“Sebenarnya bangunan hijau adalah tentang mindset. Bangunan hijau tidak harus mahal, yang penting ia berdampak ke lingkungan. Rusunawa Daan Mogot contohnya. Bangunan itu sudah disertifikasi sebagai bangunan hijau. Itu hasil kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta juga. Itu bukti bahwa sebenarnya low cost housing bisa jadi bangunan hijau,” kata Surendro.

Representasi G-Energy Global Indonesia Yosef Liem mengatakan, suatu bangunan dihitung dengan biaya awal dan biaya operasional. Jika bangunan hijau memerlukan biaya awal yang tinggi, hal itu tidak masalah. Itu karena sebuah bangunan hijau dapat menghemat energi sebanyak 10 hingga 30 persen. Hal itu akan berimbas pada biaya operasional gedung yang lebih efisien di kemudian hari.

Prediksi
Perkembangan bangunan hijau diprediksi akan meningkat di masa depan. Hal ini berhubungan dengan tuntutan penyelesaian pemanasan global dan isu kesehatan masyarakat, khususnya para pengguna gedung.

“Saya optimistis bangunan hijau akan berkembang di masa depan. Mau tidak mau kita akan didorong untuk lebih efisien dalam memakai energi,” kata Surendro.

Ia menambahkan, sertifikasi bangunan hijau juga tidak hanya berfungsi untuk efisiensi energi. Namun, sertifikasi bangunan hijau juga memiliki fungsi ekonomi. Hal ini karena sertifikasi adalah bentuk verifikasi aktual untuk meningkatkan nilai ekonomi suatu bangunan. (SEKAR GANDHAWANGI)–ADHI KUSUMAPUTRA

Sumber: Kompas, 24 Juli 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB