Indonesia yang berpenduduk sekitar 250 juta orang hanya memiliki pengusaha 1,65 persen. Dari jumlah pengusaha relatif sedikit itu, hanya 0,43 persen yang usahanya berbasis teknologi, jauh lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga yang mencapai 3 persen.
Sebagai contoh, angka pengusaha berbasis teknologi di Malaysia 5 persen, Singapura 7 persen, Thailand 4,5 persen, dan Vietnam 3,3 persen. Adapun Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang rata-rata 10 persen.
Demikian dikatakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir pada acara Pembukaan Pameran “Indonesia Innovations and Innovators Expo” (I3E) 2016, Kamis (17/11), di Grand Metropolitan, Bekasi, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Minimnya jumlah teknopreneur dan karya inovasi teknologi yang mendukung bisnis di Indonesia karena regulasi dan aturan menghambat wirausaha. Kondisi makroekonomi tak kondusif, padahal wirausaha perlu kestabilan ekonomi untuk menjamin kelancaran bisnis.
Masalah lain adalah infrastruktur berdampak besar bagi wirausaha karena transaksi ekonomi terbebani komponen biaya transportasi mahal. Selain itu, tak tersedia layanan finansial bagi bisnis mikro dan makro. Jumlah tenaga kerja terampil juga tidak memadai, padahal itu perlu untuk pengembangan industri.
KOMPAS/YUNI IKAWATI—Satpam Pintar, salah satu inovasi, dipamerkan di Indonesia Innovations and innovators Expo 2016, Kamis (17/11), di Grand Metropolitan Bekasi, Jawa Barat. Satpam Pintar ini adalah sistem kendali otomatis sensor terpadu yang diterapkan di pabrik dan perkantoran. Sistem itu bisa dipantau dari ponsel berbasis Android.
Masalah itu bisa teratasi jika wirausaha berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. “Dengan iptek dan inovasi, pemanfaatan sumber daya efektif dan efisien sehingga memberikan kontribusi signifikan pada perekonomian bangsa,” ujarnya.
Untuk itu, warga diimbau menghasilkan inovasi untuk mendukung perekonomian dan wirausaha berbasis teknologi. Tujuannya, agar bertahan pada krisis dan berkompetisi.
Berorientasi produk
Pihaknya mendorong perguruan tinggi serta lembaga riset dan pengembangan agar tidak hanya berorientasi litbang yang hanya menghasilkan publikasi ilmiah. Riset juga perlu berorientasi produk inovatif bernilai tambah tinggi untuk dipasarkan dan bermanfaat bagi warga.
Terkait hal itu, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Jumain Appe mengatakan, program insentif Inkubasi Bisnis Teknologi dijalankan. Itu berbentuk skema pendanaan dari pemerintah kepada lembaga inkubator, dan pelaku usaha pemula berbasis teknologi. (YUN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 November 2016, di halaman 13 dengan judul “Kontribusi Iptek Masih Rendah”.