Konsorsium Superkomputer Melawan Covid-19

- Editor

Kamis, 26 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah raksasa teknologi Amerika Serikat bekerja sama dengan komunitas ilmiah dan Pemerintah AS untuk berurun kemampuan 16 superkomputer guna mempersingkat waktu riset untuk menemukan obat maupun vaksin Covid-19.

ORNL/CARLOS JONES–Superkomputer IBM Summit di Oak Ridge National Laboratory (ORNL) Departemen Energi Amerika Serikat dalam foto yang diambil pada 31 Mei 2018. IBM Summit adalah superkomputer paling bertenaga di dunia dengan kemampuan komputasi 200 petaflops.

Extraordinary times call for extraordinary measures. Situasi luar biasa harus disikapi dengan langkah luar biasa. Superkomputer kini dilibatkan untuk melawan Covid-19.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejumlah raksasa teknologi Amerika Serikat bekerja sama dengan komunitas ilmiah dan Pemerintah AS untuk berurun kemampuan 16 superkomputer guna mempersingkat waktu riset yang digunakan untuk menemukan obat ataupun vaksin untuk Covid-19.

Ini artinya, akan ada lebih dari 775.000 inti prosesor dan 34.000 kartu grafis yang akan menghasilkan kemampuan komputasi sebesar 330.000 teraflops. Sederhananya, kemampuan ini setara dengan lebih dari 82.000 laptop Apple Macbook Pro terbaru yang bekerja maksimum.

Konsorsium antara industri, dunia ilmiah, dan instansi pemerintah ini bernama Covid-19 High Performance Computing Consortium.

Pengumuman kerja sama ini diumumkan White House pada Selasa (24/3/2020) dini hari waktu Indonesia atau Senin siang waktu setempat.

”Kami membuka seluruh kemampuan superkomputer untuk mempercepat riset ilmiah untuk obat dan vaksin. Amerika bergotong royong untuk melawan Covid-19,” kata Michael Kratsios, Chief Technology Officer Pemerintah AS, melalui keterangan resminya.

US DEPARTMENT OF ENERGY–Dalam foto yang diambil pada 15 Februari 2017 ini, seorang peneliti sedang berdiri di samping superkomputer Theta, milik Argonne National Laboratory, Departemen Energi AS. Theta menjadi salah satu sistem superkomputer yang tergabung dalam Covid-19 High Performance Computing Consortium. Konsorsium ini diciptakan hasil kerja sama pemerintah federal AS, pelaku industri, dan perguruan tinggi.

Konsorsium ini beranggotakan 13 perusahaan, perguruan tinggi, dan lembaga pemerintah. Pelaku industri yang ikut adalah IBM, Amazon, Google, dan Microsoft. Dari perguruan tinggi adalah Massachusetts Institute Technology (MIT) dan Rensselaer Polytechnic Institute (RPI).

Kemudian ada lima laboratorium pusat Departemen Energi AS, beserta lembaga antariksa Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan lembaga riset negara, National Science Foundation (NSF).

IBM, White House Office of Science and Technology Policy, dan Departemen Energi AS akan memimpin konsorsium ini.

Sebanyak 16 sistem superkomputer yang akan disediakan oleh konsorsium ini antara lain Oak Ridge Summit (200 petaflops/PF), Argonne Theta (11,7 PF), RPI AiMOS (11,1 PF), MIT Supercloud (6,9 PF), dan NASA Supercomputing Systems (19,13 PF).

Mempersingkat waktu
Sebetulnya apa yang bisa dilakukan superkomputer dalam upaya umat manusia melawan Covid-19?

Direktur IBM Research Dario Gil mengatakan, sistem superkomputer akan memungkinkan para peneliti menjalankan kalkulasi dalam jumlah yang sangat besar dalam penelitian pada bidang epidemiologi, bioinformatika, dan modeling molekul.

”Eskperimen-eksperimen itu akan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama apabila dilakukan dengan sistem komputer biasa,” kata Gil.

Contohnya, pada awal Maret lalu, sebuah laboratorium pusat Departemen Energi AS, Oak Ridge National Laboratory (ORNL), telah mensimulasikan reaksi 8.000 zat kimia dengan virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Eksperimen ini menggunakan superkomputer paling cepat di dunia saat ini, IBM Summit.

Percobaan ini dilakukan untuk menemukan zat yang dapat menghilangkan kemampuan virus untuk menginfeksi sel manusia.

Direktur Pusat Biofisika Molekular ORNL Jeremy Smith mengatakan, IBM Summit memungkinkan simulasi yang biasanya membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan, kini cukup 1-2 hari.

Dengan hasil modeling dan simulasi yang dilakukan IBM Summit, ORNL telah menyeleksi 77 jenis molekul obat yang dapat diuji lebih jauh.

Vice President Google Mike Daniels mengatakan, pihaknya berharap dapat berkontribusi untuk memberikan akses sumber daya komputasi yang berguna bagi peneliti dalam penanggulangan Covid-19.

Proposal
Untuk bisa memanfaatkan kemampuan komputasi sumperkomputer ini, para peneliti diminta untuk mengirimkan proposal melalui portal yang disediakan oleh NSF.

Kepala Peneliti Departemen Kebumian, Atmosfer dan Planet MIT Christopher Hill mengatakan, sebuah steering commitee atau dewan pengarah akan memutuskan setiap proposal eksperimen yang diterima untuk dijalankan di sistem superkomputer yang mana.

Dewan pengarah ini beranggotakan setiap perwakilan dari institusi anggota konsorsium. Hill adalah perwakilan MIT di dewan pengarah konsorsium ini.

”Konsorsium ini berfokus mencari penelitian yang dapat menghasilkan kemajuan signifikan dalam rentang waktu 1 minggu hingga 3 bulan,” kata Hill melalui situs resmi MIT.

50 kandidat vaksin
Sementara itu, progres berbagai negara untuk menemukan vaksin juga sudah berlangsung sejak Maret ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memantau sejumlah kandidat vaksin Covid-19 yang sedang berada dalam tahapan penelitian.

Hingga akhir pekan lalu, WHO mencatat pada lamannya bahwa ada 50 kandidat vaksin yang sedang diteliti. Dari jumlah tersebut, ada dua vaksin yang sudah dalam uji klinis meski masih pada fase kesatu.

Kandidat vaksin pertama disponsori oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Jiangsu, China.

Berdasarkan data Chinese Clinical Trial Registry, percobaan ini dilakukan kepada 108 orang sehat berusia 18–60 tahun di dua rumah sakit di Wuhan. Hasil eksperimen ini diharapkan selesai pada akhir Desember 2020.

Kandidat vaksin kedua dikembangkan oleh pemerintah federal AS melalui Institut Nasional untuk Penyakit Menular dan Alergi (NIAID) dan perusahaan Moderna Inc. Eksperimen akan dilakukan kepada 45 partisipan berusia 18-55 tahun.

Eksperimen ini akan mengamati efikasi kandidat vaksin terhadap partisipan dari infeksi virus korona selama satu tahun. Studi ini dijadwalkan selesai pada Juni 2021.

Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Editor KHAERUDIN KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 24 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB