Tutupan ekosistem mangrove saat ini hanya tersisa 52 persen. Sebagian besar hutan mangrove hilang karena perubahan fungsi menjadi tambak, permukiman, dan perkebunan. Hal ini akan menghilangkan fungsi utama ekosistem lahan basah di pesisir sebagai penjaga abrasi dan segudang fungsi ekologis.
Apabila fungsi utama ini hilang, sejumlah bencana, seperti abrasi dan intrusi air laut, bakal menjadi permasalahan selanjutnya. Apabila hal itu terjadi di pulau-pulau terdepan, akan berpotensi mengubah garis batas teritori perairan Indonesia.
”Mangrove yang tinggal 52 persen ini, menurut saya, sudah red-zone alias bahaya. Harus ada terobosan untuk beralih ke konservasi (perlindungan),” kata Agung Kuswandono, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman, Selasa (27/3/2018) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Pakar dari kampus dan kementerian memaparkan presentasi dalam Lokakarya Nasional Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Penurunan Muka Tanah di Lahan Basah Pesisir, Selasa (27/3/2018) di Jakarta.
Ia hadir dalam Lokakarya Nasional Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Penurunan Muka Tanah di Lahan Basah Pesisir yang diselenggarakan kementeriannya bersama Wetlands International. Pertemuan ini dihadiri akademisi dan kelompok masyarakat sipil yang bekerja di pesisir ataupun isu air.
Agung pun mendorong agar sudah saatnya industri kehutanan tidak lagi mengeksploitasi kayu dari hutan mangrove.
KOMPAS/DANU KUSWORO–Salah satu bagian Suaka Margasatwa Baun, Kepulauan Aru, berupa hutan bakau (mangrove), yang menjadi tempat berkumpul dan minum, bagi kawanan burung, Minggu, (4/3/2018). Kondisi sebagian hutan bakau tampak merana.
Di Papua Barat, terdapat satu perusahaan kehutanan yang mendapatkan izin menebang hutan alam untuk pembuatan cip (kepingan kayu untuk bahan bakar).
”Harus diakui kalor dari kayu mangrove itu tinggi, arangnya bagus. Tapi tingkat pengambilan dan hasilnya harus dipertimbangkan. Menanam itu lebih berat daripada menebang,” katanya.
Ia mengatakan, konservasi pesisir melalui penyelamatan mangrove telah dikerjakan oleh banyak kementerian/lembaga serta kelompok masyarakat sipil. Namun, ini masih bersifat sporadis.
Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menggunakan rekayasa penyelamatan pesisir di Demak, Jawa Tengah, dengan memunculkan kembali sedimen-sedimen yang muncul ke permukaan. Lahan ini kemudian ditanami dengan mangrove.
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN–Ketua kelompok peduli lingkungan Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun (CAMAR), Juraimi, mengecek perkembangan 2.113 mangrove di Desa Tambakrejo, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (22/1/2018). Mangrove tersebut ditanam Sahabat Alat Lindungi Hutan. Setiap proses tumbuh kembang mangrove dapat dipantau melalui aplikasi khusus.
Hendra Yusran Sirry dari Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP memberi contoh lain, seperti pemasangan sabuk pantai sepanjang 3,3 kilometer di Karawang, Jawa Barat.
Sabuk pantai tersebut diharapkan dapat menjebak sedimen dan membentuk lahan 3.000 ha. Area ini sebelumnya berupa mangrove yang dikonversi menjadi tambak dan menghilang karena abrasi.
”Setelah lahan terbentuk, kami ingin agar segera disertifikasi atas nama pemerintah kabupaten untuk menjadi sabuk hijau (ditanami mangrove),” katanya.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 27 Maret 2018