Komunitas Perumus Peradaban

- Editor

Minggu, 15 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hisyam Jukifli, Jason Fong, dan Chien Ping duduk sambil mengawasi lalu lalang orang dalam konferensi Tech in Asia Singapore 2016 di Suntec City Convention Centre, Singapura, Selasa (12/4). Ketiganya mahasiswa jurusan bisnis di Ngee Ann Polytechnic, Singapura.

Lanskap bisnis di gelombang masyarakat informasi yang butuh model bisnis baru menarik Jukifli, Fong, dan Ping ke ajang tersebut. Menyadari kawan ngobrol mereka seorang praktisi media, ketiganya lalu bertanya macam-macam hal tentang kemungkinan model bisnis yang bisa dikembangkan.

Keterkaitan industri komputasi, komunikasi, dan konten yang membentuk multimedia interaktif sebagai keniscayaan konvergensi menjadi topik pembahasan. Topik lain adalah model berita yang idealnya mempertemukan irisan kemampuan jurnalis profesional, analisis big data, dan suara publik di media sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Minat untuk tahu lanskap baru industri di mana konsep-konsep seperti total quality management dan business process re-engineering tidak lagi relevan ternyata bukan hanya milik Jukifli, Fong, dan Ping. Sebab, Andrew Sunjoyo, mahasiswa bisnis semester VI Prasetiya Mulya Business School, Jakarta, yang datang bersama empat temannya juga memburu jawaban atas pertanyaan sama. “Saya sebelumnya sudah memproduksi es batu yang bisa dipakai ulang bernama Fube,” kata Andrew.

Ia kemudian terlibat perbincangan dengan Jesslyn Eben dari toko grosir daring produk rumah tangga, Dusdusan. Andrew bertanya soal pusat-pusat distribusi Dusdusan dan Jesslyn lalu menjelaskan bisnisnya yang berada di antara penjualan langsung (direct selling) dan marketplace.

Karena itulah, keberadaan pusat-pusat distribusi yang bisa dipergunakan sebagai gudang dan pusat-pusat pelatihan atau pendidikan bagi yang terhubung dalam jejaringnya jadi penting.

8010781b97aa4cfa89465950fc270122KOMPAS/INGKI RINALDI–Salah satu aktivitas di salah satu sudut pada konferensi Tech in Asia Singapore 2016 di Suntec City Convention Centre, Singapura, Rabu (13/4). Sejumlah pelaku usaha rintisan (start-up) asal Indonesia, seperti OnAirNow, ikut dalam ajang tersebut.

Pertemukan dua pihak
Menurut Jesslyn, bisnis Dusdusan membutuhkan pusat distribusi, yang juga dipakai sebagai gudang. Untuk itu, Dusdusan membutuhkan biaya besar serta dukungan investor. Kebutuhan itulah yang membuat Jesslyn dan sejumlah rekannya mengikuti ajang itu.

Bukan tanpa alasan jika ajang Tech in Asia Singapore 2016 dipilih. Pada ajang itu, sebagian peserta adalah investor. Sekitar 4.100 peserta ikut dalam ajang tahunan itu. Sebanyak 7 persen di antaranya investor, 26 persen pelaku usaha rintisan atau start-up, 19 persen mahasiswa, 2 persen media, dan sisanya umum.

Untuk memikat calon investor, Jesslyn rela mengantre berjam-jam untuk beroleh kesempatan presentasi tentang solusi produk yang ditawarkan di hadapan calon investor atau media. Pertemuan dengan investor dalam ajang itu lebih sebagai perkenalan sebelum kesepakatan investasi dilakukan. Sesi Speed Dating itu biasanya hanya berupa pertemuan singkat, lima menit.

Tak banyak yang bisa dipaparkan. Dan karena diburu waktu, banyak pelaku usaha rintisan tak fokus menyampaikan hal penting dan keunggulan mereka.

Pendiri dan CEO PT Adamobile Solutions Networks, Adam Suherman, yang juga datang dengan tujuan mencari pelaku usaha rintisan berpotensi, menyebutkan, kemampuan mengomunikasikan keunggulan produk kerap menjadi tantangan, baik dari sisi solusi yang ditawarkan maupun kebutuhan riil konsumen.

Selain itu, pertemuan dan kesepakatan bisnis antara pelaku usaha rintisan dan investor itu menyisakan kemungkinan persoalan hukum di belakangnya. Ini bisa terjadi, misalnya, terkait dengan hak paten atau hak kekayaan intelektual yang menjadi milik pelaku usaha rintisan.

Raghav Kapoor, CEO dan Co-founder Smartkarma, menggarisbawahi pentingnya konsultan hukum untuk menjamin perlindungan hukum bagi para pelaku usaha rintisan.

Sejak dirintis pada 2011 sebagai personal blog, Tech in Asia mencatat pertumbuhan signifikan, termasuk transformasinya hingga menjadi media sumber informasi dan penyelenggara kegiatan tepercaya yang menghubungkan pelaku ekonomi digital di Asia. Jumlah 4.100 peserta yang turut serta pada tahun ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun 2014 dengan jumlah peserta 1.458 orang. Tahun 2015, jumlahnya mencapai 2.135 peserta.

Andrew Wang, Chief Operating Officer Tech in Asia, Rabu (13/4), di Singapura, mengatakan, peningkatan jumlah peserta itu bahkan lebih signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang baru mencatatkan 800 orang. “Ini merupakan edisi kelima penyelenggaraan,” katanya.

Tech in Asia Jakarta 2015 diikuti 4.207 peserta, naik tajam jika dibandingkan dengan 2014 yang baru diikuti 2.202 peserta.

Hal itu sebagian karena dukungan pemerintah, membuat start-up yang sebelumnya tampak sebagai hal baru kini menjadi hal yang lazim. Kemungkinan untuk saling berbagi pemikiran dan menjalin hubungan antara start-up dan para investor menjadi tujuan penyelenggaraan kegiatan yang mengoneksikan komunitas teknologi di Asia dalam ekosistem perekonomian digital.

Bangalore, Jakarta, dan Tokyo juga menjadi lokasi penyelenggaraan acara sepanjang 2016. Menurut Wang, kredibilitas dan pengawalan etik menjadi kunci pertumbuhan signifikan di tengah model bisnis media yang ketat dan cenderung terancam. Pada laman mereka ada satu bagian khusus dengan judul “Statement of Ethics” yang berisi penjelasan tentang penulis, proses editorial, pengiklan, dan investor guna transparansi untuk menghindari konflik dan menjaga kepercayaan.

Ditanya rumusan singkat yang bisa mewakili aktivitas Tech in Asia, Wang menjawab singkat, “Komunitas!” (INGKI RINALDI)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2016, di halaman 26 dengan judul “Komunitas Perumus Peradaban”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB