Komunitas Organik Indonesia (KOI) membuka akses bagi sebagian petani organik di Sumatera Selatan. Pendiri KOI, Christopher Emille Jayanata, Senin (23/11), mengatakan bahwa para petani itu akan masuk ke dalam jaringan KOI yang terdiri dari pengusaha pangan dan produk-produk organik.
“Para petani tersebut berasal dari empat desa dari dua kabupaten, yakni Lahat dan Banyuasin,” kata Emille.
Ini termasuk membuka kemungkinan para petani tergabung dalam Koperasi Produk Sehat Indonesia (Kopsi) yang bakal melakukan pembimbingan, pemilahan, dan pemilihan produk-produk yang berkualitas agar dapat dipasarkan ke lingkungan sekitar, termasuk ke pusat keramaian terdekat, yakni kawasan Kecamatan Pendopo di Kabupaten Lintang Empat Lawang, Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, terbuka pula kemungkinan untuk menyertakan para petani tersebut berikut produk-produk yang mereka hasilkan ke sejumlah ajang, seperti Organic, Green and Healthy (OGH) Expo VI pada Oktober 2016. Sebagian pusat belanja di Palembang juga direncanakan bakal menjadi pasar untuk aneka produk organik para petani tersebut. Hal ini penting dilakukan agar produk pangan organik yang dihasilkan dapat berkelanjutan. Gerakan dan praktik pertanian organik dikenalkan di wilayah itu sejak 2008.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN–Beragam produk pertanian dan pangan organik yang ramah lingkungan ditampilkan dalam pameran Organic, Green & Healthy Expo V di pelataran Bentara Budaya Jakarta, Kamis (1/10). Pameran yang berlangsung hingga 4 Okober itu digagas Komunitas Organik Indonesia dan Kompas Gramedia. Ke depan, para petani organik di Sumatera Selatan diberi akses untuk masuk jaringan KOI termasuk pemasarannya.
Menurut Emille, praktik pertanian organik di empat desa tersebut salah satunya dimulai dari inisiasi program tanggung jawab sosial perusahaan MedcoEnergi. Program itu dikembangkan bersama seorang tokoh pertanian organik, Ir Alik, sejumlah program dan organisasi seperti Ikatan Petani Pengelola Alam Lestari lewat Program Pertanian Berkelanjutan Ramah Lingkungan.
Selain itu, dilakukan Budidaya Karet Organik (Bukor). Dalam praktiknya, budidaya ini menggunakan mikro organisme lokal, bukan pupuk kimia, pembasmi gulma kimia, fungisida, maupun pestisida.
Yang juga dilakukan selama ini adalah praktik pertanian dengan konsep System Rice Intensification (SRI) yang intinya berisikan ajaran bahwa semua makhluk di sekitar lokasi pertanian bakal menjaga hasil pertanian tersebut. Dalam pemahaman lain terkait dengan praktik konsep pertanian berkelanjutan dan terintegrasi itu, para petani memaknai SRI sebagai konsep Sabar, Ridho, Ikhlas.
INGKI RINALDI
Sumber: Kompas Siang | 23 November 2015