Ruang serbaguna di lantai tujuh Universitas Tarumanagara, Jakarta, dipenuhi orang, tetapi tidak berisik. Mereka berkonsentrasi menyusun kartu-kartu berwarna-warni dan meletakkannya ke dalam sebuah kolom yang berada di atas meja. Ketika alat pemindai membaca urutan kartu di dalam kolom itu, sebuah robot kecil akan bergerak.
Mereka adalah guru-guru pendidikan anak usia dini dari sejumlah sekolah di Jabodetabek. Pada Sabtu (23/2/2019), sebanyak 70 orang mengikuti pelatihan koding secara luring (offline) bersama Kelapa Laboratorium Fisika Berkelanjutan Universitas Parahyangan Janto V Sulungbudi.
”Umumnya masyarakat keliru berpikir bahwa koding membutuhkan komputer. Koding itu sebenarnya adalah cara berpikir prosedural sebelum masuk ke penerjemahannya ke dalam bahasa pemrograman komputer,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelum mengoperasikan komputer, guru harus bisa terlebih dahulu berpikir seperti komputer. Menurut Janto, anak-anak usia dini sejatinya juga berpikir sangat prosedural seperti komputer. Misalnya, anak melihat mainan di atas meja lalu berusaha meraihnya. Apabila ada penghalang antara dia dan meja, anak akan berpikir mengenai cara melewati ataupun menghindarinya agar tetap sampai ke tujuan.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Guru-guru dari TK dan SD Yasporbi menyusun kartu-kartu berisi cip untuk memerintahkan sebuah robot kecil agar bergerak sesuai pola yang diinginkan dalam pelatihan koding untuk guru-guru PAUD oleh Rumah Edukasi di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Sabtu (23/2/2019).
”Orang dewasa terkadang lupa cara berpikir prosedural yang benar karena pikirannya dipenuhi bias,” katanya. Melalui koding, guru-guru diajak untuk fokus dalam merancang setiap tahap sebuah proses. Metode ini juga bisa diterapkan dalam perancangan pembelajaran dan prosedur standar operasi di sekolah.
Pelatihan koding itu menggunakan seperangkat alat berupa kartu warna-warni yang di dalamnya mengandung mikrocip, alat pemindai cip, dan sebuah robot kecil berbentuk kotak putih.
Para guru dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari lima orang. Mereka diberi soal seperti harus membuat robot berjalan ke depan tiga langkah, belok ke kanan, kemudian berputar empat kali.
Gerakan yang tampak mudah itu ternyata cukup sukar untuk dirancang. Pertama-tama para guru meletakkan kartu-kartu di rel urutan program. Kartu pertama adalah kartu berwarna oranye yang mengandung mikrocip untuk perintah ”mulai” kemudian kartu berwarna biru dengan gambar anak panah ke atas sebagai tanda perintah ”maju”.
Setelah itu, kartu dengan anak panah bengkok ke kanan dan diikuti kartu berwarna kuning dengan bintang merah di tengahnya sebagai simbol perintah ”berputar empat kali”.
”Mencari pola pengurutan kartu yang pas ini butuh trial and error karena kami sama sekali tidak memberi petunjuk. Guru harus bekerja sama mencarinya. Di situ mereka mencari jenis perintah yang cocok untuk langkah berikutnya,” ujar Janto.
Memperkenalkan STEAM
Guru TK Yasporbi Pasar Minggu, Vebian Prastika, mengatakan, sekolahnya mulai memperkenalkan sains, teknologi, kesenian, dan matematika (STEAM) kepada anak-anak PAUD. Bentuknya ialah dengan berbagai permainan yang merangsang kemampuan anak mengenal bentuk huruf, angka, konsep jarak, dan bangunan.
Oleh sebab itu, di dalam kelas TK tidak sepenuhnya antipemakaian gawai elektronik. ”Ada aturan ketat di sekolah yang oleh guru-guru disosialisasikan ke orangtua,” katanya.
Di TK tersebut setiap pekan ada pelajaran teknologi informasi dan komunikasi sama 45 menit yang menggunakan komputer. Untuk di rumah, orangtua disarankan hanya memberi akses gawai kepada anak pada akhir pekan dan maksimal dua jam per hari.
Vebian mengutarakan, pelatihan koding luring ini menarik karena juga melibatkan unsur kinetik, yaitu menyusun kartu ke dalam pola-pola tertentu. ”Anak enggak perlu menatap layar komputer lama-lama. Mereka bisa bebas bergerak di lantai atau di atas meja,” ujarnya.
Rekan Vebian, guru kelas V SD Yasporbi Pasar Minggu, Lutfia Hidayati, mengatakan, untuk anak-anak yang lebih tua tantangannya bisa dibuat lebih rumit. Misalnya jalur gerak robotnya lebih panjang dan berliku-liku. Ia bisa membayangkan siswanya bersemangat mempraktikkan pelajaran ini.
”Proses menyusun kartunya asyik juga karena kelompok kami berkali-kali salah sebelum akhirnya robot bisa bergerak sesuai keinginan. Ini juga mengajarkan kita supaya sabar dan enggak cepat hilang fokus,” katanya.
Sosialisasi ke guru
Peralatan pelatihan koding itu disediakan oleh Rumah Edukasi, sebuah lembaga yang menjual berbagai permainan pendidikan, terutama di bidang STEAM. Direktur Rumah Edukasi Mulia Anton memaparkan, satu set peralatan yang terdiri dari kartu, alat pemindai mikrocip, dan robot.
Rumah Edukasi rutin melakukan pelatihan STEAM kepada guru dan siswa sebagai bagian kesiapan memiliki kompetensi abad ke-22. Bahkan, pada bulan Maret mereka bekerja sama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia untuk melakukan pelatihan kepada para guru se-Indonesia.
”Konsep pelajaran coding offline ini mengajak guru dan siswa tidak hanya sebagai pemakai teknologi, tapi juga bisa membuat perintah supaya bisa dilaksanakan oleh teknologi,” jelasnya. Caranya yang melibatkan banyak kegiatan fisik juga sangat menyenangkan bagi anak-anak usia dini.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 26 Februari 2019