Pak Darto, petugas di perpustakaan Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah LIPI, kaget ketika masuk kantor pada Senin, 11 Februari 2019, karena rak-rak tesis dan disertasi telah kosong. Sebanyak 32.881 judul tesis dan disertasi telah dikeluarkan. Itu bagian dari weeding (penyiangan) yang direncanakan tahun 2019 selain koleksi jurnal nasional dan internasional serta laporan penelitian. Kabarnya karya ilmiah itu diangkut dengan truk. Terjadi pada hari libur (agar tak terkendala aturan ganjil-genap) dan malam hari (karena truk tidak bisa masuk Jalan Gatot Subroto, Jakarta, siang hari).
Penghapusan koleksi (weeding) adalah sesuatu yang biasa pada sebuah perpustakaan. Namun, itu baru boleh dilakukan kalau dipenuhi berbagai syarat, seperti seleksi untuk koleksi yang akan dikeluarkan, dilakukan digitalisasi, dan direlokasi (dihibahkan) ke mana atau kepada siapa. Sangat menyedihkan kalau koleksi buku dan dokumen yang telah dikumpulkan lebih dari 50 tahun hilang terbuang.
Kepala LIPI dalam wawancara mengatakan, yang terjadi di PDDI LIPI adalah stock opname. Tentu tak tepat disamakan stock opname dengan penyiangan. Stock opname adalah kegiatan pemeriksaan koleksi perpustakaan secara menyeluruh, apakah koleksi itu masih sesuai dengan catatan yang dimiliki. Tujuannya untuk memeriksa data buku yang ada di database komputer dengan kondisi nyata di rak sehingga diketahui ada atau tidak buku itu. Setelah ini dilakukan, selanjutnya diperiksa apakah buku tersebut dalam kondisi baik atau rusak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Juga diungkapkan oleh Kepala LIPI bahwa sudah dicek disertasi yang dikeluarkan dari PDDI masih ada di universitas asalnya. Tentu tak perlu dicek disertasi itu pasti disimpan di tempat asal kecuali jika universitas itu sudah bubar. Yang jadi persoalan, akses secara daring untuk karya ilmiah tak selalu terbuka. Mungkin yang bisa diunduh hanya judul dan abstrak disertasi, tidak substansi secara keseluruhan. Di perpustakaan Indonesia, koleksi tesis dan disertasi hanya boleh dibaca di ruang khusus di perpustakaan dan tak boleh difotokopi.
Dibuang karena perlu ruangan
Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional (PDIN) didirikan 1 Juni 1965 dengan tujuan menyediakan informasi tentang kegiatan penelitian di dalam dan luar negeri serta menyebarkan informasi iptek melalui perpustakaan dan dokumentasi. Tahun 1986 menjadi PDII (Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah) dan 2019 menjadi PDDI (Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah).
Penyusunan indeks artikel majalah bidang iptek sudah dilakukan sejak awal dan penyebaran informasi jenis ini adalah pertama di Indonesia (Mulni A Bachtar, 2005). Sejak 1970, PDIN mempersiapkan Directory of Special Libraries, direktori semua perpustakaan di Indonesia dan aktif dalam konferensi pustakawan se-Asia Tenggara. Di Tanah Air, PDIN menjadi pusat nasional perpustakaan ilmiah dan 19 perpustakaan lain sebagai pendukung. Lembaga ini kemudian juga menerbitkan ISSN (international standard of serial number) yang merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global.
Untuk melengkapi koleksi, lembaga ini membeli disertasi tentang Indonesia yang ditulis baik oleh orang Indonesia maupun orang asing yang diterbitkan University Microfilms International, Ann Arbor, Michigan. Satu disertasi bernilai 65 dollar AS. Perpustakaan juga menerima hibah tesis dan disertasi dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Saya pernah dititipi peneliti Australia, Khatarine E McGgegor (Melbourne University), untuk menyerahkan disertasinya, History in Uniform: Military Ideology and the Reconstruction of Indonesia, tahun 2003. Elly Yulia, mantan pustakawan PDII LIPI, menuturkan , ia bersusah payah membujuk Dr Nono Anwar Makarim agar bersedia menyerahkan disertasinya, Companies and Business in Indonesia, Harvard Law School, 1978, ke LIPI.
Sampai saat ini, perpustakaan LIPI telah memiliki koleksi sekitar 190.000 judul, terdiri dari buku ilmiah, referensi, majalah ilmiah terjilid, laporan penelitian dan pertemuan ilmiah, tesis dan disertasi, bibliografi, indeks, serta sari karangan. Koleksi perpustakaan ini bertambah banyak karena adanya ”kewajiban simpan” oleh Bappenas tahun 1970 dan surat edaran Menristek Dr MAS Hikam, Juli 2000, yang mewajibkan semua literatur kelabu yang diterbitkan di Indonesia diserahkan satu eksemplar untuk Kemristek dan dua eksemplar kepada PDII LIPI. Literatur kelabu adalah buku/dokumen yang tak komersial, seperti karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi), laporan penelitian, dan prosiding seminar. Dua eksemplar yang diserahkan ke PDII itu untuk didokumentasikan dan diinformasikan ke masyarakat. Menristek juga menyatakan tujuan penyerahannya agar ”setiap saat bisa diakses untuk dijadikan bahan kajian dalam pembuatan kebijakan pembangunan iptek”.
Agar bisa diakses setiap saat tentu disertasi itu harus disimpan di perpustakaan kalau belum sempat didigitalisasi. Itu sebabnya penyerahan kepada PDII LIPI sebanyak dua eksemplar.
Pembuangan karya ilmiah mungkin terjadi karena lantai 5 perpustakaan digunakan untuk tempat berkumpul staf administrasi dari beberapa satuan kerja di LIPI dan lantai 4 akan digunakan sebagai co-working space, tempat ngopi sambil baca buku.
Sangat berbahaya bagi dunia akademis dan ilmu pengetahuan jika 32.881 tesis dan disertasi beredar di pasar buku bekas atau tukang loak karena ini memberikan peluang bagi plagiarisme di perguruan tinggi di Indonesia.
Asvi Warman Adam Profesor Riset LIPI
Sumber: Kompas, 26 Maret 2019