Ketersediaan insinyur profesional di Indonesia harus digenjot. Kebutuhan tenaga ahli keteknikan ini tidak hanya untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang sedang diprioritaskan pemerintah, tetapi juga menopang daya saing bangsa.
Pendidikan teknik di perguruan tinggi baru sebatas menghasilkan sarjana teknik. Lulusan pun menjadi terbatas ruang lingkupnya sekadar operator atau staf. Ini harus diatasi karena di era industri 4.0 peran insinyur semakin dibutuhkan, seiring terbukanya peluang kerja terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN dan globalisasi.
Persoalan itu mengemuka dalam peresmian program studi Pendidikan Profesi Insinyur (PPI) di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), di Depok, Sabtu (24/3). Acara dilanjutkan dengan diskusi panel bertajuk ”Peran Profesi Insinyur Menghadapi Era Pembangunan Infrastruktur dan Tantangan Industri 4.0.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis memukul gong untuk menandai peresmian Program Studi Pendidikan Profesi Insinyur di Fakultas Teknik, di Kampus UI, Depok, Sabtu (24/3). Kompas/ESTER LINCE NAPITUPULU
Hadir dalam acara itu antara lain Rektor UI Muhammad Anis; Dekan Fakultas Teknik UI Hendri DS Budiono; Ketua Tim Ahli Keinsinyuran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Djoko Santoso; Staf Ahli Menristek dan Dikti Bidang Infrastruktur Hari Purwanto; serta perwakilan pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
RI di bawah Vietnam
Hendri mengatakan, jumlah mahasiswa insinyur di Indonesia hanya sekitar 16 persen dari total mahasiswa, sedangkan Malaysia mencapai 24 persen dan Vietnam 25 persen. Adapun pertumbuhan insinyur di Indonesia 278 per satu juta penduduk, sedangkan di Vietnam 1.094 dan Korea Selatan 2.999.
”Kebutuhan insinyur profesional ini harus bisa segera dipenuhi. Untuk itu, UI mulai tahun ini membuka program studi Pendidikan Profesi Insinyur. Yang bisa jadi mahasiswa yakni sarjana teknik yang minimal sudah dua tahun bekerja di bidangnya,” ujar Hendri.
Anis mengatakan, saat ini Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mempersiapkan sumber daya profesional keinsinyuran. ”Persaingan serta kompetensi tenaga ahli dan profesi insinyur semakin ketat dengan datangnya revolusi industri 4.0 dan Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Jangan sampai insinyur asing yang harus mengerjakan proyek pembangunan di Indonesia lantaran kita tidak punya cukup insinyur profesional,” katanya.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA–Proyek pembangunan Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Jalan DI Pandjaitan, Jakarta Timur, Jumat (2/3). Maraknya pembangunan infrastruktur memerlukan ketersediaan insinyur profesional.
Djoko Santoso mengatakan, pendidikan keinsinyuran Indonesia sedang ditata ulang. Gelar sebagai insinyur profesional diberikan bagi sarjana teknik yang lulus program profesi insinyur dan lulus uji kompetensi insinyur. Lalu, insinyur akan diregistrasi oleh PII. Ada penjenjangan insinyur yang memiliki masa berlaku setelah terbukti kompetensinya.
Djoko mengatakan, ada 40 PT yang ditunjuk membuka PPI. Namun, baru sekitar 70 persen yang jalan.
Perwakilan dari PII, Rudianto Handojo, mengatakan, ketika pemerintah saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur, anggaran yang disediakan meningkat hingga 2,5 kali lipat dari pembangunan sebelumnya. Kebutuhan SDM pun meningkat. Padahal, di lima tahun ini terjadi kekurangan sekitar 69.000 insinyur. Pada 2024 kekurangan mencapai sekitar 155.000 insinyur. (ELN)–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 26 Maret 2018