Tim penyidik Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Jawa Timur, mendalami peran Kepala SMP Negeri 54 Surabaya Keny Erviati dalam kasus kecurangan ujian nasional berbasis komputer di sekolah tersebut.
Kepala sekolah tersebut diduga mengetahui peretasan UNBK yang dilakukan dua pegawai harian lepas di sekolah tersebut yang telah dijadikan tersangka, Imam Setiono (38) dan Teguh Adi Kuncoro (45).
Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan, Selasa (1/5/2018), mengatakan, keterangan dari kepala sekolah diperlukan untuk mengetahui keterlibatannya dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami sudah melayangkan surat panggilan kepada kepala sekolah sejak Jumat dan memberikan waktu selama tiga hari untuk hadir. Namun hingga Selasa, kepala sekolah tidak hadir. Kami akan mengirim surat panggilan kedua,” kata Rudi.
Perintah kepala sekolah
Imam dan Teguh yang ditemui pada Senin mengatakan, dirinya melakukan peretasan atas perintah kepala sekolah. Keduanya diminta memfoto soal ujian lalu mengirim ke sebuah lembaga bimbingan belajar bermodalkan empat ponsel pintar.
Keduanya tidak mendapatkan upah dari kepala sekolah maupun lembaga bimbingan belajar, namun dijanjikan diangkat sebagai pegawai tetap. ’’Kami ini diperintah kepala sekolah,’’ ujar Imam.
KOMPAS/IQBAL BASYARI–Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan, Senin (30/4/2018) di Surabaya, Jawa Timur, menunjukkan barang bukti kasus kebocoran UNBK berupa foto soal ujian Bahasa Indonesia yang dikerjakan siswa SMP N 54 Surabaya.
Jumat (27/4/2018), polisi menetapkan Imam dan Teguh sebagai tersangka kasus kecurangan UNBK di SMPN 54 Surabaya. Mereka adalah pegawai harian lepas di sekolah tersebut. Imam merupakan pegawai di bidang teknologi informasi, sementara Teguh merupakan staf tata usaha.
Kedua pegawai tersebut sejak Jumat (20/4/2018) atau dua hari sebelum pelaksanaan UNBK meretas komputer di ruang ujian. Sebanyak lima komputer di tiga ruangan ujian sekolah tersebut dipasang dengan kabel LAN (Local Area Network) untuk menghubungkan komputer untuk ujian dengan komputer lain yang berada di laboratorium IPA.
Peretasan ini membuat soal yang ditampilkan di komputer siswa bisa terlihat di komputer yang dikuasai tersangka.
Soal ujian yang ditampilkan di komputer tersangka lalu difoto dan dikirim melalui aplikasi WhatsApp ke lembaga bimbingan belajar Excellent Study Club (ESC) yang berada di Tambaksari.
Soal-soal tersebut lalu dikerjakan oleh pengajar di bimbingan belajar tersebut. kunci jawaban kemudian dikirim kepada siswa menggunakan ponsel pintar. Pengiriman kunci jawaban dilakukan sejak ujian hari pertama hingga terakhir.
Sistematis
Menurut Rudi, kecurangan UNBK di SMPN 54 Surabaya dilakukan secara sistematis. Ada peran pihak sekolah untuk memasang alat peretas, pengirim soal ujian, penjawab soal, penyebar jawaban, hingga pemindahan sesi ujian pertama menjadi sesi ketiga.
“Ada kemungkinan tersangka bertambah karena kami belum memeriksa kepala sekolah dan pemilik bimbingan belajar ESC karena terus mangkir,” ucap Rudi.
Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi menilai, kepala SMPN 54 Surabaya perlu dinonaktifkan sementara agar bisa fokus menghadapi pemeriksaan yang dilakukan polisi. Sebab, keterangan kepala sekolah tersebut untuk mengetahui lebih dalam motif dari pihak-pihak yang terlibat dalam kasus kebocoran UNBK di Surabaya. Terlebih, dua tersangka yang ditangkap mengaku melakukan peretasan atas perintah kepala sekolah.
“Dinas Pendidikan Surabaya dan Polrestabes Surabaya yang mengusut kasus ini memberikan contoh keterbukaan dalam pelaksaaan UNBK di Surabaya yang berintegritas karean tidak ada yang ditutup-tutupi. Pengusutan sampai tuntas diperlukan untuk menjadi bahan evaluasi agar sistem keamanan UNBK tidak bisa lagi diretas di tahun depan,” ucap Martadi.–IQBAL BASYARI
Sumber: Kompas, 2 Mei 2018