Emisi gas rumah kaca terutama karbon Indonesia dapat diredam dengan pengelolaan hutan yang baik. Saat ini emisi karbon di Indonesia yang dapat ditahan mencapai 890 juta ton atau 32 persen dari total target hingga 12 tahun mendatang. Indonesia mempunyai target mencegah pelepasan gas karbon kumulatif sekitar 2,8 gigaton atau 2,8 miliarton hingga 2030.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan hal ini di Jakarta, Jumat (23/11/2018), pada “Pertemuan Pleno Delegasi RI pada Conference of the Parties (COP) ke 24 yang akan diselenggarakan PBB di Katowice, Polandia, awal Desember mendatang.
Peserta pertemuan Pleno Delegasi RI antara lain terdiri dari Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, Dewan Pengarah Pertimbangan Perubahan Iklim Sarwono Kusuma Atmadja, Duta Besar RI untuk Polandia Peter F Gontha, sejumlah pejabat di kementerian dan lembaga terkait, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah daerah, pihak swasta, perguruan tinggi, media.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Pemandangan kontras ekosistem mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk dengan bangunan tinggi di belakangnya, Rabu (10/3/2018) di Jakarta Utara, Jakarta. Mangrove selain memiliki fungsi ekologi tinggi juga memiliki potensi penyimpan karbon yang sangat tinggi dan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
“Implementasi agenda perubahan iklim di Indonesia tidak tertinggal dibanding negara lain,” lanjut Siti. Upaya Indonesia dalam meredam pelepasan gas karbon antara lain menyelesaikan status hutan adat dan hutan sosial, pengendalian kebakaran hutan, dan restorasi gambut.
Siti mencontohkan, pemanfaatan lahan secara lestari di Kalimantan Timur mampu menahan karbon lebih dari 30 juta ton. Apabila seluruh industri besar yang jumlahnya mencapai 2.000 menerapkan hal serupa, maka karbon yang dapat disimpan dapat mencapai 300 juta ton.
Langkah lain yang dilakukan dalam mengatasi dampak perubahan iklim, lanjut Siti, adalah pengelolaan sampah di Surabaya, dan pembayaran tiket bus di kota itu dengan botol plastik. Dua bulan ini, hotel di Bali tidak menggunakan pipet plastik, tetapi memakai pipet kertas dan kaca.
Kenaikan suhu udara
Menahan emisi karbon akan menghambat kenaikan suhu bumi. Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dodo Gunawan mengatakan, hasil pemantauan stasiun meteorologi di 30 propinsi menunjukkan rata-rata kenaikan suhu udara permukaan pada 2018 sekitar 1 derajat celsius. Pengukurannya dilakukan sejak tahun 1970-an.
Tingkat kenaikan suhu ini masuk kategori menengah. Adapun negara-negara yang berada di level atas adalah China, India dan Amerika Serikat. Namun saat terjadi kebakaran hutan saat El Nino kenaikan suhu di Indonesia naik ke peringkat kelima.
Pemantauan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di stasiun Global Atmospheric Watch Bukit Kototabang (GAW-BKT), Sumatera Barat pada tahun El Nino 2015 – ketika terjadi kebakaran hutan – tercatat 402,7 bagian per juta (ppm). Adapun rata-rata dunia 400,2 ppm yaitu hasil pengukuran di 32 stasiun GAW di seluruh dunia. Pada tahun sebelumnya hasil pantauan CO2 masih 398 ppm.
Tren kenaikan emisi CO2 per tahun di BKT dan Mauna Loa, Hawaii, Amerika Serikat, berpola sama. Catatan di GAW-BKT, kenaikan emisi CO2 mencapai 3 ppm per tahun. Namun, rata-rata emisi CO2 pada periode 2004-2015 di BKT 383,5 ppm, masih di bawah Manoa Loa sebesar 388,9 ppm. ”Kondisi global 387,8 ppm,” urai Dodo.
Sejak 2015, lanjut Siti arah kebijakan Indonesia dalam Pengendalian Perubahan Iklim ini adalah ketahanan iklim (climate resiliance), dan keadilan. Hal tersebut menekankan kekuatan daya adaptasi bangsa yang disebut ketahanan nasional, dan hal itu yang menjadi pegangan.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 24 November 2018