Jumlah populasi serangga di seluruh dunia diperkirakan turun hingga 25 persen setiap satu dekade. Padahal, keberadaan spesies itu sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup lainnya di dunia.
KOMPAS/WEBRUNNER/CC BY-SA 3.0–Membaiknya kondisi sungai dan danau air tawar membuat jumlah serangga air tawar di sejumlah wilayah juga meningkat. Namun, peningkatan jumlah serangga air tawar itu tidak bisa mengompensasi berkurannya populasi serangga darat secara drastis.
Jumlah populasi serangga di seluruh dunia diperkirakan turun hingga 25 persen setiap satu dekade. Padahal, serangga memiliki peran penting dalam membantu kehidupan makhluk hidup lain, mulai dari membantu penyerbukan hingga memperkaya oksigen di tanah.
Serangga merupakan spesies makhluk hidup yang paling banyak dan beragam di Bumi. Besarnya penurunan populasi dan luasnya sebaran wilayah yang mengalami pengurangan jumlah serangga itu mengkhawatirkan banyak ahli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu studi di sebuah cagar alam di Jerman bagian barat menunjukkan populasi serangga di sana menurun hingga 75 persen selama 27 tahun. Laporan lain tentang penurunan drastis jumlah serangga itu juga banyak ditemukan di tempat lain, tetapi studi umumnya hanya dilakukan pada satu wilayah tertentu.
Studi yang dipimpin Roel van Klink dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Integratif Jerman (iDiv) dan dipublikasikan di jurnal Science, Jumat (24/4/2020) menemukan prediksi penurunan populasi serangga global itu ternyata lebih rumit dari yang diperkirakan sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan van Klink dan rekan dengan mengumpulkan data dari 166 survei jangka panjang di 1.676 lokasi menemukan gambaran kondisi serangga yang beragam. Jumlah serangga di darat memang menurun drastis. Namun, populasi serangga yang hidup di air justru melonjak.
SUMBER: WORLD ECONOMIC FORUM–Penurunan jumlah spesies, terutama serangga, berdasarkan Laporan Risiko Global 2020: Dunia Makin Tak Menentu yang dirlis Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di London, Inggris, Rabu (15/1/2020).
Jumlah serangga dari jenis kupu-kupu, semut dan belalang memang berkurang 0,92 persen per tahun atau sekitar 9 persen dalam satu dekade. Jumlah itu lebih kecil dari prediksi sebelumnya. Meski demikian, berkurangnya jumlah serangga itu tetap mengkhawatirkan.
Meski lebih sedikit dari riset sebelumnya, “Penurunan jumlah serangga itu tetap mengkhawatirkan karena dalam 30 tahun berarti akan ada lebih dari seperempat populasi serangga yang hilang. Bahkan, ada sejumlah tempat yang penurunan populasinya lebih buruk dari itu,” kata van Klink seperti dikutip BBC, Kamis (23/4/2020).
Berkurangnya jumlah serangga itu bisa dirasakan masyarakat melalui fenomena ‘kaca depan mobil’. Jumlah serangga terbang yang ditemukan mati akibat tertabrak mobil yang bergerak semakin sedikit. “Analisis kami menunjukkan jumlah serangga terbang rata-rata menurun,” tambah peneliti lain Jonathan Chase, juga dari iDiv.
Persoalannya, menurunnya jumlah serangga yang dirasakan masyarakat itu hanya sebagian kecil dari serangga terlihat manusia. Banyak serangga yang keberadaannya seringkali tak dirasakan manusia, baik yang terlihat di air, dalam tanah, hingga di kanopi pepohonan.
KOMPAS/FESOJ-OTAKAREK FENYKLOVY (PAPILIO MACHAON)/CC BY 2.0–Kupu-kupu termasuk salah satu serangga yang jumlahnya terus menurun. Penurunan jumlah serangga darat itu berlangsung di berbagai belahan Bumi hingga mengkhawatirkan karena serangga berperan besar dalam menopang kehidupan makhluk hidup lain.
Dari data yang diperiksa, berkurangnya jumlah serangga terbanyak itu terjadi di pesisir dan bagian barat Amerika Serikat serta di Eropa, khususnya di Jerman. Penurunan terbesar di Jerman terjadi pada 2005 lalu dan kini makin menurun lajunya.
Saat jumlah serangga darat itu berkurang, studi van Klink justru menunjukkan serangga air tawar, seperti lalat capung (mayflies), justru bertambah hingga 1,08 persen per tahun. Tren ini mudah ditemukan di Eropa Utara, barat Amerika Serikat, dan Rusia sejak 1990-an. Peningkatan jumlah serangga air itu diyakini akibat program pengendalian pencemaran sungai dan danau di berbagai negara.
Meski demikian, van Klink mengingatkan peningkatan jumlah serangga air itu tidak bisa menggantikan hilangnya serangga darat. “Jumlah serangga air sangat kecil, tidak lebih dari 10 persen dibanding jumlah serangga darat,” katanya.
Selain itu, luas areal air tawar di Bumi juga sangat kecil dibanding luas daratan. Dengan demikian, jumlah serangga air tawar tidak akan pernah bisa mengimbangi jumlah serangga darat.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Seekor kupu-kupu hinggap di sebuah papan di kawasan Karang Tengah, Jakarta, Sabtu (1/6/2019). Menurut data Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2015 -2020 yang dibuat Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia memiliki kurang lebih 1.900 jenis kupu-kupu atau 10 persen dari semua jenis kupu-kupu dunia. Kupu-kupu bersama serangga lainnya berperan paling vital membantu penyerbukan.
Para ahli meyakini penurunan jumlah serangga darat itu bukan karena proses pembasmian serangga, tetapi lebih karena urbanisasi dan perusakan habitat alami mereka. Perusakan habitat itu membuat serangga juga harus bertarung dengan spesies lain yang sama-sama terdampak oleh hilangnya tempat tinggal mereka.
Ann Swengel, peneliti lain yang terlibat dalam studi dan sudah lebih dari 30 tahun mempelajari kupu-kupu di AS mengatakan beberapa jenis kupu-kupu terus menurun jumlahnya meski mereka berada di cagar alam atau wilayah yang dikonservasi. Namun, beberapa jenis kupu-kupu yang lain justru mengembangkan adaptasi yang baik hingga jumlahnya meningkat.
“Butuh banyak data dan waktu lama untuk memahami bagaimana sejumlah spesies gagal dan berhasil mempertahankan jumlahnya,” katanya.
Meski rumit untuk menentukan arah perkembangan populasi serangga, van Klink melihat berdasarkan pertambahan jumlah serangga air yang terjadi maka peluang untuk meningkatkan jumlah serangga darat tetap ada. “Jika kita bisa membuat undang-undang yang sesuai untuk melindungi serangga darat, ada peluang untuk menjadikan populasi mereka pulih kembali,” katanya.
Keyakinan itu juga didukung oleh perilaku umum serangga yang biasanya mampu berkembang biak dalam jumlah besar. Kondisi itu membuat upaya memulihkan jumlah mereka bisa dilakukan sepanjang didukung oleh kebijakan yang tepat.
Sumber: Kompas, 27 April 2020