Sejak tahun 2015, menurut Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, ada 1.307 perusahaan pemula atau rintisan berbasis teknologi yang diayomi oleh pemerintah. Mayoritas di antaranya dinilai sudah siap bekerja sama dengan industri dan dikomersialisasi.
”Ada 749 perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) atau yang lumrah dikenal sebagai start-up sudah masuk ke industri. Sisanya yang 558 masih terus dirintis agar bisa mencapai posisi PPBT mapan dan siap dikomersialisasi,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menunjukkan beberapa produk hasil inovasi oleh perusahaan pemula berbasis teknologi (start-up) di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur PPBT Kemristek dan Dikti Retno Sumekar mengatakan, PPBT itu berasal dari inkubator di perguruan tinggi beserta perusahaan-perusahaan yang ada di masyarakat. Mereka merupakan binaan Kemristek dan Dikti yang masing-masing mendapat dana hibah Rp 250 juta hingga Rp 500 juta.
Program pengawalan PPBT ini fokus kepada delapan bidang, yakni pertahanan dan keamanan, teknologi informasi dan komunikasi, pangan, energi, transportasi, kelautan, kesehatan dan obat-obatan, serta materi maju.
”Kami menerima proposal yang disertai dengan purwarupa produk serta skema bisnis yang akan diterapkan,” kata Retno.
Menurut dia, ide PPBT tidak harus sepenuhnya menggunakan teknologi canggih dan mutakhir. Ada PPBT yang sangat sederhana, tetapi efektif dan efisien dalam memecahkan persoalan nyata di akar rumput. Tugas Kemenristek dan Dikti adalah memberi masukan mengenai penyempurnaan teknologi, cara penerapan, memediasi pertemuan dengan industri, dan membangun kepercayaan antara PPBT dan industri.
Total ada 30 PPBT yang tergolong matang karena sudah komersial. Dari total anggaran Rp 13 miliar yang diberikan oleh Kemenristek dan Dikti, para PPBT matang ini telah berhasil mengumpulkan omzet Rp 61 miliar.
Seimbang
Retno menuturkan, banyak PPBT terperosok dalam ”lembah kematian”. Umumnya pembuat PPBT memiliki idealisme tinggi, namun produknya belum tentu relevan dengan permasalahan serta kebutuhan di masyarakat. Akibatnya, PPBT tidak bisa berkembang dan bermitra dengan industri sehingga mati.
”Dalam hal ini, Kemenristek dan Dikti menjadi mediator untuk mengajak pembuat PPBT agar bisa memastikan produknya memiliki nilai kebutuhan sehingga industri tertarik mengembangkan dan memperbanyak,” ujarnya.
Idealisme pendiri PPBT dan sikap pragmatis dunia industri harus dicari titik tengahnya agar seimbang. Selain itu, Kemenristek dan Dikti juga mengupayakan agar PPBT mendapat perlindungan hak cipta dan hak kekayaan intelektual agar konsepnya tidak dicuri.
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Yovita Surianto, Manajer Skystar Ventures, lembaga inkubasi bisnis milik Universitas Multimedia Nusantara. Setiap tahun ada enam hingga delapan PPBT milik mahasiswa yang diterima. Bahkan, sejak tahun 2017, atas arahan Kemristek dan Dikti, Skystar Ventures juga menerima PPBT dari masyarakat sekitar. Akan tetapi, 30 persen dari mereka umumnya tidak mampu melanjutkan ke langkah lebih lanjut.
”Setelah ditelaah, ide pembuat PPBT ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pilihannya ada tiga, menyesuaikan produk agar sesuai kebutuhan masyarakat, menciptakan produk baru, atau mengganti pangsa pasar maupun target pengguna produk. Tidak semua PPBT mampu melakukannya dan menyerah di tengah jalan,” ucap Yovita.
Temu akbar
Dalam acara tersebut, Nasir juga mengumumkan Indonesia Startup Summit, yaitu temu akbar 5.000 PPBT, yang diadakan di Jakarta Expo Kemayoran pada 10 April. Selain dunia industri, pemerintah juga akan mengundang para duta besar dari negara-negara sahabat agar bisa membangun relasi dengan PPBT Indonesia.
Beberapa produk unggulan yang ditawarkan adalah kapal pelat datar oleh PT Juragan Kapal Indonesia yang lebih murah, cepat dibuat, dan tahan lama dibandingkan kapal lain. Ada pula tempe buatan PT Djava Sukses Abadi yang memenuhi persyaratan ekspor ke luar negeri seperti Jepang dan Korea Selatan.–LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 6 April 2019