Indonesia rentan pelemahan ekonomi global karena mengandalkan ekspor bahan mentah dibandingkan produk industri manufaktur bernilai tambah. Hal itu menunjukkan ilmu pengetahuan dan teknologi kurang berkontribusi bagi penguatan industri dalam negeri.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto menyatakan hal itu, Senin (6/7), di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Hal itu disampaikan sebelum penandatanganan nota kesepakatan bersama penelitian, pengembangan, kerekayasaan, standardisasi produk alat, peralatan pertahanan dan keamanan, serta produk strategis demi mendukung kemandirian bangsa.
Acara itu dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Luhut B Pandjaitan, serta Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Indonesia kurang bisa memanfaatkan industri manufaktur sehingga rentan defisit transaksi berjalan saat harga minyak dunia turun,” kata Unggul. Contohnya, harga batubara sebagai substitusi minyak dan minyak sawit mentah sebagai bahan biodiesel turun akibat kondisi itu, padahal itu adalah komoditas ekspor utama Indonesia.
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi ruang kontrol terowongan angin di Laboratorium Aero Gasdinamika dan Getaran di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (6/7). Kunjungan itu dalam rangkaian penandatanganan nota kesepakatan bersama tentang penelitian, pengembangan, kerekayasaan, standardisasi produk alat, peralatan pertahanan dan keamanan, serta produk strategis. Kerja sama dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Institut Teknologi Bandung, dan sejumlah BUMN strategis nasional.–KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Penyebab industri manufaktur lemah, dari aspek desain, rekayasa teknologi, dan merek, antara lain tak optimalnya kontribusi iptek nasional seperti pada sektor produksi dan pengembangan produk. Pemicunya antara lain kebijakan iptek tak sinergis, terutama terkait minimnya belanja riset dan belum ada insentif agar industri menggalakkan riset.
Untuk itu, perlu sinergi semua pihak untuk mendorong industri manufaktur nasional. Pihaknya siap bersinergi dan memperkuat industri manufaktur di Indonesia dengan kapasitas teknologi.
Salah satunya, penyediaan layanan teknologi untuk menguji produk industri guna menjamin keamanan bagi konsumen. Kemarin, BPPT menunjukkan tiga fasilitas pengujian produk di Pusat Penelitian Iptek, Serpong, antara lain Laboratorium Aero Gasdinamika dan Getaran (LAGG).
Kepala Unit Pelaksana Teknis LAGG Fariduzzaman mengatakan, LAGG mempunyai fasilitas terowongan angin pada kecepatan angin subsonik untuk menguji kekuatan struktur, antara lain pada pesawat, jembatan, dan gedung bertingkat.
Menurut Luhut, kunci peningkatan komponen dalam negeri ialah membangun industri. Jadi, pemerintah perlu memberikan subsidi guna menurunkan bunga pinjaman bagi industri. (JOG)
—————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Juli 2015, di halaman 14 dengan judul “Iptek Belum Perkuat Industri”.