Penyelenggaraan ujian tulis berbasis komputer menggunakan soal berbasis penalaran canggih. Hal itu membuat sebagian peserta kesulitan mengerjakan soal ujian tersebut.
Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer sebagai syarat mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri dimulai pada hari Sabtu (13/4/2019). Penekanan tes pada soal-soal yang berbasis penalaran canggih atau higher order thinking skills (HOTS).
Meski hal ini telah disebutkan sejak awal di laman Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), sejumlah peserta ujian tak menyangka harus mengerjakan soal-soal yang berbasis penalaran canggih itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pertanyaan yang diberikan berbeda dari materi pelajaran di sekolah,” kata Michael Andika (18), siswa kelas XII SMAN 2 Gunung Putri, Bogor ketika ditemui usai melaksanakan UTBK di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) di Jakarta. Ia mengambil paket soal sains-teknologi.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Kiri ke kanan: Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Telnologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar, Menristek dan Dikti Mohamad Nasir, Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Ravik Karsidi, dan Ketua Pelaksana Eksekutif LTMPT Budi Prasetyo Widyobroto memberi keterangan pers seusai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Sabtu (13/4/2019).
Menurut dia, soal fisika menanyakan tentang asal-usul sebuah rumus dan berbagai kemungkinan rumus alternatif untuk suatu topik permasalahan. Michael mengaku tidak pernah mempelajari hal tersebut di sekolah karena selama ini ia langsung diberikan satu rumus untuk setiap permasalahan. Dalam ujian sekolah pun rumus itu terus dipakai, hanya diganti jumlah angkanya.
Demikian pula untuk paket soal sosio-humaniora. Fiany Kania Zainsty (17) dari SMA Labschool Cibubur mengatakan pada mata pelajaran geografi siswa hanya menghafal definisi berbagai jenis gempa bumi. “Namun pertanyaan yang keluar di UTBK adalah menceritakan gempa Palu dan meminta kita mengidentifikasi kriteria gempa bersama alasannya,” ujarnya.
Aprilia Destiana (18), siswa SMA Kamhar 2, Bekasi, menuturkan latihan soal dengan menggunakan teks elaboratif jarang dilakukan. Umumnya, hanya pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas jenis dan teknis membuat teks. Mata pelajaran lain lebih banyak memakai pertanyaan langsung.
Sesi pertama dilaksanakan pada pukul 07.30 dengan penyelenggara 73 perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi pelaksanaan UTBK diemban oleh UI, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Jadwal tes untuk gelombang pertama pada 13 April-4 Mei, gelombang kedua pada 11-26 Mei.
Penalaran
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar ketika meninjau lokasi UTBK di FK UI bersama Menristek dan Dikti Mohamad Nasir memaparkan, pembelajaran di perguruan tinggi menggunakan metode pengembangan nalar. Kemampuan membaca, memahami, dan menganalisis merupakan keahlian mutlak yang harus dimiliki oleh mahasiswa sejak masuk kuliah. Artinya, sejak di bangku SMA mereka semestinya terbiasa membaca teks ilmiah.
“Menghitung berbasis rumus sudah ketinggalan zaman karena sekarang semuanya dilakukan oleh komputer dan robot. Penalaran teks, studi kasus, dan pengembangan inovasi adalah kemampuan manusia yang tidak akan bisa digantikan oleh teknologi. Kurikulum pendidikan tinggi harus mengarah ke pengembangan kompetensi manusia, bukan hafalan,” kata Ismunandar yang juga Guru Besar Kimia Institut Teknologi Bandung.
Sementara Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Ravik Karsidi mengatakan, bentuk soal adalah teks panjang dan diikuti berbagai pertanyaan. Adapun pertanyaannya tidak sekadar menyebutkan elemen-elemen yang ada di teks, melainkan juga menganalisa susbtansi teks dan menyimpulkan. Jenis pertanyaan ini membutuhkan pemahaman konsep secara mendalam.
Hasil setiap sesi UTBK akan diumumkan sepuluh hari setelah tes. Peserta yang tidak puas dengan nilainya boleh mengambil tes untuk kedua kalinya. Mereka juga boleh mengganti paket tes, misalnya pada tes pertama mengambil paket sains-teknologi dan ketika di tes kedua mengambil paket sosio-humaniora. Peserta dipersilakan memilih nilai tes yang tertinggi untuk melamar masuk ke perguruan tinggi negeri.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 15 April 2019