Perbaiki Terlebih Dahulu Mutu dan Pelayanan Pendidikan
Perguruan tinggi negeri kian banyak membuka kelas internasional. Selain menggaet mahasiswa asing, mahasiswa dalam negeri tertarik mengikuti kelas itu, meskipun biaya lebih besar. Namun, pembukaan kelas itu diharapkan didahului peningkatan kualitas pendidikan dan tidak mendiskriminasi pelayanan pendidikan.
Berdasarkan data kantor hubungan masyarakat Universitas Indonesia (UI), ada 14 program studi dengan kelas khusus internasional (KKI), seperti Ilmu Ekonomi, Akuntansi, Psikologi, dan Ilmu Komunikasi. Kepala Kantor Humas UI Rifelly Dwi Astuti mengungkapkan, jumlah mahasiswa asing kini sepuluh kali lebih banyak daripada awal tahun 2000-an. Ada 104 mahasiswa asing dengan berbagai program. “Penyumbang pertambahan mahasiswa asing memang KKI,” katanya.
Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik (FT) UI, Muhamad Asvial, mengatakan, FT merupakan fakultas pertama yang menerapkan KKI tahun 1999 melalui kerja sama dengan Universitas Teknologi Queensland dari Australia. Perkuliahan sebagian di Indonesia dan universitas di negara rekanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk KKI di FT, uang masuk sebesar Rp 25 juta dan uang per semester Rp 20 juta. Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), uang masuk Rp 30 juta dan biaya per semester Rp 28 juta. Di samping itu, mahasiswa membayar uang kuliah dalam dollar Australia ketika berkuliah di negara lain. Untuk prodi-prodi FT di Australia, biaya per semesternya 15.000 hingga 18.000 dollar Australia.
Peserta program asal Indonesia, Kevin, mengatakan, kalau dihitung, total biaya jauh lebih murah daripada kuliah penuh di Australia. Salah satu yang membedakan dari kelas lain ialah penggunaan bahasa Inggris.
Di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, program internasional untuk jenjang Strata 1 di lima fakultas, yakni Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kedokteran, serta Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. “Program internasional jenjang Strata 1 di FEB UGM sudah mendapat sertifikasi internasional,” kata Sekretaris Direktorat Kemitraan, Alumni, dan Urusan Internasional UGM Danang Sri Hadmoko.
Di Universitas Padjadjaran, Bandung, program studi yang sudah terakreditasi internasional menjadi daya tarik mahasiswa asing belajar di sana. “Kebanyakan mengambil rumpun kesehatan seperti Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, atau Farmasi. Ada yang kuliah bidang sosial seperti Komunikasi,” kata Wakil Rektor I Universitas Padjadjaran Engkus Kuswarno.
Utamakan mutu
Pakar pendidikan tinggi, Djoko Santoso, menegaskan, sebelum menerima mahasiswa asing, kampus harus membenahi diri agar tidak mengecewakan mahasiswa. “Pembenahan seperti meningkatkan kualitas dosen, memperbanyak riset, dan penerbitan jurnal,” kata Djoko.
Hal serupa diungkapkan pengamat pendidikan tinggi sekaligus Guru Besar Institut Teknologi Bandung Satryo Soemantri Brodjonegoro. Selain itu, kata Satryo, standar pelayanan pendidikan harus adil. Jangan ada perlakuan berbeda untuk mahasiswa dengan jurusan sama. “Pendidikan jangan dikomersilkan. Tujuan pendidikan itu pematangan pemikiran, kepedulian, dan keadilan,” kata Satryo.
Penyelenggaraan kelas internasional belum memiliki panduan yang baku dari Ditjen Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, karena merupakan otonomi perguruan tinggi.
“Aturan, panduan, dan definisi kelas internasional belum ada. Namun, tiap perguruan tinggi diminta mempertimbangkan pengaturan jumlah mahasiswa. Sejak 2010, mulai dikawal dan ada evaluasi,” kata Purwanto Subroto selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama Antar Lembaga Dikti, Direktorat Kerja Sama dan Kelembagaan, Kemristek dan Dikti.(DNE/HRS/B02/B04/CHE/ELN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 April 2015, di halaman 11 dengan judul “Kelas Internasional Tumbuh”.