Keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya di laut, tak habis diteliti. Baru-baru ini peneliti menemukan kehadiran Bathynomus raksasa pertama di wilayah laut dalam Indonesia.
EKSPEDISI SJADES—Peneliti menunjukkan jenis baru krustasea atau udang-udangan Bathynomus raksasa yang pertama dari laut Indonesia. Lokasi penemuan berada di Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa pada kedalaman 957-1.259 meter di bawah permukaan laut. Spesimen temuan ini dikoleksi pada kegiatan ekspedisi South Java Deep Sea Biodiversity Expedition (SJADES).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berhasil mendeskripsikan jenis baru krustasea atau udang-udangan, yaitu Bathynomus raksasa. Ini merupakan temuan pertama jenis tersebut dari laut Indonesia. Lokasi penemuan berada di Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa pada kedalaman 957-1.259 meter di bawah permukaan laut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Spesimen yang berbentuk mirip kecoa berukuran raksasa ini dikoleksi pada kegiatan ekspedisi South Java Deep Sea Biodiversity Expedition (SJADES). Kegiatan ini merupakan ekspedisi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama National University of Singapore dengan koordinator penelitian Dwi Listyo Rahayu dan Peter Ng pada tahun 2018.
Penemuan jenis baru Bathynomus raksasa ini telah dipublikasikan pada jurnal ZooKeys pada 8 Juli 2020. Penemuan jenis baru Bathynomus raksasa ini dinilai menjadi capaian penting keilmuan, khususnya dalam bidang ilmu taksonomi yang relatif sepi peminat.
”Penemuan jenis baru merupakan capaian besar seorang taksonomis apalagi jenis spektakuler dari sisi ukuran bahkan ekosistem di mana jenis tersebut ditemukan,” kata Pelaksana Tugas Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi, Selasa (14/7/2020), dalam siaran pers LIPI.
EKSPEDISI SJADES—Jenis baru krustasea atau udang-udangan Bathynomus raksasa yang pertama dari laut Indonesia.
Ia menjelaskan, penemuan jenis baru ini mengingatkan potensi keanekaragaman hayati Indonesia masih sangat besar yang belum terungkap. ”Masa depan pengungkapan keanekaragaman hayati Indonesia berkejaran dengan laju kepunahan jenis dan mungkin juga taksonom sebagai garda terdepan,” ujar Cahyo.
Pemilihan istilah raksasa sebagai nama jenis mengacu pada ukuran tubuh yang masuk dalam kategori besar (giant) dan sangat besar (super giant) yang dapat mencapai ukuran di atas 15 sentimeter di usia dewasa. ”Ukurannya memang sangat besar dan menduduki posisi kedua terbesar dari genus Bathynomus,” kata peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Conni Margaretha Sidabalok.
Ia menjelaskan, beberapa penelitian terdahulu telah menemukan lima jenis Bathynomus berkategori super giant di Samudra Hindia dan Pasifik. ”Penemuan Bathynomus pertama dari laut dalam Indonesia ini sangat penting bagi riset taksonomi krustasea laut dalam, mengingat langkanya riset sejenis di Indonesia,” ujar Conni.
EKSPEDISI SJADES—Jenis baru krustasea atau udang-udangan Bathynomus raksasa yang pertama dari laut Indonesia.
Ia menjelaskan, Bathynomus merupakan salah satu ikon krustasea laut dalam dengan ukuran relatif besar dan tampilan keseluruhan yang khas. Morfologi Bathynomus memiliki tubuh pipih dan keras walaupun tidak memiliki karapaks atau cangkang keras yang melindungi organ dalam pada tubuh krustasea.
Matanya berukuran besar, pipih, dan memiliki jarak cukup lebar di antara keduanya. Organ di bagian kepala adalah sepasang antena panjang, sepasang antena pendek di ujung kepala, serta mulut dan anggota tubuh yang bermodifikasi untuk alat makan di segmen bagian bawah kepala.
Bathynomus memiliki tujuh pasang kaki jalan dan lima pasang kaki renang. Identifikasi Bathynomus raksasa dilakukan dari holotype jantan berukuran 363 milimeter dan paratype betina berukuran 298 milimeter.
”Secara umum, Bathynomus raksasa paling mirip dengan Bathynomus giganteus dan Bathynomus lowryi dalam rentang ukuran dan karakter di bagian ekor atau pleotelson,” ungkap Conni.
EKSPEDISI SJADES—Jenis baru krustasea atau udang-udangan Bathynomus raksasa yang pertama dari laut Indonesia.
Ia menjelaskan, perbedaan dengan dua jenis tersebut terdapat pada karakter antena, organ ujung kepala, tekstur permukaan, duri ekor, dan beberapa karakter lain. Conni menjelaskan, ekspedisi SJADES juga memperoleh empat spesimen Bathynomus pra-dewasa dan muda dari perairan Selat Sunda dan selatan Jawa.
”Spesimen tersebut tidak dapat kami identifikasi ke tingkat jenis karena karakter diagnostik jenis biasanya belum berkembang pada tahap pra-dewasa atau lebih muda. Tetapi, yang pasti spesimen ini bukan Bathynomus raksasa karena adanya perbedaan bentuk ekor, ekor samping, dan duri ekor,” ujar Conni.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 15 Juli 2020