Peneliti di Finlandia menggunakan model anjing untuk mempelajari kecemasan manusia karena kecemasan pada anjing tersebut mirip yang dialami manusia.
Pemilik anjing sering mengalami perilaku cemas dari anjingnya. Penelitian di Finlandia menunjukkan, kecemasan pada anjing terutama dipicu oleh kebisingan. Penelitian itu juga menemukan bahwa kecemasan pada anjing tersebut mirip yang dialami manusia.
BEHROUZ MEHRI / AFP–Pencinta anjing, Neda, bermain-main dengan anjing liar di penampungan hewan Vafa di kota Hashtgerd, sekitar 70 km di barat Teheran, ibu kota Iran, pada 30 Juni 2011.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian itu berjudul ”Prevalensi, Penyakit Penyerta, dan Perbedaan Ras dalam Kecemasan Anjing pada 13.700 Anjing Peliharaan Finlandia”. Penelitian dimuat dalam jurnal Scientific Reports yang juga dipublikasikan Science Daily pada 6 Maret 2020. Penelitian dilakukan tim ilmuwan Universitas Helsinki, Finlandia, yaitu Milla Salonen, Hannes Lohi, dan peneliti lainnya.
Dalam laporan di jurnal, Salonen dan rekan-rekannya menulis, penelitian ini dilatarbelakangi perilaku bermasalah dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan anjing sehingga sering berakhir di tempat penampungan anjing atau dieutanasia.
Pada manusia, masalah perilaku, terutama agresivitas, menjadi masalah kesehatan masyarakat. Beberapa masalah perilaku anjing mirip gangguan kecemasan manusia. Misalnya, gangguan kompulsif anjing menyerupai gangguan obsesif-komplusif atau obsessive-compulsive disorder (OCD) manusia.
Metodologi yang digunakan adalah survei daring dari pemilik anjing yang dijaring melalui Facebook. Peneliti menerima tanggapan kuesioner dari 13.715 anjing di 264 ras. Mereka memeriksa epidemiologi tujuh sifat kecemasan pada anjing: sensitivitas kebisingan, ketakutan, takut permukaan, kurangnya perhatian/impulsif, perilaku kompulsif, agresi, dan perilaku yang berhubungan dengan pemisahan.
Hasilnya menunjukkan, secara total, 72,5 persen anjing memiliki perilaku yang sangat bermasalah. Sensitivitas kebisingan adalah sifat kecemasan yang paling umum dengan 32 persen anjing sangat takut pada setidaknya satu suara. Ketakutan adalah sifat paling umum kedua dengan prevalensi 29 persen. Perilaku dan agresi yang terkait dengan pemisahan adalah sifat yang paling tidak umum dengan prevalensi masing-masing 5 persen dan 14 persen.
Peneliti menemukan, anjing jantan lebih sering agresif dan hiperaktif/impulsif, sedangkan anjing betina lebih sering merasa takut.
Perbedaan ras anjing juga memengaruhi jenis kecemasan. Sebagai contoh, 10,6 persen dari anjing Miniatur Schnauzer agresif terhadap orang asing, sedangkan hanya 0,4 persen dari Labrador Retrievers menunjukkan agresi. Sebanyak 9,5 persen dari anjing ras Staffordshire Bull Terrier dilaporkan menunjukkan pengejaran ekornya sendiri, tetapi tidak ada anjing Lagotto Romagnolo yang mengejar ekor mereka.
Peneliti juga menemukan, banyak anjing menunjukkan komorbiditas atau penyakit penyerta terkait kecemasan. Komorbiditas yang paling umum adalah rasa takut, terutama pada anjing yang agresif dan hiperaktif/impulsif. Komorbiditas kedua paling umum adalah sensitivitas suara, terutama pada anjing yang ketakutan.
KOMPAS/STEFANUS OSA–Emon, anjing yang setia dan mengalami cacat seumur hidup, berada dalam pangkuan Erika. Anjing itu dirawat di rumah Erika di kawasan Serpong, Kamis (16/1/2020).
”Kami menemukan hubungan menarik antara impulsif, perilaku kompulsif, dan kecemasan karena berpisah dengan pemilik. Pada manusia, gangguan obsesif-kompulsif (OCD) sering terjadi bersamaan dengan ADHD atau defisit perhatian dan gangguan hiperaktif (attention deficit and hyperactivity disorder), tetapi ini adalah pertama kalinya hal yang sama terlihat pada anjing,” kata Milla Salonen.
Secara fisiologis dan perilaku, anjing mirip dengan manusia. Selain itu, perilaku yang tidak diinginkan adalah alami pada anjing, yang juga berbagi lingkungan sosial yang sama kompleksnya dengan manusia.
”Dengan bantuan proyek dan data ini, kami akan terus menyelidiki seberapa baik spesies model anjing dalam penelitian yang berfokus pada masalah kesehatan mental manusia,” kata Hannes Lohi.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 7 Maret 2020