Kebun Raya Mangrove Pertama di Dunia Akan Dibangun

- Editor

Jumat, 13 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebun raya mangrove seluas 200 hektar akan dibangun di kawasan pantai Timur Surabaya, Jawa Timur. Kebun raya tersebut diklaim sebagai kebun raya mangrove pertama di dunia. Pembangunan ini menjadi salah satu wujud nyata dari gerakan menjaga bumi dari kerusakan lingkungan yang kian mengancam.

Program pembangunan kebun raya mangrove itu akan dimulai pada 29 April 2018 bertepatan dengan Festival Jaga Bhumi 2018. Program tersebut melibatkan pemerintah kota Surabaya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI).

Wakil Ketua II YKRI Sonny Keraf mengatakan, bencana ekologis mengancam bumi, seperti pemanasan global, pembabatan hutan, serta pencemaran udara, air, dan laut. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan untuk menyokong keberlanjutan kehidupan manusia, alam, dan hewan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Ketika lingkungan terancam, kehidupan manusia juga terancam. Kita harus menyelamatkan bumi ini. Pembangunan kebun raya mangrove pertama di dunia ini menjadi salah satu langkah awal, juga rencana besar, untuk memulainya,” kata Sonny dalam jumpa pers jelang Festival Jaga Bhumi 2018 di Veranda Hotel, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/4/2018).

Saat ini Indonesia telah memiliki 36 kebun raya. Kebun raya mangrove yang akan dibangun di kawasan pantai Timur Surabaya, tepatnya di Wonorejo hingga pesisir pantai Kecamatan Gunung Anyar, akan menjadi kebun raya ke-37.

Sonny menambahkan, LIPI telah merampungkan kajian akademis terkait pembangunan kebun raya mangrove itu. Kini, tinggal menunggu rencana induk (masterplan kebun) raya yang sedang dikerjakan Kementerian PUPR.

NIKOLAUS HARBOWO–Wakil Ketua II YKRI Sonny Keraf menjelaskan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dalam konferensi pers jelang Festival Jaga Bhumi 2018 di Veranda Hotel, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis (12/4/2018).

“Masterplan ini dirancang Kementerian PUPR. Kami harus membentuk konsep yang matang dengan mengutamakan konservasi, riset penelitian, pendidikan, dan rekreasi,” ujarnya.

Namun pembangunan masih terkendala pembebasan lahan. Dari rencana 200 hektar, tanah yang tersedia baru seluas 50 hektar. Pemerintah Kota Surabaya harus menganggarkan setiap tahunnya untuk pembebasan lahan tersebut. “Itu lahan sebenarnya milik pemerintah daerah tetapi telah lama kosong. Sehingga, orang masuk untuk tanam dan bikin pondok di sana,” ucap Sonny.

Ahli Konservasi YKRI Sudjati Budi Susetiyo mengatakan, tantangan untuk mewujudkan kebun raya mangrove adalah konsep konservasi “ex-situ”. Kebun raya itu harus mampu mencakup sekitar 180 jenis mangrove yang ada di Indonesia. Adapun, saat ini baru ada sebanyak 14 jenis mangrove.

“Karena ini akan jadi kebun raya, tantangannya agar bisa menampung koleksi mangrove yang ada. Pasti harus mencari ke tempat lain yang ada mangrove-nya yang kondisi alam dan ekologi sama dengan Surabaya,” kata Djati.

Karena ini akan jadi kebun raya, tantangannya agar bisa menampung koleksi mangrove yang ada.

Pembangunan kebun raya mangrove diperkirakan membutuhkan waktu hingga 10 tahun. “Bangun seperti Kebun Raya Bogor bisa 200 tahun, tetapi itu kan zaman dulu. Dengan peralatan yang ada sekarang dan dibantu Kementerian PUPR, pembangunan semoga bisa lebih cepat,” ucapnya.

Direktur Program Jaga Bhumi Michael Bayu Sumarijanto mengatakan, kebun raya mangrove dapat menjadi contoh pelestarian alam yang menyatukan antara kehidupan darat, laut, dan udara. Hal ini dikarenakan banyak ekosistem yang tumbuh di sebuah kawasan mangrove.

“Tempat ikan beranak, burung hijrah, binatang-binatang darat berlindung juga. Jadi kombinasi ini menggambarkan darat, laut, udara menjadi satu di mangrove,” ujarnya.

Ia berharap gerakan ini bisa menjadi semangat bagi kaum muda untuk ikut melestarikan alam. Pelestarian itu dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti ikut menanam mangrove ketika Festival Jaga Bhumi atau menggaungkan gerakan Jaga Bhumi melalui media sosial.–DD18

Sumber: Kompas, 13 April 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB