Kebijakan tentang kantong plastik berbayar dikaji ulang agar tidak merugikan masyarakat dan mampu mendorong pengurangan volume sampah plastik secara masif. Pemerintah tengah merampungkan regulasi berupa peraturan menteri untuk memayungi gerakan nasional penanganan sampah, termasuk pengurangan sampah kantong plastik sekali pakai.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, kebijakan kantong plastik berbayar akan diubah menjadi gerakan nasional penanganan sampah. Gerakan pengurangan pemakaian plastik sekali pakai akan menjadi bagian di dalamnya, diwujudkan melalui sejumlah kegiatan yang lebih konkret.
”Selain itu, perilaku masyarakat akan didorong dengan memberi pengertian, apabila membebani sampah, mereka harus membayar. Beban terhadap lingkungan harus ditanggung pihak pemberi beban,” ujar Siti Nurbaya di acara Rakornas Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 2018, Selasa (3/4/2018), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam Rakornas Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Selasa (3/4/2018), di Jakarta.
Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan uji coba gerakan nasional penanganan sampah selama tiga bulan, pada 21 Januari-21 April 2018, di seluruh Indonesia. Kegiatan yang dilakukan meliputi sosialisasi kebijakan dan program pengelolaan sampah, gerakan kebersihan sampah, dan menciptakan aksi bersama berbasis masyarakat, seperti membersihkan sampah plastik di pantai, sungai, dan tempat pariwisata.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam Rakornas Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Selasa (3/4/2018), di Jakarta.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, peraturan menteri tentang gerakan nasional penanganan sampah yang tengah dirampungkan merupakan kelanjutan dari kebijakan kantor plastik berbayar yang diuji coba 2016. Seperti diketahui, hasil uji coba selama tiga bulan di 23 kabupaten dan kota menunjukkan perubahan perilaku konsumen dan menumbuhkan kesadaran warga mengurangi sampah.
Penggunaan kantong plastik berkurang 55 persen. Namun, setelah dievaluasi, ada ketidakadilan karena konsumen dibebani membayar kantong plastik padahal seharusnya menjadi tanggungan pihak produsen. Hal itulah yang sekarang dikaji, yakni penerapan insentif dan disinsentif bagi pihak-pihak yang terlibat penggunaan kantong plastik sekali pakai.
”Misalnya konsumen yang tidak menggunakan kantong keresek sekali pakai atau berperilaku ramah lingkungan berhak mendapat insentif. Namun, seperti apa bentuk insentifnya, masih dicari formulanya yang tepat,” kata Rosa.
Inisiatif daerah
Di tengah upaya pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan kantong plastik berbayar, sejumlah daerah sudah mulai mengambil inisiatif. Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di ritel modern dan memayunginya lewat Peraturan Wali Kota (Perwali) 2016. Dalam implementasinya, kebijakan itu sangat efektif mengurangi volume sampah plastik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Suryanto mengatakan, keberhasilan Kota Banjarmasin mendorong Pemkot Balikpapan mengikuti jejaknya. Saat ini pihaknya tengah merampungkan Perwali tentang larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di seluruh ritel modern.
”Bedanya dengan Banjarmasin, Pemkot Balikpapan mengatur sanksi bagi pelanggar, yakni mendapat teguran pertama, kedua, dan ketiga hingga pencabutan izin usaha,” ujar Suryanto.
Volume sampah di Balikpapan mencapai 545 ton per hari dan baru 20 persen yang bisa diolah, sementara sisanya dibuang ke TPA sehingga tidak bisa terurai. Dari 554 ton volume sampah itu, sekitar 60 ton merupakan sampah plastik yang berbahaya karena butuh waktu ratusan tahun baru terurai.
Suryanto menambahkan, dulu Balikpapan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar tetapi implementasinya banyak menilai polemik karena menciptakan persaingan usaha tidak sehat. Ada ritel yang patuh dan tidak, serta tarif berbayar yang tidak seragam.
Pemerintah daerah kemudian memutuskan melarang total pemakaian kantong plastik sekali pakai di seluruh ritel modern. Selanjutnya, biaya belanja plastik ritel modern ini diminta dialokasikan untuk membeli kantong belanja ramah lingkungan produksi usaha mikro, kecil, dan menengah.–RUNIK SRI ASTUTI
Sumber: Kompas, 3 April 2018