Kebijakan Iptek; Jalan Hilirisasi Hasil Riset

- Editor

Minggu, 2 November 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Produk penelitian dan pengembangan teknologi di lembaga riset mulai dimanfaatkan industri setelah Kementerian Riset dan Teknologi menerapkan kebijakan sistem inovasi nasional dan pola konsorsium. Penyatuan kementerian itu dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada Kabinet Kerja diharapkan mewujudkan proses estafet hasil riset mulai dari hulu, dari produk riset dasar ke terapan, hingga diaplikasikan industri.

Dalam hilirisasi karya iptek ini arahnya bukan hanya meningkatkan daya saing produk industri pada bagian hilir, melainkan juga daya saing sumber daya manusia, terutama peneliti di lembaga riset dan perguruan tinggi yang menaunginya. ”Saat ini kinerja peneliti masih sangat rendah,” kata Menristek-Dikti Muhammad Nasir, Rabu (29/10).

Penilaian itu didasarkan pada pemeringkatan perguruan tinggi di dunia berdasarkan jumlah penelitian yang masuk publikasi atau jurnal ilmiah internasional. Pada peringkat Webomatric salah satunya, hanya dua perguruan tinggi di Indonesia yang masuk 500 besar. Padahal, ada ratusan perguruan tinggi di Indonesia, di antaranya 130 perguruan tinggi negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Aspek pendayagunaan SDM iptek itulah yang mendapat perhatian lebih pada Kabinet Kerja. Oleh karena itu, Kemenristek- Dikti ditempatkan di bawah koordinasi kementerian baru, yaitu Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Jika pada kementerian sebelumnya target pengembangan iptek pada hasil akhir berupa produk, saat ini targetnya adalah pengembangan kapasitas manusianya atau subyek dalam prosesnya.

Konsekuensi penggabungan harus terjadi pembagian sumber daya berupa dana, fasilitas laboratorium, dan tenaga peneliti yang berdampak positif bagi kedua lembaga. Selama ini, alokasi pendanaan Ditjen Dikti pada Kemdikbud sebesar Rp 41 triliun, jauh lebih besar dibandingkan pendanaan di lingkungan Kemenristek yang mengoordinasikan tujuh LPNK (Lembaga Pemerintah Nonkementerian) bidang ristek. Adapun dari fasilitas riset dan penguasaan teknologi terapan, lembaga riset lebih baik.

Oleh karena itulah kedua pihak perlu bersinergi menyusun program kerja bersama. Patdono Suwignjo, Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi, sependapat mengenai pentingnya membuat peta jalan penelitian nasional yang mencakup lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Penelitian di perguruan tinggi akan mendukung program riset nasional yang nanti ditetapkan Kemenristek- Dikti.

Pada penyusunan program riset nasional, Muhammad Nasir mengingatkan agar mengacu visi dan misi yang ditetapkan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam sembilan agenda pada Nawa Cita. Menurut Erry Ricardo, Kepala Biro Perencanaan Kemenristek, akan terkait dengan NC I untuk pembangunan industri pertahanan, pembangunan science and technology park, kedaulatan pangan dan energi, serta peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia.

Integrasi
Melalui pengintegrasian proses bisnis di perguruan tinggi dan lembaga penelitian—dalam hal ini LPNK Ristek—maka riset dan pelayanan masyarakat pendidikan tinggi di Indonesia diharapkan menjadi lebih baik.

0c965fe675d0449aa8ac871505b56513Saat ini tim restrukturisasi yang merupakan gabungan dari Ditjen Dikti Kemdikbud dan Kemenristek terus berkoordinasi untuk menemukan bentuk integrasi dan sinergi baru yang baik di dalam Kemenristek dan Dikti. ”Penggabungan ini akan membuat proses bisnis yang baru yang membuat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat semakin berlangsung baik,” kata Patdono.

Nantinya, dalam Kemenristek-Dikti tetap ada Ditjen Dikti yang mengurusi pendidikan tinggi. Adapun riset yang dilaksanakan pendidikan tinggi, yang tadinya hanya ditangani direktorat di Kemdikbud, ditingkatkan untuk digabung dengan Ditjen Riset yang akan dibentuk nantinya di Kemenristek-Dikti. ”Dengan penyatuan riset di perguruan tinggi dan di lembaga riset pemerintah, maka kegiatan ini akan terorganisasi, sinkron, serta tidak tumpang tindih,” ujar Patdono.

Menurut dia, seiring dengan penggabungan itu, Kemenristek yang tadinya sebagai pembuat kebijakan yang berada di kluster III, dengan penggabungan ini maka Kemenristek-Dikti akan masuk kluster II. ”Penyesuaian ini masih terus dibahas,” kata Patdono.

Penggabungan Kemenristek dan Ditjen Dikti tidak akan diikuti pemindahan karyawan. Saat ini Ditjen Dikti menempati gedung 14 lantai di lingkungan Kemdikbud. Sementara Kemenristek selama ini menempati beberapa lantai di Gedung II BPPT. Lokasi yang terpisah itu dinilai tidak masalah karena komunikasi dapat dilakukan secara elektronik.

Lingkup kerja dua lembaga itu pun tidak akan banyak berubah. Melalui penggabungan itu ada sekitar 75.000 dosen dan pegawai di perguruan tinggi negeri serta pegawai tetap ditangani Ditjen Dikti di kementerian baru. Tantangannya, bagaimana lembaga baru itu mewujudkan hasil riset hingga hilir dan bermanfaat bagi orang banyak.

Oleh: Yuni Ikawati dan Ester Lince Napitupulu

Sumber: Kompas, 1 November 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB