Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga harus disinergikan antara kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dunia usaha hingga pengelola kawasan dan masyarakat. Hal itu untuk mempercepat target pengelolaan sampah mencapai 100 persen pada 2025.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, pengelolaan sampah saat ini baru mencapai 67 persen. Sisanya, sebanyak 33 persen, tidak dikelola dan dibuang bebas ke laut, sungai, atau pun tempat-tempat terbuka lainnya sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.
“Dengan asumsi setiap jiwa penduduk memproduksi sampah sebesar 0,7 kilogram per hari, potensi volume timbulan sampah sangat besar. Apabila tidak ditanggulangi, sampah akan terbesar kemana-mana dan menimbulkan bencana,” ujar Rosa Vivien kepada wartawan di Kantor Kementerian LHK, Senin (2/4/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Dirjend Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio (kiri) bersama Dirjend Pengelolaan Sampa, Limbah dan B3 Rosa Vivien, Selasa (2/4)
Tahun ini timbulan sampah diproyeksi mencapai 65,8 juta ton dan meningkat menjadi 70,8 juta ton di 2025 apabila tidak dilakukan upaya pengurangan dan pengelolaan.
Oleh karena itulah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang kebijakan dan strategi nasional (Jaktranas) pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Perpres ini merupakan terobosan baru dalam pengelolaan sampah yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola sampah secara terintegrasi dari sumbernya hingga pemprosesan akhir. Targetnya, 100 persen sampah terkelola dengan baik dan benar di 2025.
“Target pencapaian diukur melalui pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen. Realisasi pengurangan sampah rumah tangga 2017 baru 2,12 persen,” kata Rosa.
Perubahan perilaku
Pengurangan sampah rumah tangga hanya tercapai apabila ada perubahan perilaku dan kesadaran kolektif masyarakat. Caranya dengan mengganti pemakaian barang sekali pakai menjadi barang yang bisa digunakan berkali-kali. Contohnya, membawa botol air minum untuk mencegah penggunaan air minum kemasan sekali pakai. Selain itu, mengurangi pemakaian kantong plastik.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar menambahkan, untuk menangani sampah harus didukung dengan penyediaan fasilitas sarana prasarana pengelolaan sampah sesuai dengan kapasitas produksi di seluruh kabupaten dan kota.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG–Pembeli bersiap membawa belanjaan mereka yang dibungkus kantong plastik di sebuah pasar swalayan di Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemerintah berencana menerapkan pembatasan kantong plastik untu pembungkus untuk mengurangi sampah plastik yang sulit terurai.
Pemerintah daerah harus menyusun kebijakan strategi daerah (Jakstrada) dalam waktu enam bulan atau maksimal akhir April ini untuk pemerintah provinsi dan satu tahun atau maksimal Oktober 2018 untuk pemerintah kabupaten/kota.
Untuk mendukung penyelenggaraan Jakstrada, KLHK sedang menyusun pedoman pelaksanaan Perpres 97/2017 tentang Jakstranas yang akan menjadi acuan penyusunan strategi di daerah. Jakstranas dan Jakstrada menjadi rencana induk pengelolaan sampah nasional dan daerah yang terukur pencapaiannya secara bertahap sampai 2025. Tentu, target capaian itu sesuai kondisi dan kemampuan daerah masing-masing.
“Gerakan masyarakat dan pemerintah daerah diharapkan mampu mendorong sampah sebagai sumber daya baru yang bermanfaat bagi sistem perekonomian Indonesia,” ujar Novrizal.
Alasannya, potensi timbulan sampah didominasi oleh 57 persen sampah organik, 16 persen sampah plastik, 10 persen sampah kertas, dan 17 persen sampah lain-lain. Bahan-bahan itu berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif bagi dunia industri seperti industri pupuk organik.
Di sisi lain KLHK melakukan upaya pengelolaan sampah terpadu di sejumlah kawasan wisata prioritas nasional seperti Labuhan Bajo, Danau Toba, dan Borobudur. Membangun pusat daur ulang dan bank sampah termasuk di enam kabupaten dan kota di sekitar Sungai Citarum senilai Rp 12 miliar tahun ini.–RUNIK SRI ASTUTI
Sumber: Kompas, 3 April 2018