Kayu Besi Maluku dan Ulin Tak Lagi Dilindungi

- Editor

Senin, 4 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Patung manusia atau yang disebut sapundu oleh Suku Dayak di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, KAlimantan Tengah, Senin (28/1/2019). Patung yang dikeramatkan masyarakat Dayak ini diincar oleh para pencuri untuk dijual. Bahanyya terbuat dari kayu ulin atau kayu baja memiliki nilai Rp 25 juta sampai Rp 50 juta tergantung dari umurnya.

Patung manusia atau yang disebut sapundu oleh Suku Dayak di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, KAlimantan Tengah, Senin (28/1/2019). Patung yang dikeramatkan masyarakat Dayak ini diincar oleh para pencuri untuk dijual. Bahanyya terbuat dari kayu ulin atau kayu baja memiliki nilai Rp 25 juta sampai Rp 50 juta tergantung dari umurnya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan yang dikhawatirkan mengancam keanekaragaman hayati dan ekologi hutan. Kali ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 yang mengeluarkan jenis-jenis tanaman sasaran pemburu kayu seperti ulin dan kayu besi maluku dari daftar tanaman yang dilindungi.

Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong laju percepatan kehilangan hutan alam terutama yang masih terlindungi di hutan konservasi maupun hutan-hutan adat. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan didesak untuk merevisi kembali peraturan yang ditandatangani pada 28 Desember 2018 ini.

Patung manusia atau yang disebut sapundu oleh Suku Dayak di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, KAlimantan Tengah, Senin (28/1/2019). Patung yang dikeramatkan masyarakat Dayak ini diincar oleh para pencuri untuk dijual. Bahanyya terbuat dari kayu ulin atau kayu baja memiliki nilai Rp 25 juta sampai Rp 50 juta tergantung dari umurnya.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO–Patung manusia atau yang disebut sapundu oleh Suku Dayak di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Senin (28/1/2019). Patung yang dikeramatkan masyarakat Dayak ini diincar oleh para pencuri untuk dijual. Bahanya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi memiliki nilai Rp 25 juta sampai Rp 50 juta tergantung dari umurnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Fakta di lapangan jenis-jenis tersebut sudah langka dan semakin langka karena eksploitasi berlebihan. Saya kurang setuju kalau dikeluarkan dari daftar yang dilindungi,” kata Supriyanto, Pakar Bioteknologi Hutan dan Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Minggu (3/2/2019) di Jakarta.

Ia menjelaskan jenis-jenis tanaman yang dikeluarkan dari daftar dilindungi dalam Permenlhk 106 tersebut belum ada yang membudidayakan sebagai tanaman budidaya. Yang ada saat ini, tanaman tersebut ditanam sebatas untuk arboretum atau tanaman koleksi di hutan pendidikan atau di kampus-kampus.

Pemilik izin pembalakan/Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau HPH sebatas melindungi atau tidak menebang. Pengelola konsesi tersebut belum ada yang memperbanyak alih-alih menanam di kawasannya. Selain itu, IUPHHK-Hutan Tanaman Industri belum ada yang menggunakan jenis-jenis tersebut.

Masyarakat adat
Saat dihubungi terpisah, Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan M Kosar mengatakan Peraturan Menteri LHK 106/2018 menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat. Di Maluku (habitat endemis kayu besi) dan Kalimantan (habitat endemis kayu ulin) yang selama ini hidup selaras dan tak terpisahkan dengan hutan.

Di pulau-pulau yang tersebar di Maluku menjadi habitat bagi kayu besi Maluku (Instsia palembanica). Pun pulau-pulau kecil di Maluku menjadi tempat hidup tanaman ini. Ia mengkhawatirkan ketika kayu besi maluku tak lagi dilindungi, para pemburu kayu lebih leluasa merangsek ke dalam pulau-pulau kecil.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106/2018 ini mengeluarkan 10 jenis tanaman hutan dari lampiran daftar tanaman dilindungi yang semula tercatat dalam daftar lampiran tanaman dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 20/2018. PermenLHK 106 ini menggantikan PermenLHK 20 yang ditandatangani Menteri LHK pada 29 Juni 2018.

Kesepuluh tanaman itu yaitu merbau maluku, ulin (Eusideroxylon zwageri), kempas kayu raja (Koompassia excels), kempas malaka (Koompassia malaccensis), medang lahu (Beilschmiedia madang), palahlar nusakambangan/keruing (Dipterocarpus littolaris), palahlar mursala (Dipterocarpus cinereus), damar pilau (Agathis borneensis), kokoleceran (Vatica bantamensis), dan upan (Upuna borneensis).

Pada awalnya Permenlhk 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi ini mendapat apresiasi dari konservasionis. Permenlhk 20 menambah daftar satwa dilindungi – terutama burung- yang belum tercatat dalam lampiran PP no 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Sejumlah sepesies seperti kenari melayu (Chrysocorythus estherae), kacamatan jawa/pleci (Zosterops flavus), opior jawa (Heleia javanica), dan gelatik jawa (Lonchura oryzivora) masuk dalam daftar spesies yang dilindungi.

Namun tak berselang lama, pemerintah melakukan pengubahan pertama Permenlhk 20/2018 menjadi Permenlhk 92/2018. Dalam pengubahan pertama ini, pemerintah mengeluarkan burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), jalak suren (Gracupica jalla), kucica hutan/murai batu (Kittacincla malabarica), anis bentet kecil (Colluricincla megarhyncha), dan anis bentet sangihe (Colluricincla sanghirensis) dari daftar dilindungi atas desakan para penghobi dan pebisnis burung kicau.

Dalam waktu enam bulan, KLHK kembali mengubah Permenlhk 20 menjadi Permenlhk 106 dengan mengeluarkan 10 jenis tanaman dari daftar dilindungi. Dalam Permenlhk 106 ini disebutkan penetapan jenis tumbuhan ini mempertimbangkan banyaknya izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu – hutan alam (IUPHHK-HA atau hak pengelolaan hutan/HPH) yang menebang jenis tumbuhan dilindungi.

Banyaknya tumbuhan dilindungi ini terkendala dalam proses penatausahaan hasil hutan sehingga tidak bisa keluar maupun dipasarkan. Masih dalam permenlhk 106 menyebutkan adanya permasalahan hukum ketika pemegang IUPHHK-HA menebang di areal kerjanya atas tumbuhan/pohon yang dilindungi.

Kemudian, industri primer hasil hutan yang menerima dan mempunyai stok/persediaan baik dalam bentuk kayu bulat maupun kayu olahan jenis tumbuhan/pohon yang dilindungi, tidak dapat dipasarkan dan pasokan bahan baku industri menjadi terkendala. Alasan lain, menurut Permenlhk 106, banyaknya Dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Bulat yang telah terbit dan statusnya dalam perjalanan jadi tidak berlaku padahal kayu bulat tersebut berasal dari Rencana Kerja Tahunan yang telah disahkan.

Menurut Kosar mengatakan alasan ini tak bisa diterima. Karena, perusahaan sudah menghentikan penebangan jenis dilindungi tersebut sejak P.20 ditetapkan (berlaku 11 Juli 2018). Permasalahan hukum tersebut seharusnya ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi karena perusahaan tidak taat menurut Permenlhk no 92 yang berlaku pada 5 September 2018 dimana jenis ulin dan kayu besi maluku masih masuk tumbuhan dilindungi.

“Ini salah satu bukti bahwa KLHK setengah hati dalam melakukan perlindungan, pengawasan dan penegakan hukum,” kata dia.

Dikonfirmasi terkait hal ini, hingga Minggu sore, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno belum memberikan respons. Ia mengatakan Senin ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK yang akan memberikan penjelasan.

Sebelumnya, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Eksploitasia menyarankan untuk mengonfirmasi hal ini ke bagian Humas KLHK. SEmentara Kepala Pusat Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi hingga Minggu kemarin belum memberikan konfirmasi.

Kosar mengatakan penerbitan Permenlhk 106 sangat tampak demi kepentingan bisnis. Namun ia menyayangkan kemudahan investasi dengan alasan peningkatan perekonomian tersebut tak berkelanjutan dan mengancam ekosistem hutan serta kehidupan masyarakat adat.

“KLHK harus mengkaji ulang dan merevisi kembali peraturan perubahan ini dengan mempertimbangkan dampak kerugian ekologis yang akan terjadi dimasa mendatang,” ujarnya.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 4 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB