Karya Anak Bangsa Masuk ke Pasar Dunia

- Editor

Kamis, 19 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebanyak 10 inovasi karya peneliti dari Pusat Unggulan Iptek akan dibawa ke pameran Indonesia Innovation Day di tingkat dunia yaitu di Jepang pada Oktober mendatang.

Karya inovasi yang akan dipasarkan ini telah diseleksi dan memiliki technology readiness level (TRL) 9 atau innovation readiness level (IRL) 6. Keunggulannya adalah pada pemanfaatan sumberdaya hayati dan berbasis pada kekayaan seni dan budaya Indonesia.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi Patdono Suwignjo pada Rapat Persiapan Penguatan Hilirisasi Produk Unggulan PUI atau Pusat Unggulan Iptek di salah satu hotel di Jakarta Pusat pada Rabu (18/4/2018). Melalui ajang ini akan menghadirkan industri luar negeri sehingga dapat terjadi ekskalasi hilirisasi inovasi karya anak bangsa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pameran ini merupakan ajang kedua yang diselenggarakan Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti. Tahun lalu eksebisi serupa diadakan di di Eindhoven, Belanda pada 2017. Dari pameran tahun lalu antara lain telah terjalin kontrak untuk bunga lipstik (Aeschynanthus) hasil pemuliaan peneliti LIPI. Adapun Subsea swimmer thruster diminati sebuah perusahaan Rusia. Sedangkan buah merah sudah diproduksi di Jepang dan dipasarkan di Eropa.

Pada ajang Indonesia Innovation Day 2018 di jepang, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemristekdikti Kemal Prihatman menjelaskan, dari 29 inovasi yang masuk level IRL 6 terpilih 10 karya di antaranya yaitu mengkudu organik yang memiliki kandungan senyawa aktif skopoletin lebih tinggi dari produk yang beredar di pasar dunia.

KOMPAS/YUNI IKAWATI–Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti, Patdono Suwignyo, di rapat Pusat Unggulan Iptek, Rabu (18/4/2018), di Jakarta.

Selain itu juga akan ditampilkan Mini Garden Tumbuhan Epifit Tropika yaitu tanaman hias fungsional penyerap polutan, biomush (inokulan unggul untuk produksi jamur), inoka (inokulum fermentasi kakao), serbuk teh hijau Gamboeng, Kit Methylene Disphosphonate (MDP) untuk diagnose kelainan tulang, batik Latar Ringkel dengan pewarnaan smock, dan regional data Node (Redano) sistem data hub regional asia tenggara untuk penyajian datan inderaja.

Kolaborasi
Dalam sambutannya Patdono menyarankan pengembangan dan pemasaran hasil riset ke tingkat lebih lanjut harus dilakukan para peneliti dengan menggandeng industri.

Para peneliti di Indonesia masih cenderung bekerja sendiri dalam memasarkan hasil paten maupun hasil penelitiannya. Hal ini membuat banyak hasil inovasi masuk ke “lembah kematian” atau gagal untuk dapat dijual langsung ke masyarakat

“Adanya keyakinan berlebihan dari peneliti bahwa kalau dia bisa hasilkan peenlitian readiness level sembilan, dia juga punya keyakinan dia bisa mengkomersilkan. Itu adalah penyakit paling kronis di peneliti Indonesia,” ungkap Patdono.

Ia menyarankan peneliti agar menyerahkan hilirisasi, baik berupa penerapan teknologi maupun pemasaran kepada pihak yang punya akses dan pengalaman, namun peneliti harus tetap mendapatkan royalti sembari mengembangkan produknya.

“Ini bukan pekerjaan yang bisa ditangani tim periset. Tapi harus ada orang lain yang ahli di bidang itu. Maka, mereka perlu bekerja sama dengan industri. Industri sekarang melakukan itu. Penelitinya melakukan penelitian untuk menyempurnakan produk baru, inovasi baru. Sedangkan pekerjaan menghilirkan itu diserahkan kepada ahlinya,” papar Patdono.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam hal ini bertugas memastikan para peneliti tersebut dapat bertemu dengan industri yang sudah berpengalaman, sehingga para peneliti dapat memasarkan hasil penelitiannya sekaligus mendapatkan royalti yang sesuai.

“Seringkali orang perguruan tinggi atau peneliti itu tidak bisa mendapatkan partner-partner industri yang bisa menghilirkan produk penelitian. Untuk itu Dirjen Kelembagaan membuat kegiatan dalam rangka mempertemukan antara peneliti dengan industri, tidak hanya dalam negeri, juga luar negeri,” ungkap Patdono.–YUNI IKAWATI

Sumber: Kompas, 19 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB