Kapal bertenaga surya buatan sebuah perusahaan bidang energi dari Jerman sedang diuji coba di Indonesia. Kapal itu diharapkan bisa digunakan untuk para nelayan jika efisien dari sisi biaya investasi dan operasional.
Menurut Franklin Tambunan, konsultan pengembangan bisnis Torqeedo (perusahaan energi Jerman) Indonesia, Kamis (20/8) di Kota Semarang, Jateng, inisiasi di Indonesia sejak tiga tahun lalu di Lampung. Kapal itu pernah dikenalkan di Tangerang, tetapi tak ada tindak lanjut.
Di Jateng, uji coba dilakukan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) di Kota Semarang. Kepala BBPPI Bambang Ariadi mengungkapkan, pihaknya menguji coba teknologi itu. Belum ada kerja sama yang disepakati. Uji coba itu untuk melihat apakah pemakaian kapal bertenaga surya itu lebih menguntungkan nelayan dibandingkan jika memakai solar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/AMANDA PUTRI–Kapal bertenaga surya dipresentasikan perusahaan asal Jerman, Torqeedo, di Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Kamis (20/8). Pemerintah Indonesia masih menguji coba tingkat efisiensi kapal tersebut dan kemudahan operasional penggunaannya oleh nelayan. Kapal bertenaga surya membutuhkan investasi besar di awal, tetapi nihil ongkos bahan bakar, tidak bising, dan tidak menimbulkan polusi.
Menurut Franklin, kapal bertenaga surya itu didesain untuk satu hari tangkapan. Kapal itu bisa dioperasikan untuk perjalanan lebih dari satu hari jika sinar matahari terus bersinar saat siang untuk pemakaian langsung tanpa disimpan.
Untuk kapal ukuran 2 gros ton, misalnya, butuh 6 panel surya, 12 baterai untuk menyimpan daya listrik, dan 2 mesin Torqeedo. Ada dua metode yang bisa dipakai, yakni monosolar dan polisolar. Monosolar memakai sinar matahari langsung untuk menggerakkan mesin. Adapun polisolar memungkinkan sinar matahari atau panas disimpan dalam baterai untuk digunakan.
Saat diuji coba, mesin tak bising seperti mesin kapal dengan bahan bakar solar. Tak ada residu atau polusi yang ditimbulkan. Kapal nelayan bisa melaju dengan kecepatan 8,0 kilometer per jam, menempuh jarak 25 kilometer dan menghabiskan 40 persen dari total daya pada baterai.
Pemakaian kapal tenaga surya itu butuh biaya investasi awal Rp 250 juta untuk satu kapal 2 GT. Lalu, nelayan tak perlu mengeluarkan biaya bahan bakar. Menurut Christian Pho Duc, Senior Vice President Sales Torqeedo, alat itu dikembangkan sejak 10 tahun lalu, dan pihaknya bekerja sama dengan 40 negara. (UTI)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Kapal Tenaga Surya untuk Nelayan Diuji Coba”.