Stereotip pustakawan yang kerap digambarkan sebagai seseorang dengan raut wajah yang judes mendadak luruh saat bertemu dengan Arda Putri Winata (28). Perangainya yang mudah berceloteh seakan menunjukkan profesi pustakawan dalam dirinya tidak pernah membosankan.
Pustakawan dikenal sebagai orang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Namun, belakangan Arda kerap mendapati sumber bacaan yang menyebutkan bahwa profesinya tersebut diprediksi akan punah pada masa mendatang. Cibiran tentang profesinya yang dianggap tak lebih dari tukang cap buku sering ia terima.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Arda Putri Winata
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bukan meleleh, semangat wanita kelahiran Timor Leste ini justru menjadi-jadi. Cibiran justru menjadi pelecutnya untuk membuktikan bahwa pustakawan punya nilai lebih. Menolak punah, ia memutuskan untuk beranjak dari balik meja kerjanya dengan berkegiatan sosial.
Baginya, menunggu masyarakat datang ke perpustakaan sekarang ini sudah tak lagi relevan. Pustakawan harus datang dan mendekat langsung ke masyarakat. ”Dengan sistem jemput bola, rasanya pustakawan merasa bisa mendekatkan masyarakat dengan akses informasi,” ujar Arda di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Mulanya, Arda menghidupkan komunitas-komunitas yang bernaung di bawah perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta (UMY), Yogyakarta, tempatnya bekerja. Misalnya, American Corner atau Warung Perancis. Kemudian, ia dan komunitas tersebut kerap membuat acara baik dalam maupun luar area perpustakaan.
Dengan American Corner, Arda terlibat dalam kampanye ”zero straw” untuk menekan penggunaan sedotan plastik di sepanjang pantai Bantul. Kampanye tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada warga, khususnya penjual makanan, bahwa ada sedotan yang bisa dipakai berkali-kali, yakni sedotan bambu. Meski lagi-lagi, banyak cibiran yang Arda terima.
”Yang namanya penjual itu, ya, mencari untung, Mbak. Lha, ini tidak jadi untung malah tekor,” ujar Arda menirukan keluhan salah satu pedagang.
Selain terlibat dengan Arda dalam kegiatan seperti kampanye zero straw, komunitas-komunitas tersebut juga membuat acara, seperti Cross Culture di dalam perpustakaan. Dalam kegiatan tersebut, masyarakat yang terlibat diajak saling mengenal budaya luar melalui budaya dalam negeri.
”Misalnya, mengadopsi halloween Barat menjadi halloween Timur. Ada juga yang membuat batik jumputan dengan motif-motif khas luar negeri, seperti Menara Eiffel,” kata Arda.
Bukan hanya komunitas, Arda juga menggandeng mahasiswa untuk terjun ke masyarakat. Salah satunya adalah mendekatkan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan kebutuhan warga di sekitar tempat tinggalnya. Hal ini sekaligus menjawab keresahan terkait banyaknya PKM berkualitas yang tidak pernah sampai ke masyarakat.
Misalnya, pembuatan PKM Kompor Alai atau Kompor Anti Lalai. Kompor karya mahasiswa Teknik Elektro UMY tersebut adalah kompor yang bisa memberikan peringatan dini melalui gawai. Ibu-ibu PKK pun menjadi subyek sosialisasi kompor tersebut.
Bagi Arda, yang seorang pustakawan kampus, dapat menyentuh masyarakat secara langsung di tengah rutinitas melayani civitas akademika menjadi sesuatu yang luar biasa. Menurut dia, hal tersebut hanya dapat dijangkau dengan menghidupkan komunitas-komunitas di perpustakaan.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Arda Putri Winata (28)
Menjadi pustakawan tidak pernah terbayang oleh Arda sebelumnya. Ia masuk Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, tanpa berbekal banyak informasi tentang pustakawan. Jurusan tersebut menjadi pilihan ketiganya dalam seleksi masuk perguruan tinggi jalur prestasi.
Lulus kuliah pada 2013, Arda langsung mengawali karier menjadi pustakawan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Denpasar. Enam bulan berselang, Arda memutuskan melanjutkan studi Magister Manajemen Informasi dan Perpustakaan di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada 2014, Arda melanjutkan karier pustakawannya di Perpustakaan UMY hingga sekarang. Di sana, prestasi demi prestasi diraih Arda, mulai dari juara I Pustakawan Berprestasi Tingkat Kopertis Wilayah V 2017 hingga yang teranyar juara I Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional 2019.
Karya tulis
Berada di sekeliling tumpukan buku setiap hari juga membuat Arda sering membaca hingga akhirnya terjun ke dunia menulis, baik untuk jurnal maupun prosiding. Sedikitnya lima karya tulisnya lolos untuk disajikan dalam konferensi tingkat nasional ataupun internasional.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS–Ilustrasi: Siswa-siswi SD Negeri Pulau Alalak memilih buku bacaan dari motor trail perpustakaan keliling yang menyambangi sekolah mereka di Desa Pulau Alalak, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (22/8/2019). Motor trail perpustakaan keliling merupakan inovasi dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Selatan untuk menjangkau daerah terpencil dalam upaya menumbuhkan minat baca.
Karya tulis pertamanya ialah ”American Corner dan Sosial Media” yang lolos dalam Call for Paper (CFP) III Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Jawa Timur pada 2016. Tak puas sampai di situ, tulisannya yang berjudul ”Net Generation and Smart Library” kembali lolos dalam CFP Semiloka Kepustakawanan pada tahun yang sama.
Arda bahkan tercatat tiga kali menjadi presenter pada konferensi tingkat internasional berkat tulisannya. Salah satu yang mengesankan ialah karya tulisnya berjudul ”Student’s Information Behavior Regarding The Usage of Gadgets at an Islamic Boarding School in The Province of Yogyakarta” yang lolos ke International Conference on Library and Information Science di Thailand pada 2018.
Saat itu, di hadapan para panelis, Arda menyampaikan tentang bagaimana siswa-siswa di salah satu pondok pesantren DI Yogyakarta dapat berprestasi meski mengalami keterbatasan. Selain dilarang membawa gawai, mereka juga harus bergantian menggunakan dua unit komputer pondok pesantren. Dari situ peran perpustakaan menjadi krusial.
”Para panelis takjub. Buat saya, mempresentasikan karya pada dunia internasional rasanya amat melegakan,” kata Arda.
Dosen Jurusan Manajemen Informasi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Ida Fajar Triyanto, mengatakan, profesi pustakawan membutuhkan eksplorasi inovasi dan kreativitas. Selain itu, pustakawan juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, cara berkomunikasi yang baik dan jaringan luas.
”Pustakawan adalah penjaga informasi, bukan sekadar penjaga akses masuk. Pustakawan tidak boleh ada di menara gading, mereka harus turun ke tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.
Arda Putri Winata
Lahir: Ainaro, 12 Mei 1991
Pendidikan :
SDN 4 Gilimanuk Bali
SDN 1 Candikusuma Bali
MTSN Wonokromo Bantul
SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
S-1 Ilmu Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
S-2 Manajemen Informasi dan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
Organisasi:
Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) (2017-sekarang)
Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiah (FPPTMA) (2017-sekarang)
Prestasi:
Juara I Pustakawan Berprestasi Tingkat Kopertis Wilayah V 2017
Juara I Pustakawan Terbaik FPPTI DIY 2018
Juara I Indonesian Academic Librarian Award 2018
Juara I Pemilihan Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Daerah DIY 2019
Juara I Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional 2019
FAJAR RAMADHAN
Sumber: Kompas, 30 Agustus 2019