Penting secara individu untuk meyakinkan bahwa kita sudah terproteksi, dan penting untuk komunitas agar kita bisa memantau dan mengefisienkan program vaksinasi.
Vaksinasi Covid-19 bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh kita atau sekelompok manusia sehingga bisa mencegah infeksi atau penyakit berat akibat Covid-19.
Dengan vaksinasi ini akan terbentuk antibodi dan memori imunologis yang bisa mencegah seseorang terinfeksi atau sakit Covid-19 berat. Tolok ukur keberhasilan program imunisasi masif saat ini ditentukan oleh seberapa orang tervaksinasi pada satu populasi. Karena target imunisasi adalah untuk membentuk antibodi, sebenarnya pemeriksaan kadar antibodi pascavaksinasi lebih obyektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Khusus Covid-19, target pemeriksaannya adalah kadar antibodi terhadap receptor binding domain (Rbd) atau titer antibodi netralisasi. Pemikiran ini bukanlah konsep baru. Buktinya, banyak orang mempertanyakan ”apakah kadar antibodi saya sudah cukup setelah divaksin Covid-19?” Apalagi dengan tingkat efikasi Sinovac yang hanya 65,3 persen. Namun, Kemenkes RI, WHO, dan CDC AS belum menyatakan pemeriksaan ini diperlukan.
Manfaat bagi individu
Pada dasarnya wajar bagi penerima vaksin apabila ingin mengetahui apakah sudah ada antibodi anti-Covid-19 yang cukup untuk proteksi. Namun, keraguan ini sebenarnya lebih relevan lagi bagi orang berusia lanjut atau yang mempunyai komorbiditas tertentu.
Pada orang berusia di atas 60 tahun, sudah diketahui bahwa respons imunitas menurun, bahkan hingga hanya 35 persen. Respons pembentukan antibodi juga kurang baik pada penyandang diabetes, gagal ginjal kronis, penyakit paru kronis, atau HIV-AIDS.
Jika kita seorang penyintas Covid-19, kita akan mempertanyakan, apa kegunaan vaksin untuk kita? Nyatanya, sebagian besar penyintas Covid-19 menunjukkan kadar antibodi yang tinggi, bahkan sampai lebih dari enam bulan setelah sakitnya. Bisa dimengerti jika ia ingin mengetahui kadar antibodi sebelum memutuskan menerima vaksin.
Manfaat bagi individu yang tak kalah penting adalah untuk kepentingan perjalanan. Semakin banyak negara yang mengharuskan kita memiliki sertifikat sudah vaksinasi Covid-19 untuk bisa masuk. Untuk kepentingan ini, sebenarnya kadar antibodi Covid-19 adalah ukuran yang lebih akurat daripada sertifikat sudah pernah vaksinasi.
Pemalsuan sertifikat sering terjadi di mana-mana, sementara pemeriksaan antibodi sangat mudah dilakukan, lebih mudah dibandingkan swab-PCR dan dapat distandardisasi untuk menjadi syarat bepergian. Prasyarat seperti ini bukan hal baru pula. CDC AS menganjurkan perlunya pemeriksaan antibodi terhadap virus morbili (penyebab campak) atau bukti tertulis telah divaksinasi morbili sebelum bepergian ke luar AS.
Manfaat bagi komunitas
Untuk komunitas, vaksinasi massal dilaksanakan untuk segera memperoleh imunitas kelompok (herd immunity). Hal ini baru tercapai apabila lebih dari 70 persen penduduk punya zat imun terhadap penyakit itu. Penelitian sudah membuktikan, orang yang mempunyai antibodi terhadap Covid-19 terproteksi terhadap sakit Covid-19.
Kalau efikasi vaksin 65,3 persen, bisa kita artikan bahwa 34,7 persen tidak terproteksi baik dengan vaksin yang sudah diberikan. Dengan kinerja demikian, bagaimana kita bisa yakin bahwa kalau 70 persen populasi sudah tervaksinasi, kita sudah mencapai kekebalan kelompok? Secara hitungan kasar, jika 70 persen orang sudah dapat vaksinasi, berarti hanya kira-kira setengah populasi (65,3 persen x 70 persen = 45,7 persen) yang sudah terproteksi. Berarti masih jauh dari target imunitas kelompok.
Penentuan kadar antibodi pada program vaksinasi massal merupakan tolok ukur capaian yang lebih obyektif. Kegagalan tercapainya respons imun yang cukup di komunitas bisa terjadi sedikitnya karena 3 hal: 1) efektivitas vaksin tak 100 persen (seperti contoh di atas), 2) belum memperhitungkan orang dengan komorbiditas, dan 3) kegagalan operasional seperti vaksin rusak dalam transportasi.
Jika kita mengimplementasikan pemeriksaan kadar antibodi Covid-19 sebelum vaksinasi, kita juga bisa mendapatkan manfaat lain, yaitu mengetahui berapa orang yang sudah memiliki antibodi dengan kadar yang cukup. Dengan hebatnya pandemi ini, prevalensi orang dengan antibodi positif bisa di atas 10 persen.
Dengan diketahuinya orang- orang ini, kita bisa membatasi distribusi vaksin dengan mengesampingkan orang yang sudah mempunyai antibodi. Imunitas kelompok akan tetap tercapai dengan jumlah vaksin yang 10 persen lebih efisien.
Tes antibodi Covid-19
Kelemahan pertama dari uji kadar antibodi Covid-19 adalah kita belum tahu persis berapa ambang kadar antibodi yang efektif untuk mencegah kejadian sakit. Dalam bahasa ilmiah disebut corelate of protection. Pada beberapa penyakit kita mengetahui kadar ambang yang ingin dicapai. Sebagai contoh untuk vaksinasi difteri, kadar antibodi ?0,1 IU/mL dianggap memberikan proteksi yang andal dan berjangka panjang.
Kelemahan kedua, kadar antibodi ini menurun setelah beberapa bulan hingga sampai tingkat tak terdeteksi, tetapi belum tentu daya proteksi hilang. Kita belum tahu kapan sebaiknya memeriksa kadar antibodi Covid-19 dan berapa lama daya proteksinya. Beberapa vaksin tetap melindungi kita walaupun kadar antibodi pascavaksinasi tak terdeteksi. Misalnya pada vaksinasi hepatitis B; meski kadar antibodi tak terdeteksi setelah belasan tahun pascavaksinasi, kita tetap terproteksi baik dari hepatitis B.
Untuk menentukan corelate of protection, diperlukan penelitian pada ribuan orang. Kami yakin para peneliti di seluruh dunia sedang melakukan ini. Namun, apakah sudah cukup informasi untuk program vaksinasi yang dilaksanakan di Indonesia?
Kondisi kita berbeda dengan AS yang menggunakan vaksin dengan efikasi 94 persen lebih. Hal ini perlu diperhatikan sebab saat ini saja perusahaan Sinovac sedang mempertimbangkan perlunya pemberian vaksinasi ketiga.
Seandainya akan dilakukan vaksinasi ketiga sebagai booster, ada manfaat lain dari pemeriksaan antibodi pascavaksinasi, yaitu untuk menjaring siapa yang benar-benar butuh booster ini. Dengan demikian, pendistribusian vaksinasi ketiga ini bisa lebih efisien dan tepat sasaran.
Kami menganggap pemeriksaan kadar antibodi pascavaksinasi penting sekali dan harus dipertimbangkan oleh pemerintah dan para ahli ilmu kesehatan. Penting secara individu untuk meyakinkan bahwa kita sudah terproteksi, dan penting untuk komunitas agar kita bisa memantau dan mengefisienkan program vaksinasi.
Bachti Alisjahbana Pengajar, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSHS/FK Universitas Padjadjaran
Editor: YOHANES KRISNAWAN
Sumber: Kompas, 20 April 2021