Hak Ekonomi Penulis Buku Sering Dilupakan
Untuk menghargai hak ekonomi pengarang buku, Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia berencana memberlakukan pembayaran royalti bagi jasa fotokopi. Pelaksanaan rencana itu akan diawali dengan melakukan imbauan serta sosialisasi melalui universitas.
Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia (YRCI) merupakan lembaga yang diberi wewenang oleh pengarang, pemegang hak cipta, dan penerbit untuk menghimpun royalti atas karya-karya yang telah diterbitkan. Hal itu untuk memenuhi hak mereka yang tercantum dalam Undang-Undang Hak Cipta yang disahkan pada pekan lalu.
Wakil Ketua Pembina YRCI Ansori Sinungan, di Jakarta, Rabu (24/9), menjelaskan, pemberlakuan royalti itu penting untuk mendukung pengarang tetap berkarya dan inovatif menghasilkan buku yang berkualitas. Pembayaran royalti, lanjutnya, merupakan bentuk apresiasi terhadap penulis yang telah menyumbangkan ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kenyataannya pengarang sulit mendapatkan haknya karena sebagian besar karyanya dinikmati secara ilegal, terutama melalui penyalinan di penyedia jasa fotokopi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Selama ini masyarakat lebih memilih memperkaya pemilik fotokopi dibandingkan membantu pengarang untuk terus berkarya,” ujar Ansori.
Oleh sebab itu, YRCI akan mengajak universitas menyosialisasikan program royalti tersebut secara bertahap. Teknis penarikan biaya royalti itu, tambah Ansori, akan mengadopsi cara yang telah diterapkan di luar negeri, yaitu blanket license. Dengan sistem itu, pemilik jasa fotokopi harus membayar royalti per bulan sesuai dengan rerata jumlah buku yang mereka salin setiap hari. ”Dampak dari sistem itu biaya fotokopi akan naik. Itu wajar dan adil sebab uang royalti itu akan diberikan kepada penulis yang selama ini hak (ekonomi)-nya dilupakan oleh masyarakat dan pemilik jasa fotokopi,” papar Ansori.
Mengubah kebiasaan
Dia menambahkan, penerapan sistem ini akan memerlukan waktu karena harus mengubah kebiasaan masyarakat, serta sifat masyarakat yang menganggap karya merupakan hak seluruh masyarakat sehingga dapat dinikmati dengan berbagai cara.
”Ini adalah langkah awal untuk mengembangkan karya intelektual yang akan menjadi tumpuan perekonomian bangsa pada masa depan,” tutur Ansori.
Menanggapi implementasi Undang-Undang Hak Cipta dalam bisnis fotokopi, Puji, salah seorang pemilik jasa fotokopi di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, mengemukakan, penyalinan buku itu bertujuan untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan, terutama untuk buku-buku yang sulit didapatkan.
”Kalau seluruh buku murah dan mudah didapat, tentu usaha kami tidak akan diminati. Namun, nyatanya masyarakat memilih kami,” ujar Puji.
Di Rawamangun, Jakarta Timur, Awan, pengelola jasa fotokopi, mengharapkan, pemerintah menyosialisasikan secara merata kebijakan hak cipta itu. ”Kalau ada pemberitahuan itu, kami akan membatasi jumlah penyalinan per hari. Mustahil kami berhenti sebab berbagai kalangan tetap memesan penyalinan buku-buku itu,” ungkap Awan. (A07)
Sumber: Kompas, 25 September 2014