Jangan Melaju Tanpa Dasbor dan Tanpa Rem

- Editor

Selasa, 31 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam pidato kemenangan dalam pemilihan presiden di Sentul dan pidato seusai pelantikan di DPR/MPR, Presiden Joko Widodo menekankan peningkatan daya tarik investasi sebagai titik berat arah pemerintahannya yang kedua. Pada jabatan kedua yang disebut “tanpa beban” ini, hal tersebut menambah kekhawatiran banyak pihak bahwa euforia investasi ini bakal diterjemahkan dengan liar yaitu mengupayakan segala cara demi memikat investor.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO (RO–Pengerukan Lahan Perbukitan – Sebuah alat berat beroperasi mengeruk lahan perbukitan di Lingkar Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, untuk dijadikan kawasan perumahan, Rabu (12/11). Meski melalui perizinan dan mengantongi Amdal, perambahan kawasan perbukitan tetap perlu mewaspadai dampak perubahan lingkungan, seperti ketersediaan air hingga bencana.Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)12-10-2016

Kekhawatiran itu beralasan mengingat pada periode pertama saja sejumlah “gebrakan” sudah dilakukan untuk membuka pintu investasi tersebut. Sejumlah infrastruktur dibangun sedemikian cepat. Jurus-jurus percepatan seperti mengklasifikasikan proyek-proyek tersebut sebagai proyek strategis nasional sehingga memotong proses analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal jadi 60 hari dari proses reguler yang juga dipangkas waktu penyusunannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Belum sampai 100 hari pemerintahan periode kedua, muncul wacana dari pejabat tinggi pemerintahan yang kontroversi yaitu penghapusan Amdal dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Alasannya dua hal ini dinilai sebagai penghambat investasi serta Indonesia sudah memiliki perangkat rencana detail tata ruang (RDTR).

Ide ini sebenarnya membuka diri akan ketidakpahaman pada instrumen Amdal yang hanya dianggap sebagai bagian dokumen administratif. Padahal Amdal ini merupakan instrumen perencanaan dan pengendalian lingkungan atas suatu proyek yang basisnya pada data-data dan kajian ilmiah serta konsultasi publik.

Amdal bisa diibaratkan sebuah layar monitor pada dasbor mobil yang menyajikan segala data yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan, mengurangi laju kendaraan, memungkinkan tancap gas, hingga menepi dan beristirahat sesaat ketika suhu mesin terlalu tinggi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO (RO–Proyek Tanggul Raksasa – Warga melintas diantara dinding tabung raksasa yang dipasang sebagai bagian proyek pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) di Jakarta Utara, Selasa (4/11). Untuk pembangunan tanggul raksasa tipe B, Pemprov DKI masih menunggu Amdal untuk pengerjaannya.Kompas/Rony Ariyanto Nugroho (RON)04-11-2014

Tancap gas
Tanpa layar monitor pada dasbor tersebut, sang sopir yaitu penanggung jawab kegiatan operasional bisa saja terus menancap gas tanpa menyadari bahan bakar telah menipis maupun suhu mesin sudah terlalu panas. Akibatnya mobil mogok, rusak parah, biaya tinggi untuk memperbaiki, serta sangat merepotkan.

Wacana menghapuskan Amdal ini didasarkan pada permasalahan berbelit-belit dan riskan transaksional dengan waktu penyusunannya yang panjang dengan birokrasi rumit, peluang pungutan liar, dan kapasitas sumberdaya manusia rendah. Terkait hal ini, studi Hariadi Kartodihardjo, guru besar pada IPB University sudah vulgar mengungkapnya saat mengevaluasi pelaksanaan Amdal bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2017.

Hal itu berangkat dari Status Lingkungan Hidup Daerah 2016 yang menunjukkan seluruh pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota (saat itu 539 unit), terdapat 76 – 194 investasi dan memerlukan studi lingkungan. Karena itu, minimal terdapat 40.000 studi lingkungan, belum termasuk di pusat.

Studi tersebut menemukan 32 tahapan dalam penyusunan Amdal yang disebut Hariadi dengan moral hazard. Disebut demikian karena mereka menemukan celah-celah kelemahan berupa dokumen publik yang dirahasiakan, konflik kepentingan ahli, proses penyusunan cenderung administratif daripada substansi lingkungan hidup, dan perlunya ilmu spesifik dalam mengkaji detil-detil proyek Amdal.

Di lapangan, celah ini pun teruji menjadi temuan-temuan yang menegasikan betapa penting dan vitalnya amdal. Temuan itu diantaranya manipulasi peta, pemerasan, tawaran tambahan/pengurangan luasan izin sebagai alat negosiasi, biaya pengesahan dokumen amdal dan izin lingkungan, memperlambat proses, tidak melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) daerah atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan adanya konsultan yang ditunjuk pejabat tertentu.

Namun dengan segudang kelemahan dan praktik buruk proses pengurusan dan penyusunan Amdal di lapangan, Hariadi Kartodihardjo yang juga penasehat senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bukan merekomendasikan untuk menghapuskannya. Ia justru mendorong agar hal ini dibenahi.

Untuk mempermudah bayangan akan kondisi ini, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) Henri Subagiyo mengumpamakan Amdal dengan Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai penanda seseorang layak mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya. Untuk mendapatkan SIM, pemohon harus melalui ujian resmi dan sudah menjadi rahasia umum masih bisa didapatkan dengan cara “membayar” lebih.

“Apakah karena itu (praktik buruk percaloan) kemudian SIM harus dihapuskan? Kan tidak, ya proses nyogoknya yang harus dihentikan,” kata dia.

Demikian dengan Amdal yang memiliki kelemahan pada manusia yang melaksanakannya dengan sederet birokrasi, dan praktik negatif pungli/suap. Raynaldo Sembiring, Deputi Direktur ICEL, mengungkapkan penyusun yang sudah memiliki sertifikat dan lolos uji kompetensi banyak yang mengerjakan Amdal lebih dari 10 dokumen dalam satu tahun. Sehingga dokumen AMDAL tidak dikerjakan dengan serius dan banyak informasi yang tidak relevan dalam dokumen tersebut. Hal seperti ini yang membuat revisi dokumen jadi lama.

Bahkan bukan hal luar biasa ketika membuka dokumen Amdal yang menunjukkan informasi copy paste atau meniru dokumen Amdal dari proyek lain. Untuk penilai juga sering jadi isu, misalnya banyak satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang belum memiliki kompetensi, ikut sebagai penilai, pemberi masukan dan pertanyaan yang tidak relevan dan membuat proses revisi jadi lama. Celah seperti ini yang sering digunakan untuk pungli.

KOMPAS/RIZA FATHONI–Pengerjaan Terowongan MampangAlat berat merampungkan pengerjaan terowongan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (2/11). Analisis dampak lingkungan (Amdal) lalu lintas sejumlah proyek di Jakarta yang menyebabkan kemacetan saat ini sedang dalam proses penyusunan.Kompas/Riza Fathoni (RZF)02-11-2017

Studi kelayakan
Masalah berikutnya yang tidak kalah penting ada pada data. Perusahaan yang baik umumnya ketika memulai usaha pasti buat studi kelayakan (FS). Namun di lapangan banyak usaha yang tidak pakai FS. Padahal FS bisa jadi data awal dalam penyusunan Amdal.

Data baseline juga sering tidak tersedia sehingga penyusun harus turun lagi ke lapangan untuk mencari data. Pengambilan data lapangan ini memerlukan waktu misalnya saja data yang diambil harus dalam durasi tertentu dan mewakili musim hujan dan kemarau di Indonesia.

Raynaldo menuturkan secara normatif RDTR serta upaya kelola lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL) bisa saja menggantikan Amdal. Ini didasarkan pada penjelasan pasal 13 Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang membuka kemungkinan tersebut. Hal ini pun telah dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menerbitkan Peraturan Menteri LHK No 24 tahun 2018 yang mengecualikan pembuatan Amdal pada daerah yang punya rencana detail tata ruang.

Namun, ia mengingatkan PP itu mengandaikan penyusunan RDTR sudah dilengkapi kajian dampak lingkungan hidup (Environment Safeguard) berupa Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang detil dan rinci. Hal ini memerlukan kelengkapan daya dukung dan daya tampung serta prediksi dan pengendalian dampak lingkungan.

Di sisi lain, data daya dukung dan daya tampung lingkungan yang teruji masih sangat minim, kalau tidak mau dikatakan nol. Diandaikan seluruh RDTR yang disusun daerah sudah didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan, data Kementerian Agraria dan Tata Ruang menunjukkan baru 2,5 persen RDTR yang selesai dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Apalagi sejauh ini RDTR yang ada belum mampu sampai memprediksi dampak hingga jangka panjang dan mempertimbangkan berbagai dinamikanya minimal selama 20 tahun mendatang, sesuai umur RDTR. Hal ini akan sulit jika melihat ke kondisi dokumen perencanaan. Karenanya wacana RTDR sebagai pengganti Amdal harus dimatangkan terus dan diuji coba sampai benar-benar layak.

Karena itu, sambil melengkapi data-data daya dukung dan daya tampung lingkungan beserta PP-nya yang diamanatkan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Amdal sebagai instrumen pencegahan masih sangat layak dipertahankan. Pekerjaan rumah yang menantang justru adalah mengefisienkan penyusunan Amdal tanpa mengorbankan analisis ilmiah dan independen dalam kajian dan rekomendasinya serta meningkatkan keterbukaan dan keseriusan dalam konsultasi publik.

Jangan sampai upaya mempercepat investasi dan membuka lapangan kerja melalui “reformasi” perundangan yang disebut Omnibus Law malah melemahkan Amdal maupun Izin Lingkungan dalam skala luas. Justru semakin mobil didesain memiliki kecepatan tinggi, tampilan dashboard dan rem dibuat lebih canggih? Jangan karena mengejar kecepatan, mobil melaju kencang tanpa dasbor dan rem.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB