Para peneliti menemukan cara baru untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah gunung api dengan magma basalitik sebelum meletus. Hal itu dilakukan dengan memantau mineral yang dikenal sebagai ‘jam kristal’ untuk menghitung berapa lama magma disimpan di zona moho, yaitu antara batas kerak bumi dan mantel, sebelum kemudian terjadi erupsi.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)–Warga Suku Tengger bersiap melarung sesaji ke kawah Gunung Bromo saat Yadnya Kasada di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Kamis (18/7/2019). Pada 19 Juli 2019 Pukul 16.37 terjadi Erupsi pada Gunung Bromo. Saat ini status kegunung apian Gunung Bromo berada pada Level II (waspada)–Kompas/Bahana Patria Gupta (BAH)
Selama ini, magma yang kaya silika, seperti pada Gunung Pinatubo di Filipina bisa disimpan selama ribuan hingga ratusan ribu tahun sebelum kemudian meletus. Namun, pemahaman tentang skala waktu untuk magma basalitik yang memiliki sumber magma lebih dalam seperti Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak banyak diketahui.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil kajian para peneliti Universitas Cambridge ini menyingkap skala waktu untuk memahami bagaimana magma yang bersifat basa itu dibuat dan disimpan dan bagaimana kemudian meletus.
Hasil kajian ini dilaporkan dalam jurnal Science pada 19 Juli 2019. “Ini seperti pekerjaan detektif geologis,” kata Euan Mutch dari Departemen Ilmu Bumi Cambridge, dan penulis pertama makalah itu, dalam laman kampus ini. “Dengan mempelajari apa yang kita lihat di bebatuan untuk merekonstruksi letusan gunung api, kita dapat mengetahui bagaimana magma disimpan.”
Sementera itu, dengan mengetahui berapa lama magma dapat disimpan dalam kerak bumi, maka kita dapat mengonstruksi proses yang memicu letusan gunung berapi. John Maclennan, juga dari Departemen Ilmu Bumi Cambridge yang terlibat dalam kajian ini menambahkan,
“Kecepatan magma naik terkait erat dengan transfer panas dan bahan kimia di kerak daerah vulkanik. Ini bagian penting untuk tenaga panas bumi dan pelepasan gas vulkanik ke atmosfer.”
Untuk mengetahui hal itu, para peneliti ini mempelajari letusan gunung api Borgarhraun di Theistareykir, Islandia utara, yang terjadi sekitar 10.000 tahun yang lalu. Erupsi ini dipicu oleh intrusi dari zona moho. Daerah batas ini memainkan peran penting dalam memroses lelehan batuan dari sumbernya di mantel menuju permukaan bumi. Gunung ini diketahui memiliki karakter magma basalitik seperti Gunung Merapi.
Untuk menghitung berapa lama magma disimpan di daerah batas ini, para peneliti menggunakan mineral vulkanik yang dikenal sebagai spinel dan berfungsi seperti stopwatch kecil atau jam kristal. Dengan mengamati jam kristal ini, para peneliti dapat memodelkan bagaimana komposisi kristal spinel berubah seiring waktu salama magma disimpan. Secara khusus, mereka melihat tingkat difusi aluminium dan kromium dalam kristal dan bagaimana elemen-elemen ini ‘dikategorikan’.
“Difusi elemen berfungsi untuk membuat kristal menjadi keseimbangan kimia dengan lingkungannya,” kata Maclennan. “Jika kita tahu seberapa cepat mereka berdifusi, kita bisa mengetahui berapa lama mineral itu disimpan di dapur magma.”
Para peneliti melihat bagaimana aluminium dan kromium dikategorikan dalam kristal, dan menyadari bahwa pola ini memberi tahu mereka sesuatu yang menarik dan baru tentang waktu penyimpanan magma. Tingkat difusi diperkirakan menggunakan hasil percobaan laboratorium sebelumnya. Para peneliti kemudian menggunakan metode baru, menggabungkan pemodelan elemen hingga dan sampling Bayesian untuk memperkirakan rentang waktu penyimpanan.
“Kami sekarang memiliki perkiraan yang sangat baik tentang lama aliran magma berjalan dari kedalaman,” kata Mutch. “Tidak ada yang pernah mendapatkan informasi skala waktu semacam ini dari kerak yang lebih dalam.”
Menghitung waktu penyimpanan magma juga membantu para peneliti menentukan bagaimana magma dapat ditransfer ke permukaan. Alih-alih model klasik gunung berapi dengan ruang magma besar di bawahnya, para peneliti mengatakan bahwa sistem itu seperti ‘pipa’ vulkanik yang memanjang melalui kerak dengan banyak ‘semburan’ kecil yang membuat magma dapat dengan cepat dipindahkan ke permukaan.
Makalah kedua oleh tim yang sama, yang diterbitkan di Nature Geoscience, menemukan bahwa ada hubungan antara tingkat kenaikan magma dan pelepasan CO2, yang memiliki implikasi untuk pemantauan gunung berapi.
Para peneliti mengamati, beberapa hari sebelum terjadi letusan biasanya terjadi pelepasan CO2 yang cukup banyak karena adanya perubahan magma ke dalam gas. Temuan ini menunjukkan bahwa pemantauan CO2 dapat berguna sebagai prekursor pada erupsi. Berdasarkan kumpulan kristal yang sama dari gunung Borgarhraun, para peneliti menemukan bahwa magma dapat naik dari ruang sedalam 20 kilometer ke permukaan hanya dalam waktu empat hari.–AHMAD ARIF
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 21 Juli 2019