Publikasi ilmu hukum di jurnal nasional dan internasional dari Indonesia masih rendah. Padahal, ada 300-an lebih fakultas hukum di negeri ini. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Irwansyah (51), memilih blusukan ke kampus-kampus memotivasi para dosen menuliskan keahlian mereka.
Irwansyah baru saja pulang dari salah satu kampus di Padang, Sumatera Barat, saat ditemui di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (13/7) lalu. Tak tampak letih di wajahnya meski pesawat yang ia tumpangi terlambat hingga lima jam. “Di sana kami berbagi pengetahuan tentang pembuatan jurnal hukum,” ucap Irwansyah, diikuti senyum ramah.
Dia tidak hanya datang memberikan materi soal cara menerbitkan jurnal hukum bertaraf nasional maupun internasional, tetapi juga bertemu langsung dengan para pengambil kebijakan di kampus. Harapannya, kampus mendukung pengembangan publikasi ilmiah tersebut. Dari pengalamannya ke berbagai daerah, perhatian kampus untuk jurnal hukum masih minim. Jangankan dana operasional, ruangan khusus jurnal saja tidak punya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau dosen hukum datang ke sini (Unhas) untuk belajar soal jurnal, nanti tidak semua bisa hadir. Lagi pula, pengambil kebijakan di kampus tersebut juga sulit datang. Jadi, lebih baik kami yang keliling. Sebagian besar kampus merespons baik penawaran itu,” ujarnya.
Irwansyah bisa berkunjung hingga tiga kali ke sebuah kampus untuk mendampingi pembuatan jurnal hukum. Dia tak pernah berharap bayaran, hanya biaya perjalanan yang ditanggung kampus yang didatanginya. Untuk mengetahui perkembangannya, komunikasi dengan kampus bersangkutan dilakukan via grup WhatsApp. Menurutnya, jurnal bukanlah proyek yang hanya dilaksanakan sekali lalu selesai.
Aktivitas itu ia geluti dua tahun terakhir sejak turut menginisiasi berdirinya Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Indonesia (APJHI). Asosiasi tersebut bertujuan mendorong pengembangan jurnal ilmu hukum.
Tidak hanya di kampus besar di Jawa, seperti Universitas Indonesia, ia juga blusukan ke fakultas hukum di daerah timur seperti Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara, dan Universitas Musamus Merauke, Papua. “Saat ini, kami membimbing penerbitan 40 lebih jurnal hukum dari berbagai fakultas hukum di Medan sampai Merauke,” ujar penasihat APJHI ini.
Jurnal tersebut memiliki ciri khas, menggunakan nama nama kampus sendiri. Misalnya, Tadulako Law Review (Palu) dan Pattimura Law Journal (Ambon). Katanya, nama adalah identitas. Dengan begitu, kampus pun kian dikenal. Apalagi, sejumlah kampus telah menerbitkan jurnal internasional. Upaya ini dapat meningkatkan reputasi kampus. Bukan tidak mungkin, kampus kecil di daerah mampu mengejar “kebesaran” kampus di Jawa.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHR–Prof Irwansyah
“Kalau menunggu dosennya menjadi doktor atau guru besar, itu membutuhkan waktu yang lama,” ucapnya.
Publikasi ilmiah di bidang hukum juga masih rendah. Bahkan, menurut dia, belum ada satu pun fakultas hukum di Indonesia yang membuat jurnal terindeks Scopus. Padahal, terdapat lebih 300 fakultas hukum dengan ribuan pengajarnya.
Gula dan semut
Ia menilai, selama ini, jurnal internasional yang diterbitkan kampus luar negeri bak gula yang diperebutkan. Sementara dosen hukum di Indonesia adalah semutnya.
“Sudah bikin tulisan susah-susah dan dikirim ke sana, eh jurnal orang yang bagus. Kenapa enggak buat gulanya sendiri dan mengundang semut dari luar negeri menulis di jurnal kita?” ungkap Asesor Nasional Jurnal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini.
Dia juga mengkritisi pandangan bahwa jurnal hanyalah persyaratan untuk naik pangkat. Bahkan, jurnal pun belum menjadi keharusan bagi sebuah kampus membuka program S2 dan S3. Padahal, tujuan utama jurnal adalah untuk memublikasikan ilmu pengetahuan baru. Dengan jurnal, berbagai riset di bidang hukum dapat diakses masyarakat. Syukur-syukur dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan di negara ini.
Oleh karena itu, Irwansyah bergerilya mengembangkan jurnal hukum. Salah satu buktinya ialah Hasanuddin Law Review (Halrev), jurnal berkala yang diterbitkan Fakultas Hukum Unhas sejak April 2015. Saat ini, jurnal yang dilengkapi bahasa Inggris ini telah terbit 10 kali. Berdasarkan SK Kemenristek dan Dikti No 32a/E/KPT/2017, Halrev termasuk dalam kualifikasi jurnal nasional terakreditasi. Bahkan, menurut dia, merujuk pada Permenristek No 20/2017, Harlev telah memenuhi persyaratan sebagai jurnal internasional.
Puluhan lambang situs itu terpampang dalam figura di kantornya di ruangan Halrev Fakultas Hukum Unhas. Figura itu tak lagi terpajang di dinding. Air bekas pembangunan kelas di lantai dua merembes ke dinding. Bahkan, kursi Irwansyah tak luput dari jamur.
“Kami kerja di manapun dan kapan saja. Review jurnal bisa lewat telepon pintar. Membuat jurnal itu mewakafkan diri. Karena harus ikhtiar dan tulus,” ujar Editor in Chief Halrev tersebut. Bersama Managing Editor Halrev Ahsan Yunus dan beberapa dosen, Irwansyah membangun Halrev dari nol.
Jurnal tersebut dirancang sejak 2013 setelah Jurnal Amanna Gappa gagal terakreditasi di Kemenristek dan Dikti. “Saat itu, jurnal kami hanya kurang tujuh poin. Tetapi, kami tidak menyerah dan membuat Halrev dua tahun kemudian. Dengan cara door to door, kami mengajak dosen hukum di dalam dan luar Unhas untuk menulis 10 artikel di jurnal itu,” ujar penulis di belasan jurnal hukum nasional dan internasional ini.
Kini, ia menerima sekitar 70 tulisan dari dosen hukum di dalam bahkan luar negeri. Sejak 2016 hingga kini, sebanyak 18 penulis dan peneliti dari 16 universitas di luar negeri, seperti University of Leeds (Inggris) dan University of Queensland (Australia) telah menulis di Halrev.
Membuat jurnal memang tidak instan, seperti perjuangan Irwansyah menempuh pendidikan tinggi. Ia memutuskan, keluar dari tanah kelahirannya, Sinjai, berjarak 200 kilometer dari Makassar, untuk kuliah di Unhas. Di sana, ia menempa diri hingga akhirnya menjadi guru besar hukum. Padahal, orangtuanya, Muhammad Rawy Dharma dan Rosminah Abdullah, hanyalah lulusan SMA.
“Salah satu momen yang selalu diingat ialah saat orangtua mengirimkan beras dan di dalamnya ada amplop berisi uang,” ujar bapak empat anak ini.
Kini, salah satu mimpinya, memasukkan Halrev dalam Scopus sehingga kualifikasi jurnal internasional bereputasi dapat diraih Namun, kehadiran jurnal hukum di berbagai kampus yang ia dampingi adalah kebahagiaan tersendiri. Tidak mengherankan, ia dikenal sebagai guru bagi jurnal hukum di republik ini.
Prof Dr Irwansyah S.H., M.H
Lahir : Sinjai, 18 Oktober 1966
Aktivitas :
-Dosen Fakultas Hukum Unhas
-Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Unhas
-Penasihat Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Indonesia
Istri: Dr. Wardhani Hakim S.E, M.Si
Anak:
-Nayla Syahirah Irwansyah
-Zaky Muzhaffar Irwansyah
-Mufti Murtaza Irwansyah
-Raysha Delaneira Irwansyah
ABDULLAH FIKRI ASHRI
Sumber: Kompas, 24 Juli 2018