Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menerbitkan daftar klaster perguruan tinggi non vokasi yang terbaru. Mulai tahun ini, inovasi dijadikan sebagai salah satu indikator penilaian mutu.
“Bobot inovasi adalah persen dari total penilaian PT (perguruan tinggi) non vokasi. Alasannya, belum semua PT mengisi daftar inovasi yang mereka lakukan ketika formulir penilaian dibagikan,” kata Direkrut Jenderal Kelembagaan Kemenristek dan Dikti Patdono Suwignjo, dalam jumpa pers di Tangerang Selatan, Jumat (17/8/2018).
Ke depan, PT diminta secara seksama mendokumentasikan inovasi yang telah mereka jalankan. Penilaian inovasi bergantung kepada kebijakan perguruan tinggi, penyediaan anggaran, kelengkapan sarana prasarana, dan penjaminan mutu pelaksanaan program.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jaringan kerja sama
Selain itu, indikator terbaru ialah kemampuan PT membangun jaringan kerja sama dengan PT dan lembaga lain di dalam dan luar negeri. Indikator klasik meliputi antara lain rasio jumlah dosen dengan mahasiswa, jumlah dosen berpendidikan S-3, akreditasi PT dan program studi, jumlah mahasiswa asing, jumlah riset, pengabdian masyarakat, dan jumlah makalah yang terbit di jurnal terindeks Scopus.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ainun Naim (berkemeja putih) memimpin jumpa pers persama para Eselon 1 terkait penilaian atas perguruan tinggi.
Berdasarkan kriteria itu, di dalam daftar 14 besar, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Negeri Malang berhasil masuk. “Hal ini menandakan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan inovasi dan kerja sama taraf nasional dan global sudah dipraktikkan,” kata Patdono.
Ia menjelaskan, sistem klaster dibuat oleh komputer berdasarkan statistik perguruan tinggi seperti dari segi akreditasi, mutu SDM, kelengkapan sarana dan prasarana, kurikulum, kebijakan, dan prestasi mahasiswa. Terdapat lima klaster dengan Klaster 1 menandakan kelompok PT dengan capaian terbaik. Saat ini ada 14 PT di Klaster 1.
Peringkat pertama di Klaster 1 diraih oleh Institut Teknologi Bandung. Kemudian disusul oleh Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, dan Universitas Diponegoro.
“Belum ada PT yang mendapat nilai sempurna di semua faktor penilaian. Umumnya, setiap PT unggul di satu ataupun dua faktor, tetapi kurang di faktor sisanya,” ucap Patdono. Dengan demikian, setiap PT memiliki pemetaan permasalahan yang harus mereka benahi.
Vokasi belum dinilai
Patdono mengungkapkan, PT vokasi belum dibuat penilaian dan klasterisasinya. Itu karena indikator penilaian masih dalam pembahasan. Salah satu indikator penting ialah jumlah lulusan PT vokasi terserap di dunia industri dan dunia usaha. Masalahnya, PT belum memiliki data penelusuran pekerjaan alumni.
Namun, guru besar pendidikan UPI Said Hamid Hasan berpendapat, menitikberatkan penilaian PT vokasi pada jumlah alumni yang bekerja tidak adil. “Ada alumni yang tidak bekerja pada bidang yang mereka pelajari saat kuliah. Ada pula yang tidak masuk ke dunia industri ataupun dunia usaha yang mapan, tetapi mengembangkan hal-hal baru,” ucapnya.
Sementara ada PT vokasi yang amat ketat dalam menyeleksi dan meluluskan mahasiswa. Sebaliknya, ada pula PT yang longgar dalam meluluskan mahasiswa sehingga memiliki banyak alumnus. “Lebih baik fokus pada sumber daya manusia dan sarana prasarana PT. Sebab, jika dua faktor itu buruk, yang salah adalah pemilik PT. Dalam hal ini bisa pemerintah, bisa pula yayasan swasta,” kata Hamid.
Daftar perguruan tinggi yang masuk Klaster 1:
1. Institut Teknologi Bandung
2. Universitas Gadjah Mada
3. Institut Pertanian Bogor
4. Universitas Indonesia
5. Universitas Diponegoro
6. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
7. Universitas Airlangga
8. Universitas Hasanuddin
9. Universitas Padjajaran
10. Universitas Andalas
11. Universitas Negeri Yogyakarta
12. Universitas Brawijaya
13. Universitas Pendidikan Indonesia
14. Universitas Negeri Malang
LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 18 Agustus 2018