NAMANYA Puneet Gupta, pria berkebangsaan India yang tinggal di Singapura. Dia mendapatkan kabar bahwa orangtuanya di New Delhi, India, membutuhkan 35.000 rupee untuk memperbaiki talang air rumah. Melalui layar sentuh ponsel, dia mengirim uang hanya dengan satu sentuhan dan diikuti pencantuman kode sandi untuk konfirmasi.
Tidak lama kemudian, dia mendapat pemberitahuan, anaknya, Dhruv, yang sekolah di Amerika Serikat saldo uangnya tinggal 200 dollar AS. Laporan keuangan yang tersedia mengungkapkan, anaknya belum pandai mengelola keuangan pribadi karena mayoritas pengeluaran untuk hiburan dan bukan untuk pendidikan.
Puneet bisa saja memberikan pelajaran kepada anaknya dengan berdiam diri, tetapi kali ini tidak dilakukan. Dari tempatnya berdiri, dia segera mengirimkan 2.000 dollar AS sembari mengirimkan pesan, ”Nak, kita harus berbicara….”
Demikianlah ilustrasi penggunaan aplikasi Tandem yang dikembangkan Yodlee sewaktu didemonstrasikan di ajang FinovateAsia di Singapore Expo, 14 November lalu. Oleh Yodlee yang berkantor di Amerika Serikat, Tandem merupakan aplikasi pengelolaan keuangan yang dipadu dengan fitur media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Katy Gibson dan Melanie Flanigan dari Yodlee beralasan bahwa mengelola keuangan sama ruwetnya dengan mengelola hubungan sosial. Oleh karena itu, Tandem pun didesain dengan konsep memudahkan pengguna mengurai permasalahan keuangan sehari-hari bermodalkan ponsel pintar mereka.
Demikian pemaparan mereka selama tujuh menit dalam FinovateAsia. Dalam tujuh menit, satu-satunya cara untuk bisa memamerkan fitur unggulan mereka adalah dengan membuat kisah Puneet dan beberapa masalah keuangannya.
Inovasi
Demi menarik perhatian para undangan yang berasal dari kalangan perbankan, investor, dan lembaga keuangan lainnya, ada pula yang bermain drama selama tujuh menit seperti dilakukan IND Group. Jozsef Nyiri, Tamas Grunzweig, dan Viktor Balint dengan jenaka memperkenalkan aplikasi Essence yang memungkinkan penggunanya untuk mengetahui pengelolaan keuangan pribadi.
Ada total 37 karya yang ditampilkan dalam FinovateAsia dan berdatangan dari berbagai negara seperti Swiss, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia. Berbagai jenis teknologi diperagakan dengan harapan nantinya bisa diadopsi oleh perbankan atau mendapatkan suntikan dana segar oleh investor untuk pengembangan selanjutnya.
Menurut CEO Finovate Group Eric Mattson, kesempatan seperti ini menjadi peluang berharga untuk mempertemukan inovasi teknologi dengan para calon pengguna. Tidak jarang, teknologi yang muncul di ajang seperti ini baru menjadi umum dalam waktu 5-10 tahun berikutnya.
Dia menjelaskan, pada tahun 2007 saat Finovate pertama kali digelar di Amerika Serikat, mobile banking hanya jadi fasilitas tambahan oleh beberapa bank, tetapi kini sudah diterapkan oleh seluruhnya. ”Butuh waktu untuk mengubah kebiasaan masyarakat, terlebih lagi bank juga harus mempersiapkan infrastrukturnya,” kata Mattson.
Sepanjang tahun ini, lanjut Mattson, dia mendapati benang merah dari inovasi yang diajukan para peserta, yakni tren produk pengelolaan keuangan pribadi menggunakan ponsel. Salah satunya didorong kian beragamnya alternatif pembayaran dari uang kertas ataupun kartu seperti Paypal atau Google Wallet. Produk-produk tersebut berusaha mengawinkan segala alat pembayaran ke perangkat yang sulit dipisahkan dari hidup manusia saat ini, yakni ponsel.
Moneta
FinovateAsia juga menjadi panggung bagi perusahaan rintisan asal Indonesia, yakni PT Arkalogic Transaksi, yang memamerkan karya mereka bernama Moneta. Aplikasi yang dikembangkan perusahaan yang berkantor di Jakarta itu menjadikan ponsel sebagai sarana bertransaksi dengan berbagai cara, yakni melalui alat pembaca kartu kredit, koneksi Near Field Communication (NFC), hingga memindai kode QR.
Aryo Karbhawono, CEO Moneta, mengungkapkan, Moneta menghadirkan fitur transaksi secara mobile lebih komprehensif dari yang ditawarkan bank.
”Terlebih lagi, bank tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan,” ujarnya.
Dengan memanfaatkan Moneta, siapa pun bisa menerima pembayaran melalui kartu kredit menggunakan alat yang ditancapkan ke ponsel mereka melalui colokan micro USB. Alat yang bisa didapatkan seharga Rp 300.000 itu jelas lebih murah ketimbang investasi membeli EDC seharga Rp 2 juta. Ditambah lagi, alat yang dikembangkan PT Arkalogic Transaksi ini mampu membaca kartu kredit yang diterbitkan Visa ataupun Mastercard sehingga hanya butuh satu unit untuk membaca hampir semua kartu kredit yang ditemui di Indonesia.
Menurut Aryo, Moneta berfungsi layaknya agregator layanan perbankan. Dengan demikian, pengguna tinggal bertransaksi tanpa mengkhawatirkan fragmentasi layanan dari bank. Seperti dompet uang elektronik, semua selesai hanya dengan mengacungkan ponsel mereka ke arah mesin pemindai.
Dan hidup seharusnya lebih mudah lagi.
Oleh: DIDIT PUTRA ERLANGGA
Sumber: Kompas, 13 Desember 2013