Keberadaan inkubator bisnis dan kewirausahaan di perguruan tinggi diperlukan agar kerja sama dengan dunia usaha dan industri semakin erat.
Inkubator bisnis dan kewirausahaan menjadi sebuah kebutuhan di perguruan tinggi. Melalui unit ini, kolaborasi antara riset perguruan tinggi dengan kebutuhan industri bisa bertemu dan diolah. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak karena riset berkembang dan produksi barang dan jasa bisa memberikan sesuatu yang baru.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Direktur Utama PT Indonesia Morowali Industrial Park Halim Mina meresmikan auditorium dan laboratorium komputer untuk kelas khusus internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Rabu (19/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diharapkan, inkubator bisnis dan kewirausahaan di perguruan tinggi dapat melahirkan wirausaha atau perusahaan pemula (start-up). Demikian dikatakan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Ari Kuncoro di sela-sela peresmian auditorium dan laboratorium komputer kelas khusus internasional di Depok, Jawa Barat, Rabu (19/3/2019). Kedua sarana itu bantuan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
“Pergerakan ekonomi diibaratkan seperti formasi angsa terbang yang membentuk huruf V. Angsa terdepan adalah bisnis termodern, dalam konteks masa kini adalah perusahaan rintisan (pemula),” kata Ari.
Angsa-angsa yang lain, lanjut Ari, mengikuti diibaratkan seperti perusahaan konvensional. Artinya, mereka tidak ketinggalan zaman, mereka tetap bergerak maju meskipun tidak dalam posisi terdepan. Setiap perusahaan bergerak ke depan dengan kecepatan masing-masing, dengan begitu tidak ada ceruk bisnis yang kosong di masyarakat karena tersedia berbagai pilihan.
Ia mencontohkan, masyarakat kian memilih belanja daring melalui internet dengan alasan praktis. Hal ini tidak serta-merta membuat toko-toko fisik tutup. Toko fisik memiliki kelebihan, yaitu bisa memberi pengalaman belanja dengan layanan personal dan barang-barang yang mutunya di atas dagangan daring.
Kolaborasi
Dengan kondisi tersebut, di mana ekonomi kini berkembang dengan landasan wawasan dan gagasan, maka butuh banyak individu dan lembaga yang terlibat untuk mengembangkan gagasan-gagasan segar dan inovatif. “Pendidikan ekonomi dan bisnis sekarang ialah untuk mengembangkan ide mengenai cara beradaptasi dan berkembang dengan berbagai tren yang datang,” kata Ari
Karena itu, kata Ari, pendidikan ekonomi kini berorientasi kepada kolaborasi, bukan persaingan produksi barang dan jasa untuk menguasai pasar. Keberadaan inkubator bisnis di perguruan tinggi merupakan sebuah keniscayaan agar kerja sama dengan dunia usaha dan industri semakin erat.
Direktur Utama PT IMIP Halim Mina mengatakan, keberadaan laboratorium di FEB UI merupakan langkah awal kerja sama kedua belah pihak. IMIP memiliki kompleks industri di Morowali, Sulawesi Tengah dengan 14 jenis industri di dalamnya. Mereka memproduksi pengolahan logam dari hulu ke hilir yang merupakan proses produksi terpanjang dalam satu tempat di dunia.
Ia mengatakan, IMIP hendak membuat produksi perkakas rumah tangga dan komponen dasar mobil listrik seperti nikel dan lithium. Untuk itu dibutuhkan kerja sama dengan perguruan tinggi untuk mengembangkan riset dan inovasi.
“Kami juga membutuhkan sumber daya manusia yang bermutu untuk menggerakkan industri dan inovasi,” kata Halim. Saat ini IMIP memiliki 30.000 tenaga kerja lokal langsung, 20.000 tenaga kerja lokal tidak langsung, dan 4.000 tenaga kerja asing. Artinya, terdapat banyak kesempatan bagi anak bangsa.
Keberadaan inkubator bisnis di FEB UI tersebut sejalan dengan pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir beberapa waktu lalu. Nasir menekankan agar perguruan tinggi memiliki inkubator bisnis teknologi yang produktif sehingga dapat melahirkan wirausaha atau perusahaan pemula berbasis teknologi.
“Start-up menjadi sangat penting, bagaimana mempertemukan academicians, business, maupun government (triple helix) untuk berkolaborasi,” katanya.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas, 20 Maret 2019