Sejak tahun 2010, Indonesia belum mampu menetapkan status 3.000 pulau dalam hal kondisi, nama atau toponimi, dan koordinatnya. Demi mendukung program poros maritim dan tol laut, status pulau sangat diperlukan. Untuk itu, survei toponimi pulau harus diselesaikan dalam tiga tahun atau sehari harus didata 2-3 pulau.
Penegasan itu disampaikan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Priyadi Kardono, Selasa (31/3). Banyaknya pulau yang belum jelas status dan belum diakui itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial, Jumat lalu.
Rizka Windiastuti, Kepala Bidang Toponim BIG, menjelaskan, dari survei toponimi tahun 2008 baru dihasilkan 13.466 daftar nama rupabumi atau gasetir pulau. Survei dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Timnas PNR), dikoordinasi Kementerian Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jika 3.000 pulau ini dapat diverifikasi, jumlah pulau di Indonesia takkan beda jauh dengan data selama ini yang menyebut 17.508 pulau,” kata Priyadi yang juga Wakil Ketua Timnas PNR.
Data jumlah 3.000 pulau itu, menurut Kepala Kelompok Kerja Toponim BIG R Danoe Soeryamihardja, dihimpun dari instansi lain, terutama Dinas Hidro-oseanografi TNI Angkatan Laut serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data berupa citra satelit dan peta dengan beragam skala, di antaranya yang terbesar berskala 1:10.000 dimiliki BIG.
Muhtadi Ganda Sutresna, Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG, mengatakan, pulau-pulau teridentifikasi melalui citra satelit. “Namun, penginderaan jarak jauh itu belum dapat dipastikan dilakukan saat laut pasang tertinggi atau terendah,” ujarnya.
Oleh karena itu, untuk penetapan jumlah, nama, dan koordinat pulau itu, kata Rizka, perlu ada kesepakatan dengan instansi terkait mengenai pendefinisian pulau, yang mesti sesuai ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Definisinya, pulau adalah daratan yang masih terlihat saat pasang laut tertinggi.
Pada citra satelit beresolusi rendah, menurut Danoe, daratan terendam yang ditumbuhi mangrove akan terlihat sebagai pulau. Jumlah pulau mungkin bertambah dan berkurang tergantung dari karakteristik geologinya.
Pulau di zona subduksi lempeng dalam periode ratusan tahun dapat timbul dan tenggelam karena efek pelentingan. Pulau juga dapat muncul karena pembentukan terumbu karang yang tumbuh menjadi atol.
Citra satelit
Survei toponimi itu, menurut Danoe, berbasis citra satelit resolusi tinggi 1:10.000 yang pengadaannya sejalan dengan penetapan batas wilayah pedesaan dan pemetaan pulau terdepan. “Tim teknis yang terdiri atas beberapa instansi telah siap. Namun, anggaran Rp 71 miliar saat ini belum cair,” ungkapnya.
Pendataan pulau atau survei toponimi akan melibatkan aparat pemerintah kabupaten dan provinsi yang lebih mengenal wilayahnya. Adapun BIG akan menghimpun data di tingkat provinsi.
Waktu yang diperlukan menyurvei toponimi bisa hingga sebulan setiap pulau, bergantung pada cuaca, sarana transportasi, dan medan yang dilalui. (YUN)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Sehari Ditarget Terdata 2-3 Pulau”.