Pengembangan mobil listrik nasional selama ini masih terhambat, salah satunya karena ketergantungan pada komponen impor. Untuk itu, kalangan industri manufaktur dalam negeri didorong mampu memproduksi setidaknya 40 persen komponen mobil listrik.
Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi mengatakan, industri manufaktur diharapkan mulai bergerak membuat mesin magnet mobil listrik.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI–Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material BPPT Eniya Listiani Dewi memberikan kuliah umum di Universitas Tidar Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/6/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kalau membuat baterai, memang masih butuh banyak waktu. Tapi untuk membuat mesin magnetnya, saya kira tidak akan kesulitan karena mesin tersebut hanya terdiri dari koil-koil yang harus diatur skalanya,” ujarnya saat ditemui dalam acara kuliah umum di Fakultas Teknik Universitas Tidar Magelang, Jawa Tengah, Kamis (27/6/2019).
BPPT mendorong setiap mobil listrik yang memakai merek nasional untuk memakai 40 persen bahan dan komponen produksi dalam negeri. Adapun 60 persen sisanya masih diizinkan memakai komponen luar negeri.
Namun, menurut Eniya, gagasan pemakaian 40 persen komponen dalam negeri tersebut ditanggapi negatif oleh Kementerian Perindustrian serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kedua lembaga tersebut pesimistis target 40 persen tersebut bisa dipenuhi industri dalam negeri.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI–Mobil listrik menjadi salah satu solusi tepat untuk mengurangi pencemaran udara yang selama ini banyak dipicu oleh asap kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Eniya mengatakan, setiap industri mobil listrik dan stasiun pengisian ulang baterai yang memakai nama dalam negeri juga disyaratkan memiliki nilai investasi dalam negeri sebesar 51 persen dengan persentase investasi sebesar 49 persen. Pembatasan besaran investasi ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa industri tersebut adalah benar-benar industri milik nasional.
Saat ini, lanjut Eniya, pemerintah juga tengah mempersiapkan infrastruktur pendukung keberadaan mobil listrik dari dalam ataupun luar negeri yang nantinya beroperasi dan dipakai di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan BPPT, misalnya, dengan menambah jumlah stasiun pengisian ulang baterai. Pada 2018 dibangun dua stasiun dan tahun ini akan ditambah satu stasiun lagi.
Eniya mengatakan, pemerintah saat ini juga merumuskan peraturan presiden (perpres) tentang kendaraan berbasis baterai. Setelah perpres ditetapkan, dipastikan nantinya puluhan merek mobil listrik dari luar negeri akan mulai masuk Indonesia.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, Indonesia sebenarnya tidak kekurangan sumber daya manusia dan tenaga ahli yang bisa membuat serta mengembangkan mobil listrik.
DOKUMEN PRIBADI–Pengamat transportasi Djoko Setijawarno.
Oleh karena itu, sebelum membuat perpres dan mobil-mobil listrik dari luar negeri masuk Indonesia, pemerintah diharapkan terlebih dahulu memfokuskan perhatian pada industri mobil listrik dalam negeri.
”Jangan biarkan mobil-mobil listrik luar negeri terburu-buru masuk pasar dalam negeri. Keberadaan mobil-mobil tersebut nantinya berpotensi mematikan kreativitas para peneliti yang sebelumnya telah merintis dan berinovasi mengembangkan mobil listrik,” tuturnya.
Pemerintah diharapkan memberikan dukungan nyata bagi perkembangan industri mobil listrik nasional. Dukungan tersebut dapat diwujudkan dengan memberikan bantuan dana seperti insentif atau potongan pajak.–REGINA RUKMORINI
Editor GREGORIUS FINESSO
Sumber: Kompas, 27 Juni 2019