Data terkini, Indonesia punya 1.666 jenis burung, tambah 61 jenis dibandingkan 2013. Namun, jumlah jenis burung terancam punah atau kritis juga bertambah.
”Jumlah burung endemik bertambah 46 jenis, dari 380 jenis pada 2013 jadi 426 jenis pada 2014,” kata Direktur Eksekutif Burung Indonesia Agus Budi Utomo pada Konferensi Nasional Peneliti dan Pemerhati Burung di Indonesia, Sabtu (14/2), di Bogor.
Jika data itu benar, Indonesia tetap negara dengan jenis burung endemis terbanyak di dunia, sedangkan dari jumlah jenis, Indonesia di posisi keempat.
Jumlah itu hasil studi literatur Burung Indonesia, Januari-Oktober 2014. Data itu dipastikan sesuai dengan yang tercantum pada Birdlife.org. Birdlife adalah lembaga yang berwenang menyusun daftar merah khusus jenis burung pada Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam (IUCN), yang mengelompokkan spesies berdasarkan risiko kepunahannya. Artinya, 1.666 jenis burung itu diakui di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tambahan jenis itu bukan berarti diakibatkan belum pernah diteliti. Banyak yang sudah ditemukan, tetapi berdasar riset taksonomi sebelumnya, disimpulkan tergolong satu spesies dengan burung lain. Setelah diteliti lagi melibatkan antara lain vokal dan DNA, ternyata yang satu spesies dinyatakan beda spesies.
Menurut Agus, selama 2014, terdapat 118 jenis baru burung yang diperoleh dari hasil pemisahan itu. Dampak lain, 45 jenis endemik baru juga diperoleh. ”Dengan demikian, hampir semua tambahan jenis endemik hasil pemisahan,” ujarnya. Meski bukan temuan baru, hasil pemisahan tetap menunjukkan kekayaan jenis burung Indonesia.
Beban tambahan
Di tengah pertambahan kekayaan jenis, jumlah burung terancam punah di Indonesia cenderung meningkat. Pada 2013, jumlah burung terancam punah 126 jenis, lalu meningkat menjadi 136 jenis pada 2014.
Ani Mardiastuti, Guru Besar pada Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, mengatakan, kondisi itu beban baru, terutama bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Populasi spesies baru dijamin sedikit dan biasanya ditemukan di wilayah terpencil.
Di sisi lain, banyak spesies baru diperoleh dari hasil pemisahan dari spesies sebelumnya yang juga berpopulasi sedikit.
Agus mencontohkan, pada 2014, spesies burung udang-merah sulawesi (Ceyx fallax) dipisahkan ke dalam dua spesies, yakni Ceyx fallax dan C sangirensis atau burung udang-merah sangihe. Persebaran C sangirensis di Sangihe dan Talaud saja.
Peneliti pada Pusat Penelitian Biologi LIPI Dewi M Prawiradilaga mengatakan, kunci sukses konservasi ketika masyarakat mendapatkan manfaat. Contohnya, petani Demak mengonservasi burung hantu putih, efektif membasmi hama tikus. (JOG)
Sumber: Kompas, 16 Februari 2015
Posted from WordPress for Android