TIDAK ada kata yang lebih dahsyat selain iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Kedahsyatan iptek itu sendiri kerap kali dilukiskan sebagai satu-satunya faktor yang paling menentukan hidup matinya suatu bangsa. Terlepas dari benar atau tidaknya, yang jelas peranan iptek dari waktu ke waktu makin terasa dalam kehidupan modem yang serba tekan tombol mesin pun bekerja dan kita tinggal menunggu hasilnya.
Berbicara masalah perkembangan dan kemajuan iptek, sebenarnya secara otomatis kita juga berbicara masalah hakekat manusia sebagai satu-satunya makhluk di muka bumi ini yang mempunyai hasrat konsumsi yang selalu meningkat dan berdaya imajinasi serta memiliki kemampuan membentuk visi atau wawasan. Pada esensinya perkembangan dan kemajuan iptek merupakan manifestasi dari kekuatan ‘rasa ingin tahu’ manusia tentang segala sesuatu termasuk hal ikhwal manusia. Rasa ingin tahu manusia senantiasa berkembang sehingga timbul berbagai pertanyaan dalam diri manusia. Rasa ingin tahu manusia juga tanpa batas sehingga timbul pertambahan pengetahuan melalui proses kebudayaan manusia sepanjang waktu karena penemuan-penemuan terdahulu menjadi warisan generasi umat manusia secara turun-temurun. Apabila pertanyaan yang timbul dalam diri manusia tidak terjawab, manusia hanya mampu mereka-reka secara logis. Terkadang jawaban yang masuk akal itu juga dibumbui dengan sugesti dan kepercayaan yang kemudian berkembang menjadi ‘mitos’.
Manusia yang senantiasa mengembangkan rasa ingin tahunya secara eksak, analitis dan numerik untuk menemukan hakekat sesuatu sering dijuluki filsuf. Berkat kegigihan para filsuf dalam mengembangkan rasa ingin tahunya, maka mitos berangsur-angsur pudar. Manifestasi rasa ingin tahu manusia berdasarkan kadar kebenarannya setelah melalui perjalanan waktu ribuan tahun setiap zamannya melahirkan banyak ahli fikir, dari para filsuf dengan konsep rasionalisme seperti Thales (624 BC), Pythagoras (500 BC), Plato (427 BC), Aristoteles (348 BC), Ptolomeus (120 BC) sampai kepada filsuf konsep empiris seperti Nikolaus Copernicus, Johannes Kepler, Galilei Galileo, Isaac Newton dan banyak lagi, sehingga hasil rasa ingin lahu semakin faktual dari pengetahuan berkembang menjadi pseudosains, selanjutnya berkembang lagi menjadi ilmu pengetahuan dan pada akhirnya melahirkan wujud fisiknya yang sering disebut sebagai teknologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berangkat dari rasa ingin tahu dan daya imajinasi serta akal budinya, manusia dituntut untuk berusaha dalam memenai kebutuhan hasrat konsumsinya yang selalu meningkat tanpa batas, baik konsumsi akan perangkat keras maupun konsumsi akan perangkat lunak dan perangkat otak guna memperbaiki nasib dan meningkatkan kualitas hidupnya. Sejalan dengan hasrat konsumsi manusia yang terus meningkat, ilmu pengetahuan dan teknologi juga mengalami kemajuan yang begitu fantastis dari waktu ke waktu, dari bentuk teknologi sederhana sampai kepada bentuk teknologi canggih dan futuristik. Ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi, teknologi di satu sisi sebagai alat bantu yang mempermudah kegiatan dan pekerjaan manusia dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi, di sisi lain teknologi juga mempunyai sifat destruktif kalau penerapannya mengabaikan nilai-nilai budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Manifestasi rasa ingin tahu yang berupa ilmu pengetahuan dan teknologi sampai kepada bentuknya yang sekarang telah banyak memberi kemudahan kepada manusia dalam berbagai aktivitas kehidupannya. Namun kita tidak boleh menutup mata bahwa teknologi-teknologi baru yang ada sekarang ini merupakan pengembangan dari serentatan konsep ahli fikir dan tokoh penemu terdahulu yang sangat berjasa bagi umat manusia seperti Archimedes (287-212 SM), Tycho Brahe (1546-1601), Alexander Graham Bell (1847-1922), Karl Benz (1844-1929), Hans Bethe (1906), dan masih banyak lagi.
Bisa kita bayangkan bagaimana kerja keras tokoh-tokoh itu ketika keadaannya masih belum semudah sekarang. Mereka berkreasi dan berinovasi hanya bermodalkan kekuatan rasa ingin tahu dengan mengoptimasi akal budi dan otak yang sudah tersedia sebagai anugrah Tuhan. Kejeniusan Archimedes tidak dapat diragukan, sebagai ahli fikir matematika dan ilmu alam mampu meletakkan konsep dasar hidrostatika dan sekaligus mengawali perkembangan hidrometer guna mengukur kepekatan suatu cairan dengan penerapan kalkulus sebagai ilmu baru yang mampu memecahkan persoalan-persoalan rumit dalam berbagai ilmu.
Tycho Brahe, tidak dapat disangkal lagi sebagai astronom terbesar sebelum adanya teleskop. Dengan peralatan yang diciptakannya Tycho Brahe mampu menghitung dengan cermat kedudukan antara Jupiter dan Saturnus, di sinilah konsep dasar yang sekaligus awal perkembangan teleskop dan observatorium.
Berkat kepiawaian Alexander Graham Bell dalam mengembangkan rasa ingin tahunya, maka sekitar akhir tahun 1876 hubungan telpon antara New York dan Boston dapat diwujudkan. Penemuan Alexander Graham Bell ini tidak terbantahkan lagi sudah menghilangkan jarak dalam hubungan komunikasi antara jarak yang berjauhan. Sejarah pun mencatat bahwa wujud hasil penggunaan akal budi Bell ini sebagai peletakan konsep dasar teknologi telpon khususnya dan telekomunikasi umumnya.
Kalau kita sedang berkendaraan mobil, kebanyakan dari kita tidak membayangkan bagaimana Karl Benz sang pelopor konstruksi mobil berkreativitas dan berinovasi. Memang kita tidak perlu membodohi Benz karena pada saat itu mobil paten Benz hanya berkecepatan puncak kurang dari 15 km/jam, sedangkan Mercedes Benz era 90 mampu berkecepatan di atas 100 km/jam, namun mobil paten Benz dalam tahun 1886 merupakan tonggak sejarah dalam konstruksi mobil sebagai transport darat.
Sekarang di Inggris sekelompok ilmuwan Eropa tengah melaksanakan proyek teknologi nuklir yang luar biasa, yaitu membuat sumber energi bintang di bumi. Kelompok ilmuwan ini bekerja keras untuk menemukan dan membentuk suhu mahatinggi agar mampu menyulut fusi nuklir. Kalau ini berhasil, kebutuhan energi akan terpenuhi untuk selamanya. Namun konsep astrofisika itu sebenarnya sudah dilahirkan oleh Hans Bethe sekitar akhir tahun 1930. Sebagai ahli fisika nuklir, rasa ingin tahunya selalu tergoda oleh problem-problem, astrofisika terutama mengenai reaksi nuklir yang mungkin terjadi terus-menerus di bintang dan menjadi sumber energinya.
Dari uraian di atas tampak bahwa iptek merupakan sarana bagi umat manusia dalam meningkatkan kualitas dan kesejahteraannya. Di samping itu, iptek dapat memberikan landasan penting dalam kehidupan kita, yaitu: (1) iptek memberikan landasan hidup berupa pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi pangan dan gizi, sandang dan papan, kesehatan dan harapan hidup, pendidikan serta lingkungan hidup. (2) iptek memberikan landasan yang memungkinkan dikembangkannya sistem informasi dan komunikasi karena manusia tanpa informasi akan menjadi makhluk yang tidak dapat mengembangkan potensinya dan kehilangan arti. (3) manusia yang sehat dan kaya akan informasi memungkinkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
Kalau Anda membaca majalah AKUTAHU edisi 85 lalu (profil Moh. Soerjani), ada benang merah paling bernilai tinggi sebagai landasan kreativitas kita bahwa seseorang itu harus serba ingin tahu. Kalau tidak ingin tahu apa-apa, tidak bisa maju. Dan satu lagi bahwa gelar profesor bagi M. Soerjani dirasakannya lebih sebagai beban daripada penghormatan.
Pada akhirnya semua berpulang kepada masing-masing individu. Prestise atau prestasi yang menjadi motivasi dan orientasi dalam menuntut ilmu pengetahuan. Kalau memang prestise, mungkin seseorang sudah merasa puas hanya dengan selembar ijasah yang mengatakan gelar kesarjanaan. Kalau sudah demikian sikap pelajar dan mahasiswa, tidak terlalu sulit untuk meramalkan masa depan suatu bangsa dan negara.
Kalau memang prestasi yang menjadi motivasi dan orientasi dalam menimba ilmu pengetahuan, sudah barang tentu tingkat kepuasan tidak akan pernah mencapai titiknya karena sifat manusia yang ingin selalu agar karya yang akan datang lebih baik dari karyanya yang terdahulu. Kalau sudah demikian kondisinya, dapat kita bayangkan betapa semaraknya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi itu yang kita harapkan dapat terjadi di bumi Indonesia tercinta sehingga akan melahirkan ilmuwan dan teknolog berkaliber internasional, bukan ilmuwan atau teknolog berkaliber kampus.
Dikaitkan dengan kebutuhan pembangunan nasional, dari semaraknya dunia iptek kita, Indonesia masih membutuhkan banyak orang semacam B.J. Habibie. Bukan sesuatu yang tak mungkin kalau saja kita telah memiliki prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai yaitu: (1) Sistem pendidikan yang mencerminkan tingkat kebudayaan masyarakat Indonesia yang sesuai dengan perkembangan iptek di dunia yang berorientasi pada keperluan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. (2) Terbangun dan berfungsinya pusat keunggulan dalam disiplin-disiplin tertentu yang melaksanakan pengembangan iptek. (3) Terdapatnya program utama di bidang iptek yang makin sempuma. (4) Adanya wadah bagi pakar nasional di berbagai bidang yang mampu berpikir dan melihat jauh ke depan berdasarkan karya di bidang keahliannya dengan mengkaitkan perkembangan di dalam disiplinnya masing-masing dengan perkembangan dunia dan perkembangan bangsanya. — Sugeng Riyono
Sumber: Majalah Aku Tahu/April 1990