Memanfaatkan potensi hutan, Hunggul Yudono Setio Hadi Nugroho (50) menghadirkan cahaya bagi orang-orang yang belum pernah merasakan listrik. Ia membangun microhidro yang kini bisa dinikmati oleh 47 keluarga di Kampung Kayubiranga, Desa Borongropoa, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Pertengahan April 2018, Hunggul YSH Nugroho, peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar – unit kerja di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-bergegas mengajak Kompas melintasi jalan setapak di antara tanaman kopi di Kampung Kayubiranga, Desa Borongropoa yang ada di tepi hutan. Setelah menuruni jalan licin akibat hujan, kami sampai ke sungai kecil melintasi bebatuan.
Beberapa aliran berair mengalir ke tangki beton yang berfungsi sebagai ketenangan air. Dari sini, air dilepaskan ke turbin pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Dari mesin ini, 15.000 MW listrik dihasilkan selama 24 jam. Sejak dipasang pada 2014, sebanyak 47 keluarga di Kayubiranga dapat merasakan cahaya lampu listrik di malam hari dan melihat dunia luar melalui televisi. Mereka bahkan bisa merasakan kemudahan menggunakan penanak nasi listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keberadaannya di Borongrapoa sebenarnya dimulai pada tahun 2014 ketika ia diminta untuk CIFOR dan LSM Ballang Institute untuk mendukung kegiatan bantuan masyarakat dengan membangun PLTMH di Kampung Senggang-Katimbang. Dana berasal dari CIFOR dan organisasi non-pemerintah.
KOMPAS / ICHWAN SUSANTO–Hunggul Yudono Setio Hadi Nugroho, Peneliti Asosiat di Lembaga Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar.
Cahaya dari desa hulu ini menarik perhatian masyarakat di Kampung Kayubiranga dan Na’na yang ingin membangun PLTMH serupa. Pada tahun yang sama, kedua desa menikmati listrik dari aliran air dengan kemandirian murni.
Hunggul dan rekan-rekannya dari BP2LHK Makassar membantu membangun PLTMH, memasang instalasi jaringan, dan melatih teknisi untuk masyarakat. Sekarang PLTMH telah dikelola dan dirawat 100 persen oleh masyarakat melalui biaya Rp 10.000 per bulan.
Pada 2015, Hunggul masih melihat potensi energi air yang tersedia dan limbah bebas dari sungai ke laut. Ia juga merasakan semangat gotong royong masyarakat Borongrapoa. Oleh karena itu, BP2LHK Makassar mengembangkan 1 unit PLTMH lain di Kampung Katimbang dan 1 unit di Kampung Kayubiranga dengan dana dari APBN. Jadi di Kampung Senggang ada 1 unit, Kampung Katimbang 1 unit, Kayubiranga 2 unit dan Kampung Na’na masih 1 unit.
Setiap kali membangun PLTMH, senyuman orang-orang yang tidak pernah merasakan listrik ketika cahaya pertama adalah sumber kebahagiaan kita
Pada tahun berikutnya, BP2LHK Makassar dengan melibatkan LSM Balang bekerja di lembaga ini serta pengembangan pemanfaatan PLTMH untuk PUE (penggunaan energi yang produktif). Kegiatan ini terus berlanjut dengan keterlibatan LSM Oase sebagai pengganti LSM Balang mulai 2017.
Hunggul juga menciptakan pondok pembangkit tenaga listrik hibrida dan putaran kompor biomassa. Itu semua membantu meningkatkan nilai tambah produk kopi desa di kaki gunung Lompobattang.
“Setiap kali membangun PLTMH, senyum orang-orang yang tidak pernah merasakan listrik ketika cahaya pertama dinyalakan adalah sumber kebahagiaan kita,” katanya. Saat itu ia merasa di puncak dedikasinya setelah lebih dari 10 tahun bekerja sebagai peneliti dan sebagai pegawai negeri sipil PNS.
Jurusan berbeda
Hunggul kecil awalnya bercita-cita menjadi arsitek. Namun, setelah Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun 1985 (sekarang Seleksi Pendaftaran Universitas Nasional), ia diterima pada yang kedua di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun kedua, selama fakultasnya, ia pergi ke Fakultas Kehutanan.
KOMPAS / ICHWAN SUSANTO–Hunggul Yudono Setio Hadi Nugroho menghadirkan cahaya bagi orang-orang yang belum pernah merasakan listrik. Ia membangun microhidro yang kini bisa dinikmati oleh 47 keluarga di Kampung Kayubiranga, Desa Borongropoa, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1993, ia diterima bekerja di R & D Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dengan penempatan di Makassar. Saat itu, ia adalah seorang teknisi dan lima tahun kemudian menjadi peneliti dengan bidang keahlian hidrologi dan konservasi tanah. Dia saat ini adalah peneliti dalam hidrologi dan konservasi tanah dan sedang mengerjakan penggurunan di Twente University, Belanda dengan topik Spasial dan Penduduk Asli.
Hunggul mulai meneliti PLTMH pada akhir 2004. Dia mengakui bahwa, pada waktu itu, topik yang dia hadapi ditentang oleh pejabat di Badan Penelitian dan Pengembangan dan beberapa teman kantor. Mereka menganggap PLTMH bukanlah kegiatan kehutanan. Teman-teman sesama peneliti bahkan menyarankan agar mereka bekerja dengan PLN atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang ahli dalam bidang energi.
“Dengan dukungan Manajemen Balai dan semangat tim peneliti, pada akhirnya dua tahun kemudian kami meyakinkan berbagai pihak khususnya litbang kehutanan bahwa kegiatan ini bisa menjadi katalis pencapaian tujuan pembangunan kehutanan,” kata dia.
Ia dan teman-temannya harus belajar dari nol dan mengasah diri untuk memahami berbagai persoalan yang menyangkut PLTMH baik dari sisi mesin, sisi perencanaan, pembangunan sampai dengan pengelolaanya dan cara pemecahan berbagai persoalan yang dihadapi. Mereka juga mendesain turbin PLTMH mereka sendiri agar mudah diperbaiki oleh penduduk desa.
Saya berharap bahwa kegiatan ini di tingkat komunitas dapat terus berlanjut sehingga orang dapat benar-benar mandiri, mandiri, ekonomi, dan institusional
Sejak saat itu, proses inovasi serta pelaksanaan pengembangan PLTMH sebagai instrumen kesejahteraan masyarakat dan konservasi hutan telah sepenuhnya didukung oleh Kementerian Badan Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dia melanjutkan kegiatan penelitian dan pengembangannya serta memfasilitasi pemerintah daerah dan unit pengelolaan hutan kepada kelompok masyarakat di seluruh negeri untuk membangun PLTMH dalam konsep yang solid.
“Saya berharap bahwa kegiatan ini di tingkat masyarakat akan terus berlanjut sehingga masyarakat benar-benar dapat mandiri dari energi, kemandirian ekonomi, dan lembaga independen sehingga tujuan akhir dari pengembangan PLTMH adalah hutan lestari untuk masyarakat yang sejahtera,” katanya.
Dia berpendapat bahwa tekanan masyarakat terhadap hutan akan berhenti karena waktu masyarakat habis untuk melakukan kegiatan produktif. Ketika kegiatan produktif sejahtera, proses partisipasi masyarakat dalam menjaga fungsi hutan akan terjadi dengan sendirinya.
Terlebih lagi, ia berharap kegiatan ini dapat dikembangkan dan direplikasi di berbagai tempat di tepi hutan dan daerah aliran sungai hulu. Dengan menyelesaikan yang kecil di hulu, masalah besar di hilir akan lebih mudah diselesaikan.
Hunggul Yudono Setio Hadi Nugroho
Lahir: Yogyakarta, 7 November 1967
Istri: Yori Tammu (49)
Anak: Marvel Khyas PY (20), Aura Khyas Y (19), Femme Khyas Y (13)
Pendidikan:
– S1 Fakultas Kehutanan IPB, jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan (1985-1992),
– S2 Pengelolaan DAS, Pasca Sarjana IPB (1998-2000)
– S3 Manajemen Sumber Daya Alam, Fakultas ITC, Universitas Twente, Belanda (saat ini menyelesaikan disertasi)
Pekerjaan / aktivitas:
– Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan dan Kehutanan (BP2LHK) Makassar, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian LHK, di Makassar
Penghargaan
– ATHUS Innovator (Alat Curah Hujan Sederhana), “102 Inovasi Paling Prospektif-2010” dari Menristek (2010)
– Peneliti Prestasi dari Kementerian Kehutanan (2011)
– The Innovator of My Hutanku, Terang Desaku (PLTMH) “104 Prospective Innovation-2012” dari Menristek (2012)