Menteri Siti Nurbaya: Perusak Hutan Sama dengan Teroris
Sebanyak 5.000 pohon dari berbagai jenis tanaman kayu dan buah, termasuk pohon langka dan endemik Jawa Barat, Sabtu (21/2), siap ditanam di Daerah Aliran Sungai Ciliwung, khususnya di kawasan hulu di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Penanaman 5.000 pohon itu berkat kerja sama antara Paguyuban Budiasi, Bank BNI, dan PT Korindo. Ketiganya menandatangani kerja sama penghijauan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, di Bogor, kemarin. Pola kerja Budiasi dalam penghijauan DAS tersebut diharapkan menjadi model penghijauan DAS lainnya di Indonesia.
Pembina dan pendiri Paguyuban Budiasi, yang juga Danjen Kopassus Mayjen (TNI) Doni Monardo menjelaskan, kerja sama dengan Korindo adalah kerja sama adopsi pohon yang ditanam oleh masyarakat di Desa Cibeureum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bibit pohonnya berasal dari kebun pembibitan Budiasi. Lahan kebun pembibitan seluas 5 hektar di Desa Kedu Mangu, di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Lahan tersebut milik usahawan Ketut Mas Agung yang meminjamkan secara gratis kepada Budiasi.
Menurut Ketua Paguyuban Budiasi Rio Fidianto, masyarakat Cibeureum yang ikut menanam pohon penghijauan, mendapat insentif selama tiga tahun. Mereka yang menanam dan merawat pohon mendapat dua ekor kambing dan bibit sayuran. Dalam kurun waktu itu, aktivis Budiasi memonitor dan mendata perkembangan pohon yang ditanam masyarakat.
”Pemberian insentif ini agar perhatian warga teralih, untuk tidak menebang atau merambah hutan di hulu dan kesejahteraan warga pun dapat meningkat,” katanya.
Penghijauan di Desa Cibeureum tersebut merupakan bagian dari rencana kerja dan tujuan Paguyuban Budiasi dalam menghijaukan lahan kritis di DAS Ciliwung. Demi mencapai tujuan itu, Budiasi menginventarisasi lahan penghijauan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dan Sub-DAS Ciliwung Tengah pada 2014.
Khabibi N Pratama, peneliti Institut Pertanian Bogor, yang ikut dalam tim ekspedisi inventarisasi lahan penghijauan tersebut mengungkapkan, ada sekitar 50,62 hektar lahan di dua sub-DAS itu yang berpotensi atau perlu dihijaukan kembali.
”Lokasi lahan itu sudah kami data, ada di wilayah perkebunan, hutan, tegalan, termasuk bekas-bekas vila yang dirobohkan pemda. Dari lahan seluas itu, yang terkonfirmasi oleh kami dihijaukan atau direboisasi baru 15 persen di Sub-DAS Ciliwung Hulu dan 5 persen di sub-DAS tengah,” kata Khabibi.
Ia menambahkan, tim kesulitan menemui pemilik lahan-lahan kritis itu lainnya sehingga upaya penghijauan terhambat.
Perhatikan warga
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, dalam mengelola DAS bukan hanya mengurus air dan tanaman, melainkan harus memperhatikan manusia.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Budiasi, mulai dari kerja sama pembibitan, penanaman, pemeliharaan, hingga pengawasannya selama tiga tahun (sejak bibit ditanam), yang melibatkan masyarakat.
”Ïni sangat saya hargai dan membawa suatu optimisme,” katanya.
Menurut Menteri Nurbaya, lingkungan hidup dan kehutanan dalam konteks ekosistem atau lingkungan, menyangkut dua hal yang tidak gampang direalisasikan pemerintah, yaitu sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan citra Indonesia dalam dunia internasional.
Menteri Siti Nurbaya meminta kementeriannya mengikuti terus kerja pemantauan dan metode pelestarian lingkungan hidup yang dijalankan Budiasi bersama dunia usaha dan para petani. Kabar baik itu selanjutnya disampaikan ke dunia internasional. Semangat serupa, tambahnya, dikobarkan oleh masyarakat Riau dalam mengatasi kebakaran dan perambahan hutan.
”Kita harus mampu menekan kejahatan terhadap areal dan lahan hutan agar hutan kita tidak rusak dan hancur. Oleh sebab itu, mereka yang merusak hutan dikategorikan sebagai teroris. Mereka menghancurkan masa depan anak-anak kita yang membutuhkan hutan untuk keseimbangan kehidupan,” ujar Siti,
Menteri Siti Nurbaya juga mendengarkan testimoni perwakilan petani dari Kampung Sarongge, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Cianjur, mengenai perjalanan perubahan perilaku masyarakat di kampungnya.
Semula mereka adalah petani dan perambah hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mulai 2004, setelah mendapat pendampingan dari aktivis Green Radio dan Budiasi, mereka kini menjadi peternak dan petani yang juga menjaga kelestarian hutan.
”Dulu tidak ada pohon, sekarang gunung rimbun lagi,” kata Mamad, salah satu petani. (RTS/HAR)
Sumber: Kompas, 22 Februari 2015
Posted from WordPress for Android