Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

- Editor

Rabu, 11 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di balik uap mengepul dan aroma belerang yang khas, sumber air panas Ie Seum di Aceh Besar menyimpan lebih dari sekadar pemandangan eksotis. Di dalam kolam beruap itu, tersembunyi makhluk-makhluk mikroskopis yang tak terlihat mata, namun memiliki potensi luar biasa untuk masa depan sains dan industri.

Baru-baru ini, sekelompok peneliti dari Universitas Syiah Kuala menggali lebih dalam ke dunia mikroorganisme ekstrem ini. Mereka tak hanya sekadar “mengambil air panas”, melainkan menjelajah kehidupan tersembunyi di dalamnya—untuk mencari bakteri langka yang mampu bertahan dan bahkan berkembang di suhu tinggi. Dan bukan sembarang bakteri: mereka adalah produsen enzim protease, senyawa penting yang digunakan dalam segala hal mulai dari pencernaan protein hingga proses pembuatan deterjen dan obat-obatan.

Apa Itu Protease dan Mengapa Penting?
Protease adalah enzim yang berfungsi memecah protein menjadi bagian-bagian kecil, yakni asam amino. Dalam tubuh manusia, protease berperan penting dalam pencernaan dan pemeliharaan sistem kekebalan. Namun di luar tubuh, enzim ini juga sangat berharga. Industri makanan, misalnya, memanfaatkannya untuk melunakkan daging. Di dunia farmasi, protease digunakan dalam pembuatan obat-obatan, termasuk terapi HIV. Sementara di industri deterjen, enzim ini membantu membersihkan noda protein dari pakaian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Masalahnya, sebagian besar protease yang digunakan secara industri tidak tahan terhadap panas tinggi atau lingkungan ekstrem. Di sinilah mikroba termofilik seperti yang ditemukan di Ie Seum mengambil peran. Mereka tidak hanya hidup di air bersuhu 60–70 derajat Celcius, tetapi juga memproduksi enzim yang tetap aktif di suhu tersebut.

Ekspedisi Mikroba: Dari Lumpur ke Laboratorium
Dalam penelitian ini, tim ilmuwan mengumpulkan sampel dari air dan lumpur di sekitar mata air panas. Suhu di lokasi pengambilan mencapai lebih dari 65°C, cukup panas untuk membuat siapa pun berkeringat. Namun bagi bakteri-bakteri ini, itu adalah suhu ideal.

Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk proses isolasi. Di sinilah para ilmuwan “menanam” bakteri di media khusus yang mengandung susu skim sebagai sumber protein. Jika bakteri tersebut menghasilkan protease, akan terlihat zona bening di sekitar koloni mereka—menandakan bahwa protein telah dipecah.

Hasilnya? Tujuh isolat bakteri berhasil dikembangkan, dan semuanya menunjukkan kemampuan menghasilkan protease. Salah satu di antaranya, yang diberi kode BT4, menonjol secara luar biasa dengan indeks proteolitik mencapai 4,65—angka yang menunjukkan aktivitas enzim yang sangat tinggi untuk standar termofilik.

Siapa Mereka, Sebenarnya?
Untuk mengetahui “identitas” bakteri-bakteri ini, para peneliti menggunakan teknologi genetik yang disebut analisis 16S rRNA. Ini semacam sidik jari biologis yang dapat mengungkap spesies mikroba. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar isolat memiliki kemiripan genetik dengan genus Bacillus, salah satu kelompok bakteri yang paling adaptif dan telah lama dikenal menghasilkan enzim berguna.

Bacillus memang sudah menjadi bintang dalam dunia bioteknologi. Namun menemukan strain baru yang hidup di lingkungan ekstrem seperti Ie Seum membuka kemungkinan pengembangan enzim yang lebih tahan panas, lebih stabil, dan lebih efisien.

Potensi Industri dan Keberlanjutan Lokal
Apa yang membuat temuan ini begitu penting adalah kenyataan bahwa Indonesia kaya akan sumber air panas vulkanik yang belum banyak dijelajahi. Mata air seperti Ie Seum hanyalah satu dari ratusan yang tersebar dari Sumatra hingga Papua. Setiap lokasi bisa menjadi “tambang mikroba” yang unik, menyimpan spesies dan enzim yang belum pernah ditemukan di belahan dunia lain.

Dengan pengembangan lebih lanjut, enzim dari mikroba termofilik bisa menggantikan proses industri yang boros energi dan tidak ramah lingkungan. Misalnya, enzim yang aktif pada suhu tinggi dapat mengurangi kebutuhan energi pemanasan dalam proses manufaktur.

Di sisi lain, riset seperti ini juga membuka peluang bagi daerah-daerah dengan sumber air panas untuk menjadi pusat bioteknologi lokal. Bayangkan, desa-desa di sekitar sumber air panas tak hanya menjadi tujuan wisata, tetapi juga pusat produksi enzim, inkubasi riset, dan bahkan lapangan kerja berbasis bioindustri.

Menjaga Harta Karun yang Terlupakan
Sayangnya, banyak dari sumber air panas ini belum terdata atau terkonservasi dengan baik. Eksploitasi berlebihan dan pencemaran lingkungan bisa menghilangkan mikroba langka bahkan sebelum kita sempat mengenalnya. Karena itu, hasil penelitian ini menjadi pengingat bahwa kita harus menjaga sumber daya alam kita—bukan hanya karena keindahannya, tetapi juga karena nilai ilmiah dan ekonominya yang tak ternilai.

Mikroba mungkin tak bisa berteriak saat habitatnya tercemar, tapi kehilangan mereka bisa berdampak luas pada masa depan inovasi manusia.

Penutup: Dunia Tak Terlihat yang Menjanjikan
Penelitian di Ie Seum hanyalah permulaan. Ini menunjukkan bahwa bahkan di tempat-tempat yang tampak biasa, seperti kolam air panas di desa, tersimpan kehidupan luar biasa dengan kemampuan menakjubkan. Jika kita bersedia melihat lebih dekat, menjaga, dan mengembangkan dengan bijak, mungkin di situlah akan kita temukan solusi bagi tantangan sains dan industri di masa depan.

Dalam dunia mikro, yang kecil bisa jadi luar biasa besar. Dan siapa sangka, salah satunya mungkin tengah hidup dan bekerja—diam-diam—di air panas Aceh.

referensi:
Bessania, F., et al. (2024). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Termofilik Penghasil Protease dari Sumber Air Panas Ie Seum, Aceh Besar. Universitas Syiah Kuala. (link)

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi
Menelusuri Jejak Mobil Listrik di Indonesia: Dari Solar Car ITS hingga Arjuna EV UGM
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Subrahmanyan Chandrasekhar: Ilmuwan Astrofisika Penemu Batas Bintang
Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Kamis, 12 Juni 2025 - 20:36 WIB

Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi

Rabu, 11 Juni 2025 - 21:40 WIB

Menelusuri Jejak Mobil Listrik di Indonesia: Dari Solar Car ITS hingga Arjuna EV UGM

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:17 WIB

Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB